Monday, December 30, 2013

Hujan. Pagi. 31 Desember. Dimana Tuhan?

Ternyata benar,
ketika hujan, di saat langit gagal menjadi satu-satunya atap untuk berteduh,
hujan menjadi mesin waktu yang sempurna.

Hujan. Pagi. Dan 31 Desember.
Adalah penemuan terhebat dalam mengumpul kenangan dan rasa rindu.

Apa yang kau harapkan esok?
Saat pagi akan sama seperti pagi-pagi sebelumnya
Saat senja akan tetap menjadi bagian terindah yang dinanti dari kepergian matahari
Hanya saja...

31 Desember selalu terlihat sebagai halaman terakhir dalam satu bab kehidupan
31 Desember selalu bisa menjelma sebagai lembar-lembar kosong untuk menulis harapan
31 Desember selalu akan menjadi akhir malam dalam penantian sebuah pagi yang rentan

Tuhan,,, di mana Kau di malam tertanggal 31 Desember?
Apakah Kau bersembunyi di balik semburat cahaya kembang api di langit malam?
Apakah Kau berbicara dalam lenguhan terompet yang membabibuta dalam hingar bingar?
Atau apakah Kau berdiam dalam hati manusia-manusia yang memilih sendiri dalam sadar?

Entah lah, Tuhan...
Hanya saja aku selalu merasa Kau tak pernah beranjak dari hatiku
Entah di malam tahun baru ataupun malam-malam penuh sendu

Terimakasih atas kesetiaanMu memenuhi hatiku, Tuhan...
Kau baik. Kau selalu menjadi yang terbaik dalam hidupku, Tuhan...

Terimakasih,
Malam tahun baru akan selalu menjadi indah,
karena hatiku selalu tercukupkan oleh Mu, Tuhan.

MemilikiMu, aku merasa cukup.

Tuesday, December 24, 2013

sayangnya, tak semua orang mengerti itu

Aku paham dan mengerti, terkadang Tuhan tetap meletakan kita pada satu jalan yang entah akan membawa kita kemana. Sekeras dan setangguh apapun kita mecoba untuk keluar dari jalan itu, di luar kuasa kita, Tuhan menjadikannya kita tetap berjalan di jalanan itu.
Kau tahu,,,
Tuhan yang paling tahu untuk menjadi apa kau diciptakan...
Dan tak semua manusia memahami hal itu

Tak ada ukuran pasti di dunia ini. Mata yang menangkap wujud, logika yang menghitung-hitung dan menerka-nerka tidak akan selalu terus-terusan benar. Sesuatu yang terlihat sangat membahagiakan tak selalu benar-benar bahagia. Sesuatu yang trlihat sangat menyedihkan tak selalu berarti sedih. Tuhan tidak pernah menakar kebahagiaan dalam satuan yang sama untuk setiap umatNya.

Kau boleh punya mimpi,,, sangat boleh untuk bermimpi,,,
Tapi selipkanlah doa agar Tuhan turun tangan untuk memilih dan memilah mimpimu
Saat Tuhan tidak memberikan apa yang kau harapkan,
Percayalah, hal ini sesederhana seorang ibu yang tak memberikan anaknya jajanan pasar yang rentan akan membuat anaknya jatuh sakit. Tuhan sedang melindungimu...

Sayangnya,tak semua orang memahami itu.

Kau tahu mengapa orang tua menjadi lebih bijaksana...?
Karena banyak dari mereka telah menemukan jawaban-jawaban atas kesedihan yang pernah mereka rasakan terdahulu...
Mereka yang dulunya sering mencoba dan gagal, akan menemukan lebih banyak jawaban atas kegagalan-kegagalan mereka, dibanding seseorang yang hanya memilih diam

Saat ini kau seperti manusia yang berusaha memanjat tebing dinding jalanmu,
Berharap menelusuri jalan yang berbeda,,,
Tuhan tahu kau sangat berusaha. Tuhan tahu kau terluka dan menangis dalam usaha mu untuk pergi dari jalan ini,,,
Tapi kata Tuhan,,, "sabarlah untuk tetap menyusuri jalan ini,,,"
Kemudian kau sedih, dan itu sangat wajar. Karena kau tak tahu, atau lebih tepatnya belum tahu apa yang direncanakan Tuhan untuk mu.
Sementara, menurut mu, kau sudah memiliki harapan dan rencana yang sesuai dengan perhitungan manusiamu.
Kau lupa, kau hanya manusia, dan Tuhan adalah Dia yang menciptakan mu,,,

