Thursday, December 27, 2012

bahwa, Cinta Adalah Keberjodohan Rasa dan Waktu







Ini kali kedua saya memikirkan sebuah konsep yang saya simpulkan sendiri; bahwa cinta adalah keberjodohan rasa dan waktu. Bahwa cinta tidak sekedar tentang mencintai, tidak sekedar tentang dicintai,,, 

menyoal tentang cinta,, 

adalah menyoal tentang kesiapan kita mencintai untuk dicintai seseorang...

itu pikir saya.


Kembali soal bahwa cinta adalah keberjodohan rasa dan waktu. Bagi pembaca wanita, pernahkan kalian mencintai seseorang tanpa sebuah pernyataan? kalian memilih untuk memendam perasaan kalian karena bagi kalian itu adalah cara terbenar ketika seorang wanita sedang jatuh cinta? Beberapa wanita tumbuh dengan kelogisan pikiran yang dominan dibanding sekedar menggantungkan semuanya kepada perasaan. Ketika banyak orang mengatakan bahwa cinta seharusnya timbul tanpa "karena" , kalian menyadari bahwa ada banyak "karena" yang harus kalian kantongi ketika mengagumi seorang lelaki;

... karena ia baik,
... karena ia pintar,
... karena ia rendah hati,
... karena ia lucu,
... dan "karena-karena" lainnya...

karena hanya kepada laki-laki yang benar-benar "pantas"lah yang akan memiliki hati kalian.

Sayangnya, kelogisan yang dominan ini menyebabkan kalian menjadi terlalu paranoid dengan perasaan yang kalian miliki. Kemudian muncul banyak pertanyaan di dalam hati kalian;

... benarkah saya mencintainya atau hanya sekedar menyukainya?
... bagaimana kalau ini hanya perasaan sesaat?
... haruskah saya serius dengan dia, bagaimana kalau dia bukan jodoh saya?

dan pertanyaan lainnya yang kemudian kalian menyerahkan semua pertanyaan itu kepada waktu untuk menjawabnya satu-persatu.

Atau mungkin,

Tidak sepenuhnya kalian diam melakukan "pembiaran" dengan perasaan kalian. Akan tetapi kalian sedang menunggu apakah lelaki yang kalian harapkan itu akan melakukan "perjuangan" yang cukup berarti untuk mendapatkan hati kalian.

Kalian "biarkan" perasaan itu, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan bahkan tahun demi tahun, hanya sekedar ingin menguji perasaan kalian sendiri akan seberapa lama ia akan bertahan di hati kalian. Tanpa kalian sadar bahwa sebesar apapun perasaan yang kalian punya, sebuah "pembiaran" adalah sebuah proses pemusnahan. 


Hingga di satu titik perpotongan waktu dengan perasaan yang kalian miliki; rasa suka, rasa kagum, rasa suka, rasa sayang (atau mungkin) juga rasa cinta yang kalian miliki itu hilang bertepatan dengan tumbuhnya rasa suka, rasa kagum, rasa suka, rasa sayang (atau mungkin) juga rasa cinta kepada kalian yang tumbuh di hati lelaki yang pernah kalian "inginkan".

Pada akhirnya, yang terjadi adalah...

kalian mencintai saat lelaki yang kalian cintai tidak merasakan hal apa-apa kepada kalian. Dan kalian dicintai saat perasaan cinta kalian kepada lelaki tersebut sudah menghilang. Itulah, yang saya maksudkan bahwa sesungguhnya cinta adalah keberjodohan rasa dan waktu...

karena seharusnya, kita mencintai seseorang yang mencintai kita juga.

Itulah waktu yang tepat.

Tapi ketika cinta kita tidak berjodoh dengan waktu yang kita miliki, mungkin ini sekedar permainan kecil dari tangan-tangan Tuhan tentang sebuah pengujian iman yang kita miliki. 

Jadi apa yang harus kita lakukan saat lelaki yang dulu pernah sangat kita cinta (baru) menyatakan cintanya kepada kita saat ini--di saat kita sudah tidak memiliki rasa apa-apa lagi kepadanya?


Lagi-lagi ini pilihan...


melakukan sebuah pembiaran (lagi)


atau


mencoba mengingat-ingat lagi bagaimana rasanya mencintanya...






PICTURE:
1. http://www.mamamia.com.au/relationships/relationship-breakups-how-soon-is-too-soon/
2. http://chibasenka.deviantart.com/art/time-to-love-97722292?moodonly=1


Friday, November 30, 2012

Ketika Tuhan Sudah Mengizinkanku untuk Menjadi Seorang Ibu




Tulisan kali ini, aku hanya ingin berandai...

Kelak, ketika Tuhan sudah mengizinkanku untuk menjadi seorang ibu, ketika anakku datang dengan sendu yang kupunya saat ini, maka aku akan memeluknya, menenangkannya, dan mengatakannya lembut bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Seandainya ia menangis saat aku memeluknya, maka aku akan mengusap dan sesekali menepuk punggungnya dengan lembut sambil berkata, “Anak Bunda boleh menangis sepuasnya di pelukan Bunda, kapan saja, seberapa lamapun”, kemudian, memeluknya lebih erat.

Ya. Kelak, ketika Tuhan sudah mengizinkanku untuk menjadi seorang ibu, aku akan melakukan apapun untuk membuat buah cintaku merasa aman, tenang dan damai.
Aku tidak akan membiarkan ia tumbuh sebagai manusia yang lemah. Aku tidak akan membiarkan ia tumbuh sebagai penyerah. Aku tidak akan membiarkannya tumbuh menjadi manusia yang penuh keluh kesah.

Aku tidak akan melarangnya menangis, karena kemudian aku akan mengajarinya bagaimana tersenyum setelah menangis.

Aku tidak akan melarangnya bertengkar, karena kemudian aku akan mengajarinya bagaimana cara memaafkan.

Aku tidak akan memarahinya ketika ia terjatuh, karena kemudian aku akan mengajarinya bagaimana caranya bangkit.

Aku tidak akan memarahinya ketika ia berbuat kenakalan, karena kemudian aku akan mengajarinya arti tanggungjawab dari setiap tindakan.

Aku akan memperkenalkan padanya tentang siapa Tuhan. Maka aku akan bercerita panjang lebar betapa setianya Tuhan berdiam di hati manusia untuk memastikan si empunya hati akan baik-baik saja.

Betapa setianya Tuhan akan mendatangkan bala bantuan malaikat dan alam semestaNya ketika si empunya hati meminta pertolongan kepadaNya.

Betapa setianya Tuhan yang akan menyembuhkan luka hati saat manusia lain menyakitinya.

Dan betapa setianya Tuhan mencintai umatNya yang mencintaiNya. Maka aku akan membuatnya mencintai Tuhannya melebihi ia mencintaiku.

Tak apa, memang itu yang kuinginkan kelak ketika aku diizinkan untuk menjadi seorang ibu.

Ah... sesungguhnya aku hanya meniru Ibu.
Saat ini, aku rindu Ibu...

Saturday, November 17, 2012

Terlalu sering aku menulis puisi untuk menenangkan hati...

Kemudian aku sadar, kalau aku kehilangan kata, kau datang menghibur diri...

Puisi ini kutulis untuk dirimu, Sahabat...

Aku tidak terlalu yakin akan menjadi puisi atau prosa yang indah seindah kehadiranmu di hidupku


----------------------------------------------------------------------

KADOKU


Kau tahu, Kawan...
Kau adalah kado sederhana yang luar biasa,
datang dalam kesederhana berupa ketulusan
dan menetap di hati dalam kesetiaan

Kau tahu, Kawan...
saat kita berpisah dulu, tak sedikitpun aku takut kehilanganmu,
dan keyakinanku benar.
Walau jarak memisahkan kita dengan alasan mimpi dan masa depan,
kau selalu hadir saat aku butuh teman.

Aku sudah terbiasa dengan kata perpisahan
Aku tidak lagi terlalu menyediakan air mata saat aku harus kehilangan
Kau tahu kenapa?
karena sebuah kehilangan adalah pertanda dari sebuah pertemuan.
dan aku menemukanmu karena perpisahan yang awalnya kusedihkan.

Namun semenjak itu,
Aku belajar, terkadang kita memang harus 'melepaskan' untuk 'mendapatkan'
dan karena Tuhan, aku mendapatkanmu dan melepaskan masa lalu

Apapun itu, aku bersyukur mendapatkanmu, Kawan...
kita meniti dalam jalan mimpi yang sama walau di tanah yang berbeda.
Dimensi jarak tidak akan pernah mampu memberi ruang jarak bagi kita untuk saling merangkul.

Terimakasih, Kawan...
Sudah menjadi kado sederhana yang datang memberi makna





Tulisan ini dipersembahkan untuk Sahabat terbawel dan "ternyaring" saya:
Desy Eka Khairunisa



Thursday, November 15, 2012

Surat Untuk Krisna


Untuk Krisna yang entah apakah masih di tempat seharusnya...




Hai Krisna, tidak terasa sudah hampir sepuluh tahun kita tidak bersua. Tidak berbagi tugas ataupun bergantian tempat.

Hampir sepuluh tahun kita tidak saling menyapa atau sekedar memanggil nama. Kau di mana? masihkah kau berada di tempat seharusnya?

Krisna, dimanapun kau berada, aku tahu kau akan membaca ini. Aku tahu kau akan selalu membaca semua tulisan yang kubuat dengan penuh rasa.

Aku sudah 23 tahun sekarang. Menjadi mahasiswa S2. Aku masih suka membaca dan menulis, tapi bedanya sekarang aku tak punya cita-cita seperti sepuluh tahun yang lalu.

Aku ingat dulu kau suka kepayahan saat mendengar cita-citaku yang berganti dua bulan sekali. Waktu itu aku bilang aku ingin jadi dokter hewan, biar bisa kuobati kalau-kalaui si meong sakit.

Lalu ganti lagi cita-citaku, aku bilang aku ingin jadi pelukis. Aku ganti cita-citaku saat itu karena kutemukan foto masa TK bersama ibu dengan membawa piala juara tiga lomba menggambar. Katamu, lakukanlah apa yang kau sukai. Lakukan semuanya dengan tulus dan tersenyum. Kau tahu aku selalu tersenyum saat menggambar tokoh waltdisney dari buku ensiklopedia pemberian ibu yang sesungguhnya jarang kubaca selain kulihat gambar-gambarnya.