Kau harus belajar menerima,
Kau tahu, saat orang mengatakan,"kau harus belajar menerima kegagalan", sesungguhnya tidak ada kegagalan yang harus diterima. Kau tidak sedang gagal, kau sedang diarahkan dengan tidak mendapatkan apa yang kau inginkan, tapi untuk mendapatkan apa yang kau butuhkan.
Kau sedang menuju takdirmu, kawan...
Takdir yang saat ini masih belum kau tahu,
Tapi percaya saja, ini akan menjadi awal takdir terbaikmu

Sebut saja aku seperti sedang mencoba untuk melapangkan hatimu,
Tapi ku beri kau satu rahasia,
Keikhlasan akan selalu mendatangkan kelapangan dalam hatimu
Penerimaan yang ikhlas akan selalu menentramkan jiwamu
Teruskah berprasangka baik dengan ketetapan yang Tuhan berikan kepadamu,,
Karena Tuhan tak akan pernah jahat dengan umatNya, Nisa

-K-


Wednesday, December 18, 2013

tentang Kecewa

Saat ini,,,

Aku sedang menduga-duga hatimu
Atau mungkin, aku juga sedang menduga-duga hatiku

Aku tak tahu,,,
Atau mungkin aku yang tak pernah tahu bagaimana caranya mencari tahu
Tentang hati yang menunggu,
Tentang tanda-tanda dari sebuah rindu

Percayalah, aku bukan perempuan keras kepala
Hanya saja, aku sedikit takut untuk mengira-ngira

Aku tak suka menduga-duga,,,
Karena yang sudah-sudah aku selalu gagal dalam menduga
Kemudian kecewa,,,

Aku tahu, kecewa adalah ruang yang mengizinkan manusia untuk belajar
Tapi kau juga pasti tahu bahwa merasa kecewa tak pernah menyenangkan
Aku tahu, kecewa adalah cerita yang membawa banyak pesan
Tapi kau juga pasti tahu bahwa kecewa selalu membuat hati terasa hambar

Mungkin mereka benar,
Umurku terlalu siang untuk takut berpapasan dengan kecewa
Bahkan mungkin aku harus lebih kuat bertahan dari terik yang mungkin membuat kulitku legam...
Berdiri lebih kuat dari desau angin lembut yang terkadang menidurkan
Serta belari lebih cepat saat hujan dan awan hitam yang mengejar-ngejar

Sudahlah,,,

Aku tak mau menduga dan mengundang kecewa

Seharusnya aku mulai membaca dan menemukan pesan yang kau bawa

Tapi aku tak pernah yakin untuk tidak memmbutuhkan waktu yang lama

Sunday, December 15, 2013

24 Tahun di Bulan Desember

24 tahun di bulan Desember,
Saatnya memilih dan memilah apa-apa yang harus ditinggal dan tetap disimpan

Aku masih menunggu kabar baik Mu di akhir pekan,
Paling tidak sebuah kabar yang mengakhiri penantianku

Penantian yang hanya Kau paling tahu

24 tahun di bulan Desember,
Aku semakin mengenal Mu, Tuhan,,,
Dan aku tahu, selama 24 tahun ini, Kau tak pernah melewatkan yang terbaik untuk hidupku

Walau terbungkus dengan air mata,
Walau terbungkus kesedihan,
Walau terbungkus dengan keresahan,
bahkan penyesalan,
Pada akhirnya aku paham, apa yang Kau pilihkan untukku tak pernah keliru

Maka,
Datangkanlah kabar baik yang Kau kabari sendiri kepadaku
Jadikanlah hatiku untuk tak terus-menerus meminta,
tapi buatlah aku memiliki hati yang penuh syukur dalam menerima...