Setelah itu, aku ganti apa lagi cita-citaku, ya Krisna? Ah! aku ingat! aku bilang aku ingin menjadi polwan! Aku bilang aku ingin menegakkan kebenaran. Teringat waktu SD aku berkelahi dengan si Amang! badanku biru-biru, tapi aku tidak menangis! karena katamu, seorang Polwan tidak boleh banyak menangis. Sampai akhirnya bibik tahu punggungku penuh lebam, habislah nasib si Amang.Saat itu kuputuskan, susah juga menjadi Polwan.

Kuganti lagi cita-citaku jadi penyanyi. Sering kau tertawa melihatku bergaya di depan kaca sambil bernyanyi dan meniru gaya artis ibu kota. Kau bilang suaraku lumayan. Tidak jelek, tapi tidak bisa dikatakan bagus juga. Kau selalu jujur menilaiku walau kau tau itu akan membuatku nelangsa.

Lalu aku pindah ke Jakarta. Aku tidak bisa bertemu dengan mu lagi. Tak ada lagi kawan yang bisa kuajak bercerita tentang cita-cita. Tak ada lagi kawan yang menepuk pundakku sambil berkata "jadilah apapun yang kau cinta, karena aku selalu yakin kau bisa untuk menjadi apapun, Nisa!" Aku rindu saat itu, Krisna.

Sayangnya, kata-katamu terlalu dalam membekas di benak dan pikiranku. Aku menjadi bebal, selalu menginginkan menjadi manusia yang serba bisa. Aku belajar menulis, belajar menggambar, belajar menyanyi, belajar fotografi aku ingin menjadi apapun yang aku cinta, sampai aku sadar aku kehilangan cita-cita.

Suatu saat aku ada di tahap hampir gila, Krisna. Entah apa rencana Tuhan, tapi setiap pagi ada suara yang membisikanku bahwa aku akan mati hari ini. Aku gelisah dan tak kepalang gundah. Sampai akhirnya seorang sahabat memelukku dan berkata,

"subhanallah Nisa, tidak semua manusia diingatkan akan kematian oleh Allah dengan cara langsung yang demikian. Jangan berpikir macam-macam. Ini cara Tuhan mengingatkan kita semua akan kematian. Ini kesempatan untuk kamu menjadi manusia yang lebih baik. Ingat lagi, Nisa... adakah janji kamu kepada Allah yang belum ditunaikan? tunaikan sekarang, selaesaikan utang, peringatan ini harus dijadikan alarm untuk menyelesaikan semua kewajiban"

Tuhan Maha Besar, Krisna. Aku diberikan sahabat yang tulus dan selalu mengingatkan dalam kebaikan. Aku ingat kalau aku berjanji kepada Tuhan untuk berhijab, dan alhamdulillah sekarang aku berhijab. Kalau kau bertemu dan melihatku saat ini, tidak ada lagi perempuan dengan kaos oblong dan celana pendek yang selalu kau temui sepuluh tahun yang lalu. Aku berubah, Krisna. InsyaAllah menjadi lebih baik.
Sejak saat itu, aku selalu melakukan apa yang aku cintai--seperti yang selalu kau bilang sepuluh tahun silam.

Soal bisikan itu, bagaimana kalau aku (sungguh) mati besok? aku tidak mau menjadi manusia yang hidup hanya untuk masa depan yang belum tentu menjadi kenyataan. Sekarang, aku menjadi manusia yang hidup untuk saat ini, yang belajar dari hari kemarin. Tak ada porsi lebih untuk memikirkan masa depan. Jalani saja. Sampailah akhirnya, aku kehilangan cita-cita dan tak tau aku ingin menjadi apa.

Takut aku saat teman-temanku berkata ingin menjadi Hakim, Karyawan BANK, Karyawan Perusahaan Migas, menjadi Pengacara, Notaris dan lain-lain. Sungguh bahagianya mereka yang memiliki cita-cita, Krisna.

Kalau ditanya aku ingin menjadi apa, aku selalu berbisik aku ingin menjadi seorang Penulis. Aku ingin banyak cerita yang bisa kubagi dan menginspirasi banyak orang. Aku ingin menjadi apapun yang bisa membahagiakan banyak orang, yang bermanfaat untuk banyak orang, entah apa namanya, Krisna...


Krisna,,, Bisakah kau menjengukku di sini? bercerita sebentar tentang bagaimana seharusnya aku berperilaku agar aku bisa menjadi cita-citaku. Aku sudah bukan lagi perempuan kecil yang cengeng. Aku sudah bukan lagi perempuan kecil yang takut pergi sendirian. Aku bukan lagi perempuan kecil yang tempramental dan main pukul kanan-kiri bila ada yang melawan.

Tengoklah aku sebentar, Krisna... Beri tahu aku harus menjadi apa, seperti dulu.

Sebentar saja.




Friday, November 9, 2012

ANDIEN - GEMILANG (Official Video)



Menjadi apapun saya, kau dan kita kelak, menjadi manusia yang bisa diceritakan karena kemanfaatannya untuk orang lain adalah HEBAT.

Kita yang memutuskan untuk menjadi apa dan seperti apa.

Kita yang memutuskan untuk menjadi siapa dan bagaimana.

Kita yang memutuskan untuk hidup bagaimana dan untuk siapa.

Kita yang memutuskan untuk ada atau tidak ada...


"Sangat suka dengan lagu dan vidioklip di atas. Setiap mendengarnya sambil menutup mata, rasanya seperti berjabat tangan dengan masa depan. Bergandengtangan dengan senyuman. Dan berbisik dengan harapan. Tuhan... kelak, saya ingin menjadi pengukir senyuman untuk semua orang. Amin"


Terimakasih :)

9 November 2012.




Sepucuk surat dengan sebuah perasaan di dalamnya, beralamat namaku.

Engkau bilang ini balasan atas puisiku yang sesungguhnya entah kualamatkan kemana...

Hai Tuan yang menulis pesan,

terimakasih telah kau kabarkan bunga yang telah tumbuh di hatimu atas namaku,

terimakasih telah kau satukan rasa ragu dan rindumu dalam sepucuk puisi yang kau alamatkan untukku,

terimakasih telah menuliskan itu semua untukku...

Terimakasih.

Tapi seperti yang kau bilang, bahwa kau paham segala rasionalitasku yang terkadang irasional; ternyata butuh kesabaran seratus kali lipat untuk menemukan apa mauku.


Aku adalah wanita yang percaya dengan misteri waktu.
Aku bukan wanita yang suka menebak-nebak.
Membiarkannya menjadi misteri lebih bijak daripada sekedar menebak.

Bukan wanita yang terlalu suka menari-nari dengan angan masa depan.
Masa depan tidak menjadi lebih penting dari saat ini, karena mungkin saja besok aku mati.

Aku hidup dengan ragu, dan terkadang aku gagu untuk mengungkapkannya.
Tapi itu aku, dengan segala kerumitan yang terkadang aku pun tak tahu bagaimana mengurainya.

Maaf bila kerumitanku menangguhkan egoku.

Mungkin saat ini aku ingin merangkul dan berbaikan dulu dengan waktu serta masa lalu,

Aku hanya tak ingin menyakiti siapa-siapa (lagi), selain aku.




Thursday, November 8, 2012

Kau, bukan siapa?



Perkenalkan, aku bukan Bunga.

Aku tidak memiliki kelopak yang indah,

Tidak mempunyai putik yang anggun,

Tidak mempunyai nektar yang manis untuk kau hisap.


Perkenalkan, aku bukan Bulan.

Aku tidak memiliki cahaya yang sendu,

Tidak memiliki kemanpuan menyampaikan rindu,

Tidak memiliki keahlian untuk merajuk rayu dirimu yang gagu.


Perkenalkan, aku bukan Lautan.

Aku tidak mudah menguap bila terkena sinar

Tidak menjadi muara dari banyak sungai

Tidak menjadi tempat yang mudah untuk kapalmu berlayar.


LALU,


Kalau aku boleh tahu, Kau BUKAN siapa?


Tuesday, November 6, 2012

Puisi Untuk Tuan yang Entah Di Mana




Aku hanya ingin kau tau bahwa aku menunggu mu...
Dengan sendiri yang setia menemani,
dengan sepi yang sering menjenguk atau bahkan menghampiri.

Aku hanya ingin kau tau aku menunggu mu...
Seperti menghitung tetes air di musim penghujan,
seperti menemukan jalan dalam belantara hutan.

Aku hanya ingin kau tau aku menunggu mu...
Sambil bercerita cinta kepada diri sendiri,
sambil bernyanyi bersama rindu yang sunyi.

Aku hanya ingin kau tau aku menunggu mu...
Dengan tetap menyalakan radar di hati,
dengan tetap mengukir senyum walau sulit setengah mati.


Seperti apa dirimu, aku tak tahu.
Tapi mungkin benar, aku telah jatuh cinta kepada mu bahkan sebelum kau menemukan aku.

Bagaimana kau bisa membuatku menunggumu? bagaimana kau bisa membuatku mengabaikan mawar-mawar yang datang silih berganti untuk ku?

Bagaimana kau bisa membuatku terus terpaku menunggu semu dan bayangmu ada di depan ku?

Apakah aku harus bertahan, wahai tuan yang entah dimana?

Apakah radar hatiku rusak hingga aku belum mampu menemukan mu hingga detik ini?

Apakah kau memang ada untukku?

Bisakah kau tahu puisi ini untuk mu?

Jika iya. Balaslah. Dan mungkin aku akan membacanya dan tahu bahwa sesungguhnya kau telah menemukanku.

MUNGKIN


Mungkin;




mungkin aku akan terjatuh, atau mungkin aku akan belajar bagaimana caranya bangkit;

mungkin aku akan terluka, atau mungkin aku akan belajar untuk menjadi lebih kuat;

mungkin aku akan menangis, atau mungkin aku akan belajar untuk mengalah kepada ego ketika aku merasa kalah;

mungkin aku akan miskin, atau mungkin aku akan belajar tentang bersyukur dengan seberapapun yang ku punya.