Datangkanlah orang-orang yang memang harus datang
Datangkanlah lupa untuk orang-orang yang tak lagi harus dipikirkan

Dipertengahan Desember,
aku melarung lara dalam genangan hujan

Menata hati untuk menemukan apa yang harus kutemukan

Tuesday, December 10, 2013

Hujan dan Lamunan yang Tak Selesai

Hujan dan lamunan yang tak selesai...

Malam ini kau percaya bahwa hujan ditaburkan Tuhan untuk meredakan kelu hati yang kunjung tak berdamai

Kau harus menanggalkan takutmu sejenak, kawan...
melepas resah dan ketidakpastian yang datang dan pergi sesuka hati

Kau harus paham, selalu ada ruang untuk hati yang temaram,
Redup dan terang di bawah bayangan bulan di tengah hujan

Kau harus tahu, hati yang merindu sering memilih bisu
Meremuk dalam sendu yang selalu menjadi gagu

Atas rasa-rasa yang Tuhan selipkan atas satu nama dan bayangan yang itu-itu saja, akuilah, kau sedang jatuh cinta

Tak apa jika hatimu masih terlalu curiga,
Jika dia yang kau rindu juga jatuh pada hati yang sama,
maka dia akan pelan-pelan menghampiri mu untuk menukarkan curiga mu menjadi percaya

Dia yang mencintai akan bersabar menunggu redanya hujan bimbang dalam hatimu,
Dia yang memahami akan bersabar membaca tanda-tanda samar dari hatimu

Dia akan bersabar menunggu mu mengerti bahwa dia ada untuk melengkapi

Dan saat kau mengerti....

Mungkin dia adalah hujan yang selalu memberi ruang untuk lamunanmu yang tak pernah selesai

Annisa Rahmah
13 Desember 2013,
Yogyakarta di kala hujan






Thursday, December 5, 2013

@annisarahmah pada 5 menuju 6 Desember

Seperti yang sudah-sudah...

Tawa dan senyuman yang keluar sepanjang hari terbayar oleh air mata di tengah malam menuju pagi

Ada rasa, dan pesan-pesan hati yang ingin disampaikan tapi entah kepada siapa. Untungnya saya hidup di mana manusia tidak pernah benar-benar sendiri dan tidak pernah benar-benar bersama; ragam media sosial yang memungkinkan itu.

Jadilah, tengah malam sepulang kuliah saya mengetik hal-hal yang ada di kepala saya.

Seperti yang sudah-sudah...

Bagi saya menulis itu menyembuhkan. Semacam obat yang entah apa ramuannya tetapi selalu berhasil membuat hati lebih tenang.

Beruntungnya saya, ketika ternyata obat itu tidak hanya menyebuhkan saya, tapi mereka yang membacanya,,,

pede sekali saya?

Ah... biarkan. Satu dari sekian alasan tersenyum yang saya temukan di pagi ini adalah saat tahu banyak yang me-RT tulisan tadi malam. Sebagai Penulis pemula yang norak kegirangan karena banyak yang RT, jadi saya tuliskan lagi apa yang saya tuliskan di TL @annisarahmah:


Jika terang belum sampai ke ujung jendela kamar mu, jangan gusar. Ingat saja bahwa bumi itu berputar. :)

Pagi dan pemandangan di ujung dermaga selalu seperti bercerita tentang hidup, tentang perjalanan, tentang yang datang dan meninggalkan :)

Karena pagi tak pernah kehabisan cerita tentang harapan dan awal menuju kebaikan. Tak pernah lupa membawa sekantung pesan dari mimpi semalam


Saya berpikir, kadang kita butuh untuk sekedar diam dan membiarkan waktu menunjukan apa sebenarnya yang diinginkan Tuhan :)

Ada waktu di mana untuk merasakan bahagia kita cukup menerima dan percaya. Terkadang cukup itu saja.

Ya. Sering kita lupa tentang hal-hal indah yang Tuhan sembunyikan di balik malam yang terlalu panjang untuk dihabiskan sendirian.

Kita harus belajar, bahwa apa yang kita harapkan tidak akan selalu benar, serupa dengan apa yang kita hindarkan tidak akan selalu salah.


Maka pelan-pelan kita paham, bahwa tangan Tuhan bekerja dengan banyak cara yang tidak selalu bisa kita pahami.