Mungkin,

Mungkin aku salah mengambil keputusan ini, tapi setidaknya aku memutuskan suatu hal untuk hidupku. Ketika itu salah, yasudah. Bukankah kesalahan membantu kita untuk mendefinisikan sebuah kebenaran?

Mungkin mereka akan menertawakanku dari belakang karena mengambil jalan yang tidak seperti mereka pilih. Ketika aku tersesat, yasudah. Setidaknya aku akan belajar bagaimana mencari jalan pulang. Hal yang perlu kalian ingat, ketersesatanku akan memberikan kesempatan untuk melihat pemandangan yang tidak akan pernah kalian lihat.


Jadi... apa yang harus ditakuti dari sebuah "kemungkinan"?

Kalau kau tidak cukup berani membicarakan kemungkinan terburuk, maka kemungkinan terbaik masih akan selalu menjadi milikmu...


Mungkin kau akan menjadi manusia yang paling bersinar di antara manusia lainnya.

Mungkin kau akan menjadi manusia yang paling bahagia karena bisa melakukan apa yang kau sukai.

Mungkin kau akan menjadi manusia yang paling kaya karena cinta dan keikhlasan yang kau punya.


Mungkin...



Kemungkinan apapun itu akan selalu menjadi milik kita kawan!

Percayalah dengan semua kemungkinan baik yang kita miliki.

Tuhan tidak butuh apa-apa untuk mewujudkan mimpi baik kita.


Tuhan hanya ingin kita percaya.



itu saja.




Monday, October 22, 2012

Mungkin CINTA memang harus diBATASi

Dulu, seorang sahabat pernah mengatakan pada saya:


"Kita tidak akan bisa untuk menyenangkan semua orang, Nisa. Dan kamu seharusnya tidak perlu menangis sendirian untuk itu. Sebaik apapun kita melakukan suatu hal, pasti akan selalu ada yang menganggapnya baik dan juga buruk. Cukup berusaha sekuat tenaga. Itulah yang terbaik"


Ucapan itu terlalu dalam untuk saya lupakan. Semacam arah yang menunjukan jalan kemana saya harus memperbaiki diri. Saya lahir dengan banyak cinta. Keluarga, teman, tetangga bahkan dari hewan peliharaan. Hidup saya diberkahi dengan banyak cinta. Kemudian banyak orang yang datang dan pergi dari hidup saya, membuat saya paham bahwa tidak semua orang memiliki keberuntungan seperti saya; saya bertemu dengan manusia yang tidak memiliki keluarga yang hangat, saya bertemu dengan manusia yang tidak memiliki teman yang jujur, saya bertemu dengan manusia yang tidak memiliki cukup banyak teman untuk berbagi, dan itu semua membuat saya berpikir: bisakah saya menjadi sedikit pengisi dari ketidakpunyaan yang mereka miliki?

Saya hanya ingin (setidaknya) mereka merasakan seperti apa yang saya rasakan walaupun sebentar. Saya ingin menjadi Pendengar dari semua cerita sepi yang mungkin memang lebih baik untuk dibagi. Saya ingin menjadi Pembuka jalan atas kebuntuan yang mungkin memang sulit untuk dinyatakan. Tanpa saya sadar, saya menjadi naif; saya ingin membahagiakan semua orang--yang pada akhirnya saya sadar itu hanyalah utopia angan dan hati saya.


[Ny-lon 'When you Love Someone' (Lifelike remix). October 8, 2012
soletopia.com]

Manusia itu harus memiliki ketegasan hati. Ingin mencintai semua orang hanyalah akan menjadi ketidaktegasan dalam mencintai siapapun. Mencintai itu butuh keutuhan. Tapi... apakah keinginan untuk mencintai itu terlalu "remang" untuk diwujudkan?

Saya tidak tahu kenapa saya begitu yakin bahwa semua manusia adalah baik. Bahwa semua manusia adalah pintar. Bahwa semua manusia berhak atas hidup yang bahagia. Bahwa semua manusia sesungguhnya punya alasan yang pantas didengar ketika ia berbuat salah. Bahwa semua manusia pantas untuk dicintai dan mencintai.

[Alone in the Crowd by ~Yasir82 on deviantART yasir82.deviantart.com ]

Saya tidak tahu kenapa tiba-tiba saja ingin menulis hal ini.
Yang saya tahu, tulisan ini seperti rindu dengan sahabat yang sering menasihati saya kala saya memilih menyerah dengan air mata.

Saat ini yang bisa saya lakukan hanya mengingat-ingat kembali nasihat mereka.

Malam ini yang saya tahu bahwa saya ingin mencintai sebanyak mungkin manusia yang saya temui.

Tidak semua.

Karena itu pasti tidak mungkin. Tapi sebanyak mungkin. Masih Mungkinkan?

Tuesday, August 28, 2012

SURAT CINTA





Lewat masa yang membentuk kenangan, aku menyapa mu dalam harapan

Lewat senggang yang kumiliki, aku sering menghadirkanmu dalam mimpi

Lewat celah bayang-bayang semu, aku sering menciptakan wujudmu

Lewat kata yang tak sanggup aku ucapkanlah, aku menulis mu dan mewujudkan mu dalam cerita dongeng; Kadang aku menciptakan peri yang hanya dengan menggoyangkan tongkatnya untuk mengabulkan permintaanku. Kadang aku ciptakan ribuan mawar yang ku khayalkan tertuju padaku. Dan itu darimu.

Menulis tanpa lagu itu hanya akan membuat hati dan otakku gagu. Irama kehadiranmulah yang membuat kata-kata menari lincah keluar dari jemariku. Nada yang kau dentingkanlah yang menyusun cerita indah untukku.

Inspirasi. Mungkin lewatmu aku mampu mendefinisikan apa itu inspirasi.

Aku di sini menunggu.

Menebak-nebak, hampir di titik sekarat membayangkan kehadiranmu.

Berpikir keras lewat jalan mana kau datang menghampiriku.

Ada ratusan surat cinta ku tulis untukmu. Entah sampai atau tidak ke hatimu.

Jangan menuntutku untuk melakukan lebih dari ini! Karena aku tak pernah tau kemana harus ku alamatkan rindu ini kepadamu...


Surat cinta--yang tak tau harus ku alamatkan kemana.






Saturday, August 25, 2012

Bahagia Bermimpi




Kalau bisa berbagi suara dengan kertas dan tinta, mmm... atau mungkin dengan laptop dan sambungan internet, mungkin yang akan terucap adalah: "Hai kertas, Hai Tinta,(atau mungkin, Hai Laptop!) ternyata setiap manusia pintar bercerita ya?"

Kalau ada sebagian manusia yang memilih terperangkap dengan masa lalu, saya memilih untuk mengabadikannya dengan cara bercerita ke banyak manusia yang saya temui. Saya suka bercerita, tapi sesungguhnya saya lebih suka mendengarkan mereka yang sedang bercerita.


Waktu SMA, ketika saya sedih ataupun jenuh dengan segala rutinitas sekolah dan OSIS, saya selalu menyapa orang dengan kalimat,"hey, ada yang mau dicurhatin ga ke gue?" . Sering sekali saya merasakan bahwa mendengarkan itu menyembuhkan. Menyembuhkan dari berbagai kelemahan dan kekalahan yang saya rasakan.

mengutip dialog dalam serial Dream High: "Kau pikir apa itu dewasa? Dewasa adalah ketika kau semakin jarang untuk tersenyum dan teratawa". So simple, nyeleneh sih, tapi dapet banget maknanya. Tapi,,, sejujurnya saya tidak begitu setuju dengan kutipan itu. Ketika kita berbicara tentang tersenyum dan tertawa, kita berbicara tentang bahaia kan? dan bagi saya merasakan bahagia itu bukan tentang saya menjadi dewasa dan menua, tapi... tentang kedewasaan pemikiran untuk tetap bisa memperjuangkan rasa bahagia.

Tetap menjadi bahagia walau banyak hal tentang "kenyataan" yang tidak sesuai dengan espektasi kita

Tetap menjadi bahagia walau (akhirnya) kita sadar lebih banyak kebohongan yang tumbuh disekitar kita

Tetap menjadi bahagia walau kita sadar banyak pilihan hidup yang harus kita pilih tanpa memberikan kita pilihan yang sesungguhnya.


Waktu saya kecil, saya ingin menjadi satu dari anggota power rangers. Masih ingat di kepala saya bahwa hal yang paling saya tunggu di masa kecil saya itu adalah turunnya robot suruhan zordon si ALfa yang mengatakan "Nisa, kamu terpilih menjadi power-ranger ungu!" Hati saya selalu meletup-letup ketika memikirkan itu! Sampai-sampai waktu ke pasar saya merengek untuk dibelikan kaos power rangers komplit dengan topeng dan handy talky-nya! Dan seiring waktu berlalu, saya tahu itu hanya semacam candu imajinasi masa anak-anak. Tak apa. Setidaknya saya masih bisa merasakan rindu untuk masa itu





Tapi... hati saya tetap meletup-letup seiring waktu berganti dan memperjelas bahwa mimpi-mimpi saya hanyalah imajinasi semu, saya tetap memilih untuk bermimpi. Bermimpi menjadi apa saja yang membuat hati saya terus meletup-letup.

Bermimpi untuk menjadi seorang penulis

Bermimpi untuk menghabiskan makan malam di depan Eiffel, Perancis

Bermimpi untuk menjadi fashion designer yang bajunya terjual laris

Bermimpi untuk menjadi legal consultan yang ternama dalam bisnis

Dan beberapa mimpi kecil yang kadang membuat saya tersenyum manis



Walau pupus sudah harapan saya menjadi bagian dari power rangers, atau menjadi bagian dari sailormoon (dari postur tubuh sih udah kjelas gagal, tapi... mau dianggap gila atau tidak, saya waktu kecil selalu berharap kucing saya si meong tiba-tiba bisa berbicara. Kalu usagi punya Luna, setidaknya saya punya Meong!) atau bahkan berteman dengan ultraman dan pergi ke planet ultra,, saya bersyukur Tuhan terus memberikan opsi yang luar biasa banyak untuk saya impikan.




Oiya,,, ini sekedar mimpi-mimpi enggak penting saya sih,,,

Diwawancara di acara Kick Andy!

Ketemu sama Oprah Winfrey

Hahahaha,,, ga penting sih,,, tapi kata teman saya: "Sa, kalau lo punya mimpi, lo kasih tau semua orang tentang mimpi lo! syukur-syukur kalau mereka ngedoain dan banyak yang aminin kan! Draipada mimpi lo pendem sendiri jadi jerawat!"


Benar atau tidaknya, saya belum bisa menjawab. Tapi tidak ada salahnya mencobakan? :)



Love

Annisa Rahmah



Friday, August 24, 2012

Sebuah Tulisan tentang PERAHU KERTAS

Perahu kertasku kan melaju
membawa surat cinta bagimu
Kata-kata yang sedikit gila,
tapi ini adanya

Perahu kertas mengingatkanku betapa ajaibnya hidup ini
Mencari-cari tambatan hati,
kau sahabatku sendiri
Hidupkan lagi mimpi-mimpi
cinta-cinta... cita-cita ... cinta-
cinta
yang lama ku pendam sendiri, berdua ku bisa percaya


oh bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu


Perahu Kertas
By: Dee





Membaca novel Perahu Kertas karya Dee Lestari membuat saya berpikir;

waktu yang tepat itu sesungguhnya memang ada. Tuhan adalah ahli matematika yang mampu memperhitungkan ketepatan waktu untuk memberikan sesuatu kepada ciptaannya.

Tuhan sudah memberikan pertanda. Di antara jalan kehidupan yang berliku, Ia mendampingi manusia satu per satu untuk menemukan takdirnya.

Satu per satu manusia datang dalam hidup adalah bagian dari urutan cerita yang sudah Tuhan karang sebelum kita terlahir di dunia. Saya berpikir seperti itu. Tuhan sudah menulis chapter demi chapter kehidupan manusia dengan sangat bijaksana. Dengan pertanda-pertanda yang membawa kita untuk mengeja, kemudian memahami arti KEHIDUPAN dan CINTA.

Thursday, August 16, 2012

Wanita

17 Agustus 2012.

Saya ingin menulis lagi.


Sepertinya kepala saya ikut merayakan kemerdekaan dan kebebasan atas segala hal yang terpendam:

... adalah cerita untuk dituliskan....



Para wanita, mungkin kalian pernah merasakan hal ini; ketika kita bisa menerima bahwa kita memanglah bukanlah wanita yang sangat cantik, sangat pintar, sangat terkenal dan sangat menarik, tapi kemudian kalian sangat yakin bahwa apapun bentuk kita beserta kehidupan yang kita miliki, kita adalah wanita yang layak untuk diperjuangkan!, pernahkah?





Entah. Mungkin tanpa saya sadari saya mendoktrin pikiran saya untuk mempercayai suatu hal:


"Ketika kamu harus mencintai seorang lelaki, maka cintailah lelaki yang memperjuangkan mu"


Ya. Bantahlah itu sesuka kalian, tapi saya akan selalu membenarkannya setidaknya untuk diri saya sendiri. Saya tidak terlalu takut untuk tidak menjadi cantik, tidak populer, tidak menarik. Saya tidak terlalu takut untuk tidak menjadi itu semua. Saya takut ketika saya tidak bisa menjadi diri saya sendiri.

Terkadang, saya dinilai terlalu acuh.
Terkadang, saya dinilai terlalu tolol dan konyol.
Terkadang, saya dinilai terlalu dingin.
Terkadang, saya dinilai terlalu mudah untuk ditertawakan.
Terkadang, saya dinilai terlalu penakut.

Terlepas dari semua penilaian itu, saya menilai bahwa saya pantas untuk diperjuangkan. Bahwa semua wanita di dunia ini dengan segala kekurangan dan kelebihannya adalah mahkluk yang pantas untuk diperjuangkan. Lalu "perjuangan" seperti apa yang diharapkan oleh para wanita?

Untuk saya pribadi, saya merasa diperjuangkan ketika:

saya dihargai,
saya dilindungi,
saya dihormati,
saya ditemani,
saya disayangi,

ketika saya merasa nyaman dan tenang berada di sisi seseorang. Tidak merasa aman tanpa sedikitpun khawatir untuk menjadi diri sendiri. Tidak merasa ketakutan untuk mengatakan isi perasaan di hati. Dan tidak merasa sendiri ketika menemukan masalah yang harus dihadapi.


Bukankah laki-laki memang selayaknya bisa diandalkan?


Di beberapa waktu dalam hidup saya, saya pernah merasa sangat disayangi, pernah merasa sangat dilindungi, pernah merasa sangat dihargai, tapi... kemudian saya menyimpan dan meyakini satu kalimat lagi:

... bahwa sebaik-baiknya wanita adalah ia yang mampu menjaga dan menyimpan perasaannya...


Saya menghargai emansipasi, tapi saya tidak pernah ingin memperluas makna emansipasi itu dalam hal "wanita menyatakan perasaan kepada lelaki", tidak, Itu hal paling tabu bagi saya. Saya percaya Tuhan, dia yang memberikan saya perasaan, dan itu pasti dengan tujuan. Dan saya yakin Tuhan yang paling tahu akan diapakan perasaan yang saya miliki ini. Saya memilih menunggu. Menunggu untuk diperjuangkan. Atau menunggu perasaan ini mmenghilang dan belajar dari semua yang pernah dirasakan.



Hai wanita, siapapun kamu dan bagaimanapun kehidupan yang kamu jalani, bisakah kali ini kamu percaya bahwa kamu adalah salah satu ciptaan terindah milik Tuhan? Mungkin benar ketika banyak orang menyamakan wanita dengan bunga. Semua bunga indah, dengan segala warna, bentuk dan keunikannya masing-masing. Bunga tetaplah bunga. Sekalipun tumbuh di rerumputan, padang pasir yang tandus, dasar laut yang dalam, bunga akan tetap menjadi bunga. Dan akan selalu memiliki pemaknaan positif dan terkorelasi dengan kata keindahan. :)






Saya membuat tulisan ini karena cukup banyak wanita disekeliling saya dengan sadar atau tanpa sadar merendahkan dirinya. Terlalu takut untuk keluar rumah tanpa make up. terlalu takut untuk tidak diperhitungkan. Terlalu takut untuk menjadi dirinya sendiri. Jangan pernah membandingkan kehidupan kita dengan orang lain. Itu tidak akan pernah menjadi sikap yang bijak. Belajarlah untuk menghargai kehidupan kita sendiri. Seperti apa dan akan menjadi apa kita nantinya bukankah hanya kita dan Tuhan yang paling mengerti?


Terakhir, saya hanya ingin menuliskan (lagi) :
"Siapapun kalian, kalian indah dan akan selau pantas untuk diperjuangkan"

(^__^)9



Saturday, July 14, 2012

CARA MENGGUNAKAN RAHASIA

THE SECRET


“Saya pikir, alam semesta akan selalu bisa menjadi sahabat terbaik untuk manusia; ketika kita percaya bahwa semesta berbicara”





Sebuah buku cukup mencuri perhatian saya. Judulnya RAHASIA. Saya bukan sedang main-main, judulnya memang RAHASIA atau THE SECRET karangan Rondha Byrne. Pasti untuk beberapa orang, buku ini sudah tidak asing lagi. Buku yang memaparkan tentang hukum ketertarikan dengan media afirmasi pikiran manusia menuju alam semesta. Hari ini saya membacanya lagi, kemudian menulis.

beberapa poin penting dan kembali mengikuti langkah-langkah menggunakan RAHASIA ini.
Di suatu pagi menjelang siang, di kampus, saya bersama salah satu sahabat saya Gita terlibat dalam sebuah perbincangan. Untuk beberapa hal, tema perbincangan saya kali ini memang paling nyaman untuk dibagi bersama Gita.
Untuk beberapa hal, saya merasa memiliki kesamaan dengan Gita terkait dengan sifat ceroboh yang sering berujung dengan “mempermalukan” diri sendiri. Karena kami dalam satu divisi salah satu organisasi kampus, Gita menjadi teman curhat yang tepat untuk kali ini.
“Kenapa Sa?” tanya Gita.
“Tadi gue kepeleset Ta, pas di depan anak-anak cowok yang lagi duduk-duduk. Hmm... apes banget deh Ta hidup gue. Martabat gue jatuh berkeping-keping” jelas saya dengan akhiran helaan nafas panjang.
Gita butuh waktu beberapa detik bahkan menit untuk tertawa di depan wajah saya yang sedang menanggung derita. Melihat wajah saya yang semakin merana, Gita mencoba untuk memberhentikan tawa dan tersenyum,
“Enggak segitunya juga kali Sa. Semua orang itu punya kelebihan dan kekurangan! Begitu juga gue dan elo.” Ujar Gita. “Kepeleset kan kecelakaan Sa! Asal jangan jadi hobi aja Sa!” kembali Gita tertawa.
Melihat Gita tertawa, pupus harapan saya mendapat petuah yang menenangkan.
“Sa, denger ya, di mata gue, elo itu selalu berhasil membuat orang-orang disekitar lo tertawa! Lo supel, gampang deket sama siapa aja, lo itu asik tau Sa!”
“Selalu berhasil membuat orang tertawa? Atau memang pantas untuk ditertawakan Gita?”
“Nisa... gue serius”
“Gue Cuma berpikir kalau setiap kejadian yang terjadi dalam hidup gue itu semuanya selalu jadi bahan lawakan Ta!, Lo inget waktu gue kecelakaan sampai kaki gue digips gara-gara jempol kaki gue yang retak, yang bener-bener iba sama gue Cuma segelintir orang Ta! Yang lainnya ngetawain gue!”
“Nisa, menjadi orang yang ditertawakan karena menyenangkan jauh lebih baik daripada menjadi orang yang membuat iba tapi membosankan!”
Saya menatap wajah Gita, saya mulai merasa tenang.
“Masih ingat hukum tarik-menarik kan Sa?”
Saya mengangguk
“ Ya tinggal lo terapin Sa! Lo yakinin diri lo kalau lo itu spesial, cantik, baik, lucu, menggemaskan!”
Oke, kali ini Gita berlebihan.
“Lo harus berpikir sepositif mungkin Sa!” Ujar Gita penuh dengan cahaya dan kobaran semangat yang membara.

Hukum tarik-menarik. Percaya atau tidak percaya, rahasia ini pernah saya terapkan. Saat itu di awal semester dua, saya menulis nilai-nilai yang ingin saya dapatkan di akhir semester dua nanti. Saya menulis:
Hukum Perdata A
Hukum Perburuhan A
Hukum (apa saja dalam matakuliah jurusan hukum semester 2) A
Hukum Pidana B (di dalam hati yang paling dalam, dapat C pun sudah lumayan)
Lalu di akhir garis saya tulis
IPK : 3.8
Awalnya saya menulis ini hanya sebatas iseng. Tapi alangkah terkejutnya saya saat di akhir semester dua, saya mendapatkan hasil yang sama persis dengan nilai-nilai yang saa karang sebelumnya.




Pulang dari kampus, saya rebahkan badan dan pinggang yang masih terasa nyeri karena tragedi kepeleset tadi pagi. Mata saya kosong memandang langit-langit kamar. Kemudian beralih kepada tumpukan buku.




Sepertinya saya harus membaca buku THE SECRET lagi untuk yang kesekian kalinya. Saya kembali mebuka dan menyusuri halaman demi halaman sampai pada BAB Cara Menggunakan Rahasia:
Cara Menggunakan Rahasia
1. Langkah pertama adalah meminta. Berilah tugas kepada alam semesta. Biarkan semesta mengetahui apa yang anda inginkan. Semesta selalu merespon pikiran anda.
Apa yang sungguh-sungguh anda inginkan? Duduk dan tulislah pada secarik kertas. Anda dapat memulainya dengan menulis, “saya begitu bahagia dan bersyukur bahwa …” dan jelaskan apa yang anda inginkan

2. Langkah kedua adalah percaya. Percaya bahwa apa yang anda minta telah anda miliki. Percaya pada apa yang tidak kasat mata.
“Jika anda melakukan sebuah penelitian kecil, akan menjadi nyata bahwa setiap orang yang pernah mencapai sesuatu tidaklah mengetahui bagaimana mereka melakukannya, yang mereka tahu bahwa mereka akan berhasil.

3.Langkah ketiga adalah menerima. Mulailah merasa senang tentangnya. Rasakan seolah-olah anda telah men dapatkan keinginan anda. Dan rasakan sekarang juga.

Ketika anda mengalihkan khayalan menjadi kenyataan, anda berada di posisi untuk membangun khayalan yang lebih besar lagi. Dan itulah proses penciptaan.

Saya menghela nafas panjang. Darimana saya harus memulai? Kemudian kembali teringat ucapan Gita, mulailah dengan berpikir sepositif mungkin. Saya mulai menutup mata, memikirkan hal-hal positif dalam hidup saya. Mencoba menyukuri apa yang sudah saya miliki dalam hidup ini. Berpikir bahwa apapun yang telah terjadi dalam hidup saya adalah cara Tuhan membentuk diri saya menjadi sosok yang lebih baik.
Mengagumi seseorang seharusnya bukan alasan bagi saya untuk merendahkan diri saya. Saya coba meyakini bahwa hidup bukan sekedar tentang penampilan yang cantik, modis, pintar, tajir, eksis, dan hal-hal yang bisa ditunjukan dan dilihat oleh manusia lain.
kehidupan itu akan terasa bahagia ketika kita memahami hakikat dari bagaimana menyukuri apa yang telah kita miliki.
Kemudian, seharusnya kita yakin bahwa Tuhan sudah memikirkan bentuk yang terbaik untuk kehidupan kita. Semua manusia adalah unik dan istimewa. Dan berbahagialah karena itu semua.



Monday, July 9, 2012

Dongeng Sederhana

Dalam perjalanan pulang, sore ini, sebuah dongeng sederhana saya dengarkan dari sebuah stasioun radio lokal. Sebuah dongeng yang cukup sederhana, dengan pesan yang sederhana, namun sangat mengena. Judulnya Padang Rumput yang Manis. Dalam tulisan ini saya mencoba untuk merangkai kembali dongeng tadi dengan bahasa saya tanpa bermaksud untuk merubah isi atau hasil karya tulisan aslinya.
Dongeng ini tentang dua peri yang ingin menghadiahkan sesuatu yang berharga untuk sebuah desa makmur yang masyarakatnya saling membantu sesamanya.





Di sebuah desa yang sebut saja Desa Makmur Jaya di mana penduduknya makmur karena dilimpahi padang rumput yang hijau dan hewan ternak yang sehat. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian dengan berternak dan bertani. Penduduk desa tersebut sangatlah makmur, hasil alam yang tersedia sudahlah mencukupi kebutuhan mereka. Selain dikenal dengan kemakmuran dan hasil alam yang melimpah, Desa Makmur Jaya juga dikenal sebagai desa yang memiliki penduduk yang ramah dan suka menolong. Berita ini pun terdengar sampai ke Negeri Peri. Sampai akhirnya seorang peri bersayap kupu-kupu tertarik untuk berkunjung ke desa tersebut.
Suatu hari, terbanglah peri bersayap kupu-kupu menuju Desa Makmur Jaya. Saat ia mulai mendekati desa tersebut dan melihat beberapa penduduk sedang membawa hewan ternaknya merumput, cepat-cepat peri bersayap kupu-kupu merubah wujudnya menjadi seorang pengemis tua yang lusuh dan kelaparan. Ia berjalan perlahan mendekati dua penduduk yang sedang duduk di bawah pohon menunggu sapi-sapinya selesai merumput. Ia ingin membuktikan kebenaran tentang penduduk Desa Makmur Jaya yang ramah dan suka menolong tersebut.



Benar saja, saat dua pemuda tadi melihat sosok peri sayap kupu-kupu yang sedang menyamar menjadi seorang nenek tua, mereka langsung menghampiri. Dua pemuda itu menawarkan makanan siang mereka untuk si nenek. Dua pemuda tersebut menawarkan agar si nenek bermalam di desa mereka. Sesampai di desa, peri bersayap kupu-kupu yang sedang menyamar menjadi nenek tua tersebut disambut dengan hangat. Ada yang memberi makanan, selimut bahkan tumpangan untuk tempat tinggal sementara. Betapa tersentuhnya hati peri bersayap kupu-kupu dengan penduduk desa ini. Keesokan harinya, ia kembali menuju Negeri Peri. Membawa kisah tentang penduduk desa yang sangat baik.
Sasampai di Negeri Peri, ia bertemu dengan sahabatnya, Peri bersayap lebah. Lkemudian ia menceritakan semua yang ia lalui di Desa Makmur Jaya kepada peri bersayap lebah.
“Benarkah mereka penduduk yang baik wahai sahabatku peri bersayap kupu-kupu?”, tanya peri bersayap lebah.
“Iya, mereka sangat baik kepadaku. Bahkan saat wujudku sebagai pengemis tua yang lapar dan bau! Mereka semua dengan senang hati menolongku”, jawab peri bersayap kupu-kupu.
“Syukurlah, betapa senangnya aku mendengarkannya masih ada manusia yang hidup bersama dengan damai dan tentram serta saling membantu sesamanya”, kemudian peri bersayap lebah melanjutkan, “lantas apa rencanamu?”
“Aku ingin memberikan penduduk itu hadiah wahai sahabatku” ujar peri bersayap kupu-kupu
“hadiah apa wahai peri bersayap kupu-kupu?”, tanya peri bersayap lebah penasaran.
“Aku ingin membuat rumput-rumput di desa tersebut terasa manis sahabatku. Bayangkanlah ketika para ternak memakan rumput yang ranum dan manis, pasti daging-daging merekapun akan terasa manis” jelas peri bersayap kupu-kupu.
“Jangan sahabatku, janganlah kau memberikan sesuatu melebih apa yang telah Tuhan berikan kepada mereka. Mereka telah hidup makmur dengan rumput yang sudah ada” ujar Peri bersayap lebah.
“Tapi mereka pantas mendapatkannya sahabatku. Mereka sangat baik terhadapku, mereka pasti akan hidup lebih makmur ketika rumput-rumput yang tumbuh di padang rumput terasa kebih manis. Ternak mereka akan gemuk dan sehat. Begitupun mereka yang akan mengonsumsinya”
Mendengar sahabatnya yang sangat kokoh pendiriannya, peri bersayap lebah hanya diam. Kemudian di suatu pagi, peri bersayap kupu-kupu kembali ke desa tersebut dengan membawa tongkat perinya. Ia jadikan rerumputan yang ada terasa manis. Ternakpun makan lebih lahap. Alangkah senangnya peri melihatnya. Ia yakin dengan begitu ternak-ternak akan menjadi gemuk dan kehidupan desa makmur jaya akan semakin makmur. Kemudian ia kembali ke Negeri Peri dan akan kembali satu tahun kemudian melihat perubahan desayang baru saja ia sulap rerumputnya menjadi lebih manis.
Sesampai di Negeri Peri, ia kembali menceritakan apa yang telah ia lakuka kepada sahabatnya, Peri Bersayap lebah. Peri bersayap lebah pun hanya menghela nafas dan berkata, “semoga apa yang telah kau lakukan itu benar-benar akan memberi manfaat untuk penduduk di desa itu wahai sahabatku.”


--



Waktupun berlalu. Desa Makmur Jaya semakin makmur. Para penduduk memiliki ternak yang sehat dan gemuk-gemuk. Produksi daging melonjak tajam. Sehingga makanan sehari-hari mereka didominasi dengan hasil peternakan; daging hewan ternak, susu, keju, hal ini lama kelamaan membuat penduduk desa pun ikut menggemuk. Mereka malas bertani ataupun beternak.
Suatu ketika wabah semut menyerang desa mereka. Rasa rumput yang manis mengundang sekawanan semut menyerbu padang rumput. Dalam waktu singkat padang rumput mereka tandas. Semakin hari, semakin habis rumput, semakin banyak ternak yang dimakan oleh semut-semut karena daging mereka yang manis. Sementara penduduknya dengan bentuk tubuh yang gemuk-gemukpun sulit untuk berpikir dan bertindak. Desa Makmur Jaya perlahan demi perlahan hancur dan semakin kacau.



---
Hari ini tepat satu tahun saat peri bersayap kupu-kupu menyihir padang rumput Desa Makmur Jaya menjadi manis. Ia pun mengunjungi desa tersebut untuk melihat perubahannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat desa yang gersang. Dikelilingi oleh tulang-belulang ternak yang dikerumuni semut. Betapa sedihnya ia. Ia berpikir seandainya ternak-ternak telah habis maka sangat mungkin manusia yang mejadi korban semut-semut berikutnya karena daging mereka yang mengonsumsi tumbuhan yang manis pasti akan terasa manis juga.
Segera ia mengayunkan tongkatnya. Ia musnahkan semut-semut degan sekejap. Ia kembalikan rerumputan dan tumbuhan kembali ke kondisi semula. Dengan perasaan bersalah, ia kembali ke Negeri Peri sambil menangis.




Bertemulah ia dengan Peri bersayap lebah.
“Wahai sahabatku peri bersayap kupu-kupu, ada apa gerangan hingga membuat kau menangis tersedu?” tanya peri bersayap lebah.
Akhirnya, Peri bersayap kupu-kupu menceritakan semuanya kepada peri bersayap lebah. Betapa ia sedih dan merasa bersalah kepada desa Makmur Jaya. Kemudian peri bersayap lebah berucap, “Wahai sahabatku, yang berlalu biarlah berlalu. Ini pelajaran untuk kita semua. Janganlah mengubah apa yang telah Tuhan berikan kepada umatNya. Walau itu lebih baik sekalipun, belum tentu itu menjadi yang terbaik” . Sambil memeluk sahabatnya yang masih menangis tersedu, peri bersayap lebah berucap,”Tuhan tahu yang terbaik untuk umatNya. Apa yang Ia berikan melebihi perhitungan siapapun. Sesuatu yang terlihat kurang baik tidak selamanya kurang baik, bahkan mungkin, itu menjadi hal yang terbaik untuk suatu kaum”.
(Dongeng didengar dari Stasiun Radio Rojobuntung dengan judul cerita “Padang Rumput yang Manis” , tapi sumber tidak begitu jelas didengar, jadi bila ada yang tahu pengarang dan penerbit buku dongeng anak dengan cerita di atas, bisa diinformasikan kepada penulis)

Yess emang dasar perempuan ya,, saya langsung berpikir dengan banayaknya perempuan yang melakukan oprasi pelastik untuk memancungkan hidung, meniruskan muka, meng-“kriting”-kan bibir biar terlihat lebih cantik dan indah dilihat. Yaa... hak mereka sih ya... tapi... kembali lagi seperti cerita di atas, banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa Tuhan sesungguhnya sudah merancangkan semua hal dengan sangat baik untuk kehidupan umatNya. Tidak menajdi terlalu cantik, tidak terlalu kaya, tidak terlalu pintar atau tidak terlalu “eksis”, sebenarnya bukan suatu hal yang harus didebatkan dalam diri sendiri dan kemudian menjadi alasan untuk menyalahkan Tuhan. Karena menjadi terlalu cantik, terlalu kaya, terlalu pintar tidak menjamin hidup kita akan menjadi sempurna.
Tuhan menakar kelebihan dan kekurangan kita dengan kebijaksanaanNya yang luar biasa. Yang harus diingat di sini, kita tidak pernah menjadi terlalu pintar untuk selalu bisa mengerti kebijakan yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Seperti Tuhan yang hadir di dalam hidup kita karena iman dan logika. Begitupun seharusnya kita menerima kehidupan (apapun kondisinya) denga sebuah iman akan kebaikan Tuhan yang bijaksana.



Saturday, June 16, 2012

"Que Sera Sera"




When I was just a little girl, I ask my mother what will I be... 
Will I be pretty, Will I be rich, here was she said to me...


Que serra serra...
WHAT EVER WILL BE WILL BE, THE FUTURE NOT OURS TO SEE, 
Que serra serra...
WHAT WILL BE... WILL BE...








Saya mencoba untuk memahami bahwa hidup adalah cerita Tuhan dengan segala rencana dan rahasiaNya. 


Bagi saya hidup itu...


Tentang bagaimana kita tetap tersenyum saat sedih mengundang air mata
Tentang bagaimana kita tetap bernyanyi saat sepi menyapa bersama sunyi
Tentang bagimana kita tetap menari saat lelah mencuri harapan dari hati
Tentang bagaimana kita tetap berterimaksih saat apapun, siapapun, dan bagaimanapun kehidupan yang kita jalani.




Karena hidup itu seharusnya tentang bagaimana menghadapi, bukan menakuti diri dengan segala kekhawatiran. 


Semua yang harus terjadi, terjadilah. 
Semua yang harus dihadapi, hadapilah. 


Tentang nanti, janganlah ditakuti.


Monday, March 26, 2012

Buku, Eropa dan Saya



Dulu, sebelum saya benar-benar mengerti, saya tidak pernah bisa membenarkan bagaimana buku bisa menjadi celah bagi manusia untuk melihat dunia. Bagaimana bisa susunan kata bisa membolak-balik keinginan bahkan mimpi seorang manusia yang membacanya. Tapi kemudian saya menemukan penjelasan, setidaknya atas pengalaman yang saya dapatkan saat membaca buku ini. Setiap lembarnya menuntun saya untuk menemukan sebuah serpihan yang hilang dan terlupakan. Sesuatu yang tidak pernah tewujud menjadi rasa ingin tahu karena ketidaktahuan saya akan hal itu. Tapi kini, saya ingin mengetahuinya karena saya sudah sedikit tahu tentang ini—tentang Islam di masa lalu.

99 Cahaya Di Langit Eropa, sebuah buku yang pada akhirnya membawa saya pada pengalaman ini.

Setiap lembar dalam buku ini membuat saya yakin, bahwa tidak ada yang “tak terencana” dalam hidup manusia. Setiap orang yang kita temui dengan sengaja maupun tidak disengaja adalah suatu alur yang sesungguhnya terencana. Perjalanan Penulis (yang sebenarnya) dalam rangka menemani studi suaminya kemudian berubah menjadi perjalanan untuk kehidupan pribadinya yang kini menjadi perjalanan kami—para pembaca buku ini.

Saat memulai membaca halaman demi halaman buku ini, rasanya seperti membuka segel-segel jendela yang memungkinkan saya mengintip bagaimana wujud Eropa. Kata-kata yang dirangkai seolah menuntun imajinasi saya untuk meraba suasana yang diceritakan oleh Penulis. Kemudian, cerita demi cerita yang terpaparkan seolah menyetopkan sekat waktu, membiarkan pikiran saya untuk berkenalan dengan masa lalu, ribuan tahun yang lalu.

Sebelum saya menelusuri buku ini, saya memiliki mimpi untuk menapakan kaki di tanah Tuhan yang penuh dengan keindahan arsitekturnya di masa lampau ini. Eropa, Eiffel, adalah tempat impian yang cukup sering tergambar dalam benak saya saat menutup mata sebelum terlelap. Saya mengaggumi Eropa karena keindahannya. Tapi kemudian, setelah saya membaca buku ini, entah mengapa saya meresa alasan atas mimpi saya terlalu dangkal. Ketika saya mulai berjabat tangan dengan sejarah yang dipaparkan dalam buku ini, ketika saya bisa menemukan jejak-jejak peradaban Islam dari informasi-informasi yang disajikan. Saya terperangah. Saya sungguh dangkal. Betapa di zaman itu—ratusan tahun yang lalu—Islam pernah bersinar di tangan para pemimpin yang melihat perbedaan dengan bijaksana. Bagaimana sebuah sejarah yang syarat pelajaran tentang kehidupan masyarakat, yang seharusnya disebarkan, saat ini seolah hanya menjadi kepingan sejarah yang tidak seru untuk diceritakan.


Bagi saya, buku ini tidak sedang bercerita tentang Islam pernah sangat Berjaya, Islam pernah menguasai lebih dari setengah bagian dunia. Tapi buku ini bercerita bagaimana Islam adalah agama ang tidak terlalu berkutat dalam istilah minoritas dan mayoritas. Bagaimana sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai perbedaan itu dengan sangat bijaksana. Saat ini saya sadar, sudah seharusnya kita turut “menemukan” sejarah, mengkonstruksikannya, kemudian belajar darinya. Di bagian inilah bagi saya Penulis berhasil mewujudkannya. Penulis menemukan satu demi satu mata rantai sejarah Islam yang terangkai menjadi alur cerita yang pernah diecap oleh peradaban Islam. Beberapa mata rantai menjadi bukti, namun beberapa mata rantai yang lainnya masih menjadi misteri yang harus terus digali.
Pada akhir lembar di buku ini, semakin banyak harapan yang meledak-ledak dalam benak saya. Saya terus bermimpi, kelak, ada serpihan dari sejarah Islam yang bisa saya temukan dan saya bagi. Pada akhirnya, Louvre Museum lah yang sering singgah dalam benak saya. InsyaAllah, Allah akan membawa saya kesana. Bagaimana pun caranya, yang harus saya lakukan saat ini adalah meyakininya. Mohon diamini. 

Monday, March 5, 2012

BAGI SAYA...

Bagi saya;

Akan selalu ada batas mengalirkan air mata tapi tidak akan ada batasan untuk membagi tawa,
karena terkadang, kita tidak mampu mengelak dari sebuah kesedihan,
tapi kita selalu bisa tersenyum dalam setiap keadaan.
Karena menjadi bahagia adalah sebuah pilihan.

Seandainya kita mampu menyadari bahwa banyak hal sederhana yang bisa terasa sangat menyenangkan
karena terkadang, kebahagiaan berSembunyi di antara tumpukan-tumpukan kenangan usang yang hampir dilupakan
karena terkadang, suka cita hadir dalam sebuah kebersamaan yang sederhana
karena terkadang, pelajaran hadir dalam sebuah kesedihan yang menyakitkan.

Tawa tidak selalu datang dari sebuah hal yang dirasa lucu,
tawa bisa menyelinap dari tetesan air mata dan rasa kecewa.

seperti hampa yang tidak selalu datang dari sebuah kesendirian,
hampa bisa menyapa dalam sebuah keramaian tanpa makna.

Ada manusia yang memperjuangkan mimpinya dengan menggadai cinta.
Ada manusia yang menggadaikan mimpinya untuk mendapatkan cinta.

Maka apa makna mimpi dan cinta?

kedua-duanya adalah hal yang diharapkan, dimiliki dan ingin
diwujudkan dalam kehidupan bukan?
Maka seharusnya tidak ada yang digadaikan untuk mendapatkan salah satunya.

sekali lagi, itu bagi saya.

Tapi bagi kita semua; Hidup adalah pilihan.

Jadi, pilihlah pilihan yang membuat kita merasa bahagia,,,

bahagia dan membahagiakan


Photo diambil saat saya dan beberapa teman saya berada di tengah kejemuan rutinitas kuliah dan tugas organisasi. Kemudian, kami bisa menemukan keceriaan di tengah kejemuan itu. Kuncinya: kebersamaan







Saturday, February 25, 2012

SASMITA




Sasmita terjebak dalam keriuhan di alam batin dan pikirannya. Dilema dalam hatinya jelas-jelas mengusik damai di tengah keheningan yang dirajai oleh purnama.


Sasmi aku memanggilnya. Dia terlalu polos, terkadang sangat naif. Bagiku, menjadi sedikit naif saja di jaman sekarang sama saja mengelompokan diri untuk menjadi bagian manusia yang ditertawakan. Tapi Sasmi seakan tak pernah mau mendengar. Kepolosannya sudah mendarah daging. Aku bisa apa.

Aku dan Sasmi berdiri dalam dua sisi yang berbeda;

Ketika terjatuh, akulah sosok yang akan menjerit dan menangis dan kemudian Sasmi datang menghapus air mata sambil berkata " Tidak apa-apa,,, semuanya baik-baik saja. Kamu kuat ", kemudian dia tersenyum.

Ketika menunggu, akulah sosok yang menggurutu ketika Sasmi sibuk menikmati detik demi detik dengan penuh senyuman

Ketika gagal, akulah sosok yang menyalahkan semua hal dan kemudian Sasmi menepuk dadaku sambil berbisik, "Tuhan punya rencana yang lebih besar untuk mu !!

---

Ditanganku ada selembar kertas. Sebuah puisi cinta dan sebuah gambar goresan tangan.

"Apakah ini berarti dia menyukaiku Sasmi?" tanyaku.
"lebih dari itu, dia mengagumimu Mita" ujar Sasmi dengan senyum seperti biasanya.
" Lalu bagaimana?" tanyaku lagi.
" Apa yang hatimu rasakan?" tanyanya kembali.
" Aku bahagia... tapi... aku tidak merasakan apa-apa..." jawabku ragu.

"Apakah kau masih akan menunggu? aku akan menemanimu Mita" jawabnya singkat.

Kemudian ada jeda di antara kami. diam.


" Sasmi,,, haruskah aku menyakiti dia juga?!" Aku membuka suara.

" AKu tak pernah menyuruh mu untuk menyakiti siapapun Mita..."

" Dan kau tidak pernah mengizinkan aku untuk mencintai atau dicintai oleh siapapun!", aku menyerah. Air mata mulai mengalir dan dadaku mulai terasa berat untuk bernafas. Aku melihat air wajah Sasmi berubah. Aku juga melihat air mata di matanya.
" Kau dicintai... sangat dicintai... Kau tahu itu Mita, hanya saja kau mengingkarinya. Aku tidak pernah melarang mu untuk mencintai ataupun dicintai oleh siapapun, tidak pernah..." Nada Sasmi mulai fluktuatif.
" Tapi kau selalu menanyakan hal itu!! pertanyaan itu yang kemudian membuat aku... aku..."

" Kaulah yang akhirnya menentukannya Mita..., bahkan menjawabpun aku tidak pernah. Aku hanya kembali bertanya atas pertanyaanmu, dan kemudian jawaban itu kaulah yang memiliki. Bukan. Kaulah yang punya kuasa atas jawaban apa yang kau inginkan. Bukan aku"

Kali ini air mata kami sama-sama mengalir dari sepasang mata. Untuk ku, ini adalah air mata lelah. Sebuah kelelahan dalam menunggu seseorang yang benar-benar pantas untuk ku nantikan. Seseorang yang nantinya akan kutambatkan hatiku dan mengahabiskan sisa hidup yang ku punya. Seumur hidupku, dalam waktu menungguku, beberapa kaum adam silih berganti mengentuk pintuku. Mereka datang dengan cara yang berbeda. Mengetuk hati dengan cara yang berbeda pula. Apapun yang mereka lakukan terhadapku, aku tak pernah berani untuk melakukan apa-apa. Aku hanya selalu menoleh ke arah Sasmi. Menangkap air wajahnya. Kemudian kuputuskan untuk mengatakan "Aku rasa bukan aku orang yang kau cari" , kemudian dia pergi meninggalkan aku dan Sasmi.

Aku dan Sasmi kembali menunggu.

Lalu kembali datang lelaki yang berbeda mencoba mengetuk hatiku. Lagi. Aku menoleh ke arah Sasmi. Senyumnya selalu sama, membuatku mengatakan "Aku rasa bukan aku orang yang kau cari". Hampir tidak ada jawaban lain.

Dan terus begitu.

Kali ini, sosok lelai yang berbeda datang lewat puisinya dan gambar wajahku yang ia ciptakan lewat goresan tangannya. Aku rasa ia menginginkanku. Tapi seperti sebelumnya, aku selalu bimbang apakah aku menginginkannya.

Kebimbangan ini mulai tumbuh subur di benak dan pikiranku hari demi hari. Banyaknya cerita cinta yang berakhir air mata dan kemunafikan yang menjijikan menetapkan hatiku untuk menjadi wanita yang menunggu. Aku memang peragu, tapi adan keyakinan yang lebih besar daripada raguku bahwa Tuhan sudah menciptakan satu orang yang akan memperjuangkan hatiku, dan aku yakin aku akan bertemu dengannya. Yang kulakukan saat ini hanyalah menunggu. Menunggu bersama Sasmi.

Kali ini aku bertanya kepada Sasmi, tidak lagi hanya menoleh dan menangkap air wajahnya. Dan pertanyaanku hanya dijawab oleh pertanyaan kembali olehnya. Tapi entah kenapa setiap pertannyaannya memberikan jalan bagiku untuk menemukan jawaban yang aku cari.

Walau sekarang aku ragu dengan jawaban yang kutemukan itu.

"Sasmi, katakan padaku apakah aku harus mengatakan hal yang sama kepada orang ini?" tanyaku setengah berbisik.
"Apakah harus aku yang menjawab?" ujar Sasmi.
"Jawab saja Sasmi! AKu tidak tahu!" suaraku mulai meninggi.
"Aku pun tidak tahu Mita. Tapi yang harus kau ingat, terkadang ungkapan ketidaktahuan adalah sebuah pengingkaran akan keyakinan sebuah jawaban. Mungkin kau tahu, atau paling tidak kau meyakini akan perasaan yang kau rasakan, kemudian kau ingkari itu dengan ucapan 'aku tidak tahu'"
"Ini terlalu tidak logis Sasmi! sampai kapan aku harus menunggu? sedang aku tidak tahu siapa dan seperti apa manusia yang kutunggu!"

"Aku tidak tahu Mita,,, tanyakan pada dirimu. Apa yang membuatmu bertahan untuk menunggu selama ini?", kemudian Sasmi melanjutkan, "Seperti kau yang yakin untuk menghabiskan waktu menunggu nya... mungkin... ada keyakinan yang sama saat kau bertemu dengan nya. Keyakinan bukanlah hal yang bisa dijabarkan Mita. Karena tidak terjelaskan itulah sebuah keyakinan hadir; bahwa apapun dan bagaimanapun bentuknya kau yakin dengan semua keyakinanmu selama ini."

Kemudian aku dan Sasmi terperangkap dalam diam. Mungkin benar, pernyataan ketidaktahuanku (mungkin) adalah pengingkaran akan keyakinanku. Sebuah pengingkaran yang kecetuskan karena kelelahanku menunggu--mungkin saja aku memang mengetahui apa jawabannya.

Itulah aku dan Sasmi.

Aku yang melahirkan bimbang, kemudian dialah yang memekatkan keyakinan.

Akulah yang menumpahkan air mata, kemudian Sasmi yang menyekanya dengan senyuman,

Akulah yang mengumpat, kemudian Sasmi menyelanya dengan kata istigfar

Akulah yang membenci, kemudian Sasmi yang memaafkan

Akulah yang menyerah, kemudian Sasmi yang membangkitkan

Mengapa aku tidak bisa seyakin Sasmi walau akulah yang memiliki hak jawab untuk semua pertanyaan hidupku. Aku terlalu mempercayainya. Ya, aku terlalu mempercayainya. Karena dia selalu mempercayaiku bahwa aku memiliki jawaban atas semua pertanyaan yang kulontarkan.


Akulah gelap, kemudian Sasmilah terang.


Seperti gelap dan terang, sesungguhnya kami tidak pernah hadir bersama dalam detik yang sama. Kami adalah dua jiwa yang timbul tenggelam dalam satu tubuh bernama SASMITA.




Friday, February 17, 2012

Selamat Tinggal Adek Shafa...




"Bagi saya, Tuhan bercerita dalam banyak bahasa; dalam banyak cara; dalam banyak cinta"


Sore ini, 17 Februari 2012, Tuhan berbicara dan mengajarkan satu hal kepada saya... untuk kesekian kalinya...

Saya merasa tertampar.

"Jadi, adek Shafa sakit apa ka?" tanya saya hati-hati kepada Ka Lili, kakak kelas sekaligus mentor liqo saya saat SMA. Ini pertemuan pertama kami setelah hampir lima tahun tidak bertemu. Sedikit saya sayangkan, mengapa harus dalam kondisi seperti ini kami bersua lagi. Mengapa harus di rumah sakit ketika anak pertama Ka Lili yang baru berusia belum genap dua bulan trebaring lemah dalam inkubator.
"Adek Shafa sekarang sedang masa kritis Nisa. Kata dokter beberapa organnya sudah tidak bisa berfungsi, ginjal dan hatinya udah tidak bisa beroprasi dengan semestinya. Kata dokter adek Shafa dalam kondisi gagal organ." terang Ka Lili dengan sangat tenang dan tampak sangat tegar. Berbeda dengan saya yang bahkan untuk berucap menyemangati saja sulit. Kemudian Ka Lili melanjutkan,"Adek Shafa ada riwayat gagal jantung juga, kemarin trombositnya merosot, yang seharusnya 15.000 untuk keadaan normal, adek Shafa cuma punya sekitar 4600-an trombosit, kurang dari sepertiganya". Saya semakin terdiam, tak pernah terbayangkan kalau saya yang berada dalam posisi Ka Lili. Saya yang orang awam dengan masalah kedokteran seperti itu saja sudah bisa memprediksi kemungkinan terburuk yang akan terjadi dengan bayi dua bulan ini. Tidak, saya meyakinkan hati saya bahwa semua bisa terjadi atas kehendak Tuhan. Kalau Tuhan mengizinkan Shafa sembuh, pasti sembuh, tanpa kenapa dan tanpa mengapa.
"Ka Lili kuat kan?" tanya Eka teman saya satu liqo yang juga ikut menjenguk Shafa di Rumah Sakit. Saya tahu, bahwa kegetiran Eka sama seperti yang saya rasakan. Teranalisa jelas dari gerak bibir Eka yang bergetar saat berucap. "Eka kuat kan?" Kak Lili membalik pertanyaan Eka. Wajah Kak Lili sangat tenang. Mungkin masa "gundah" sudah lulus dilalui Ka Lili. "Waktu aku hamil Shafa, Abi Shafa ditugaskan ke Kalimantan. Selama hamil Shafa, aku bolak-balik periksa kandungan sendirian. Alhamdulillah dua bulan menjelang kelahiran Shafa, Abinya dipindah tugaskan ke Jakarta. Rezeki Shafa untuk ditemani abinya ketika dilahirkan." Roman wajah Ka Lili mulai berubah sendu. "Shafa lahir, tapi katanya ada kelainan di jantung dan paru-parunya. AKu baru bisa ketemu Shafa di hari kesebelas. Aku yang mandiin Shafa, Jemur Shafa, jadi aku kerasa banget..." Ka Lili menjelaskan semuanya dengan nada yang datar, tapi saya dan Eka adalah perempuan, kami tahu ada segunung kesedihan yang terendam dalam datar suara Ka Lili. "Aku dan keluarga sudah mengusahakan yang terbaik, jadi biarin Tuhan yang nentuin apa yang terbaik untuk adek Shafa".

Beberapa menit kemudian, dokter yang menangani Shafa datang dengan tergesa dan memasuki ruangan ICU tempat Shafa di-inkubator. Kegetiran Ka Lili semakin sulit untuk disembunyikan. Tapi Ka Lili tetap bersikeras untuk tetap memasang wajah semuanya-akan-baik-baik-saja.

"Kalian mau lihat foto adek Shafa?" masih sempat ia menunjukan foto-foto Shafa dari telepon selulernya. Kak Lili tidak berubah dari lima tahun yang lalu, selalu bertingkah seperti tidak ada apa-apa walau jelas-jelas kami tahu bahwa ini sedang apa-apa! Aku dan Eka bertingkah mengikuti keinginan Ka Lili untuk pura-pura tidak gelisah dnegan melihat foto-foto Shafa. Sejujurnya, saya pribadi rasanya ingin menangis dan memeluk Kak Lili dan mengatakan bahwa Shafa akan baik-baik saja. Tapi tidak bisa. Kak Lili seolah tidak mengizinkan orang lain ikut bersedih atas apa yang ia sedihkan.

"Orang tua Shafa, bisa masuk" tiba-tiba suara suster dari balik pintu ICU. Ka Lili segera masuk dengan air wajah yang getir. "Semoga enggak ada apa-apa sama Shafa ya Sa" ujar Eka, saya hanya bisa mengamini. Aku dan Eka kembali melihat foto-foto yang ada di dalam telepon seluler Ka Lili. Melihat foto-foto Shafa yang cantik yang kemudian melihat foto Shafa yang terlilit banyak selang. "Gue enggak tega Sa ngeliat foto ini! Ga kuat gue ngeliat bayi sekecil Shafa harus dililit banyak kabel kaya gitu" ucap Eka. Saat itu aku hanya bisa diam.

Beberapa menit kemudian, wajah Ka Lili terlihat dari balik tirai ruang ICU, sambil memberi isyarat "tolong hubungi abinya Shafa", kepada anggota keluarga yang juga gundah bersama saya dan Eka di lorong rumah sakit. Kemudian seorang laki-laki tinggi yang ternyata kakak kandung kak Lili terlihat terkejut ketika tiba-tiba suster berada tepat di depannya sambil berucap "Bapak keluarganya Shafa?", "Saya kakak orang tua Shafa" jawabnya singkat. Lalu suster melanjutkan "Pada jam 15.45 (sependengaran saya) adek Shafa sudah meninggal dunia ya Pak, Bapak silahkan masuk sembari menunggu ayahnya Shafa, dan untuk keluarga lain mungkin bisa menyiapkan bedong atau kain penutup". Kontan kami semua yang berada di lorong terkejut mendengar penjelasan suster yang benar-benar terasa sangat tiba-tiba.

Saya dan Eka saling memandang. Kami mampu memahami perasaan masing-masing hanya dengan saling melempar tatapan. "Nisa..." bisik Eka. Saya diam. Ini kali pertama saya berada dalam kondisi saat ini. Bingung, karena banyak perasaan yang bercampur aduk di dada saya. Banyak hal yang meletup-letup dalam pikiran dan hati saya; bagaimana Kak Lili? apakah akan baik-baik saja? aaah bodoh! pastinya dia tidak baik-baik saja! Bagaimana dengan Shafa? Apa yang harus saya lakukan ditengah kebingungan anggota keluarga Kak Lili yang berada di lorong itu.

***

"Gue bakal nyesel kalau gue nunda untuk jengukin anaknya Kak Lili Sa! Ya Allah kita pas banget datengnya,,," ujar Eka di dalam lift untuk kembali pulang. Di kepala, hati dan semua organ yang bisa menangkap perasaan batiniah saya masih limbung. Selama perjalanan saya terus berpikir bagaimana hancurnya perasaan seorang wanita yang baru saja menjadi seorang ibu, lalu sekejap mata harus kehilangan buah hatinya yang selama 9 bulan berbagi darah, berbagi makanan dan berbagi kehidupan.

Kemudian, di tengah kelimbungan saya, wajah tenang Ka Lili kembali tergambar dalam ingatan. Wajah itu bukan hanya wajah wanita yang menggambarkan ketegaran, tapi wajah yang menggambarkan ketabahan dan mengisyaratkan kepasrahan dengan penuh keihlasan. Kesedihan Ka Lili memang tidak sempurna ia sembunyikan, tapi ada wajah lain yang akhirnya kutangkap; wajah yang meronakan pesan bahwa semua yang ada di kehidupan kita, bahwa semua yang datang dan pergi dalam kehidupan kita adalah milikNya. Bahwa Ia mempunyai hak penuh untuk mengambil semua yang (sesungguhnya) Ia titipkan kepada kita. Tidak semua orang bisa mengerti itu atau mungkin menerima itu, tapi saya yakin Ka Lili adalah manusia yang mampu memahaminya. InsyaAllah.

Subhanallah... sungguh sore yang penuh dengan kejutan. Sore yang penuh pengajaran, Sore yang penuh tamparan ketika saya harus membandingkan kemampuan saya dan Kak Lili menerima cobaan. Ya Allah... saya umatMu yang payah. UmatMu yang selalu berkesusahan hanya untuk menyukuri segala apa yang telah engkau berikan.

Allah. Aku percaya; Kau selalu memiliki alasan atas semua yang terjadi dalam kehidupan manusia, dan Kau selalu mempunyai rencana terbaik untuk umatMu. Begitupun Ka Lili. Aku yakin ini cara Mu menguatkannya. Bahwa ada alasan dan rencana indah yang kau persiapkan untuk Ka Lili dan keluarganya setelah ini semua. Kuatkan Ka Lili dan keluarga ya Allah. Timang adek Shafa sebagai bidadari mu di SurgaMu yang kekal.

Amin.



"Dan saya percaya ini salah satu caraMu bercerita kepada ku dan kami semua"






Sunday, January 22, 2012

di sudut kebebasan

Saya seperti diungsikan.

Saya duduk sendiri di ujung pantai entah di mana, di atas batu karang. Sendiri.

Hanya deburan ombak yang mampu saya pandangi. Sesekali saya menutup mata untuk berpikir, dalam gelap, terdengar bisikan angin dan kicauan burung. Laut. Penuh kebebasan.

Saya tak mampu banyak bergerak. Karang yang ku duduki cukup licin dan tak cukup memberikan keleluasaan untuk bergerak. Saya sungguh diungsikan. Oleh Tuhan. Mungkin.


Maka hanya ombak ku dedikasikan mataku untuk memandang. Selepasnya hanya laut bebas yang ramai tapi sendu dengan birunya yang ambigu.

Aku diungsikan sendiri--seperti dipaksa--mendengarkan celoteh alam lewat semua keriuhan yang sepi ini.

Akhir-akhir ini sepertinya saya terlalu banyak meminta.

Saya lupa untuk bersyukur.

Ini bencana; maka Tuhan mengungsikan saya di sudut laut ini sendiri. Agar saya tidak hancur dengan kerusakan yang saya buat sendiri dengan sadar.






Saturday, January 7, 2012

HUJAN

Aku menutup mata. Mendengar irama alam yang sederhana. Memanggil bebebrapa peri dari dalam imajinasi, mengajaknya ikut bermain, dan kutawarkan siapa saja yang ingin bernyanyi... Aku memebiarkan diri semakin masuk dalam irama alam yang sederhana. Aku berjumpa dengan sunyi di sini. Ia mengajak Damai. Katanya, Damai baru benar-benar akan datang jika aku memberikan semua ambisi dan sedihku. Peri-peri yang menari di atas kepala ku dengan sigap masuk satu persatu ke dalam dadaku dan mengambil berkarung-karung sedih dan ambisi. Aku mulai melihat Damai. Iya menari, melompat mengikuti alunan irama alam yang sederhana. Sunyi mulai berubah bentuk menjadi embun yang bening. Kemudian para peri kembali menari. Tetesan embun semakin menjadi-jadi. Damai melompat-lompat, sesekali memamerkan sayap. Irama ini indah. Aku suka hujan.