Kadang resah hanyalah sampah yang entah akan kita apakan, sampai kita tak punya pilihan untuk kemudian sekedar membuangnya.


(Karena kemudian kita menyadari satu hal) bahwa kita terlalu awam untuk membaca pertanda-pertanda semesta. Terkadang kita terlalu yakin untuk hal-hal yang tidak perlu terlalu diyakini.

Tuesday, December 3, 2013

BUMBUM

Namanya Bumbum. Saya beri nama Bumbum karena saat itu dia yang paling lincah di antara anak kucing lainnya. Dia berlari kesana-kemari seperti bombomcar. Saat itu umurnya mungkin baru dua atau tiga bulan. Bumbum dibelikan seseorang untuk mengganti kepergian Gebbo.

(foto Gebbo)

Hingga detik ini, sudah hampir tiga tahun saya merawat Bumbum. Senang dan sedih sering saya habiskan bersama Bumbum.Waktu saya berhasil membeli camera DSLR dengan tabungan sendiri, Bumbum pasrah untuk dijadikan photo model dengan wajah "Bete"-nya.

Waktu saya terseok-seok menyusun skripsi, Bumbum selalu menemani saya hingga malam bahkan pagi. Dia selalu tidur di samping laptop saya. Bumbum yang membuat saya berani menjaga rumah seorang diri. Dan saat saya sakit demam, Bumbum sering tidur di kaki saya, setia menjaga.


Selama tiga tahun ini, banyak hal yang saya lakukan bersama Bumbum...


Dan sekarang Bumbum sakit,
Tampaknya cukup parah...

Ada kelainan darah dan fungsi hatinya.

Ini sudah dua kali Bumbum jatuh sakit.

Saat pertama kali dia jatuh sakit, dokter yang merawat Bumbum penah bilang "Saya sudah berusaha. Tapi kondisi Bumbum terlalu parah. Sekarang tinggal seberapa kuat Bumbum bertahan,,," saat itu mata Bumbum sayu, bahkan terlihat sangat redup. Dan saya merasa sangat bersalah. Saya tidak cukup baik menjadi majikannya. Seharian saya menangis di kamar, yakin sebentar lagi akan kehilangan Bumbum.

Tapi ternyata Bumbum jauh lebih kuat dibanding yang diperkirakan... perlahan demi perlahan Bumbum sembuh. Kembali bermain dan keliling komplek. Dokter cukup kaget dengan perkembangan Bumbum. Ada satu ucapan Dokter yang selalu saya ingat; "Bumbum itu kuat, kemauannnya untuk sembuh tinggi!", dan detik itu saya tersenyum sambil berbisik dalam hati, 'itu baru kucing gue!"

Setahun berselang...

Satu bulan yang lalu penyakit Bumbum kembali kambuh. Seperti dulu, semaksimal mungkin saya melakukan yang terbaik untuk Bumbum. Lagi-lagi kelainan fungsi hati, kata dokter. dua minggu rawat inap, Bumbum membaik. Satu minggu di rumah, Bumbum semakin baik. Tapi...


Beberapa hari ini Bumbum kembali lemah...

Dan saya mulai kehilangan harap.

Tuhann...

Apakah ini saatnya Kau mengambil Bumbum dari aku?

Jika Iya, maka ambillah...

Aku ikhlas, untuk memulangkannya kembali kepada Mu,,,

Tiga tahun sudah cukup, Tuhan

sudah sangat cukup.


Jangan membuat Bumbum terlalu lama merasa sakit,

AKu mohon jangan...

Jika Kau masih berbaik hati, sembuhkan lah Bumbum,,,

karena kehendak Mu untuk menyembuhkan adalah obat yang tak tergantikan bagi Bumbum,


Tapi,


Jika memang telah habis waktunya,

Maka ambilah saja,,,

Mungkin aku akan sering menangis di kala malam,

tapi itu lebih baik dibanding harus melihat mahkluk itu semakin kurus dan kesakitan

Tuhan... aku sayang Bumbum...


Sayang sekali :"(





Friday, November 29, 2013

RINDU

Aku membuka-buka beberapa gambar yang di dalamnya ada senyum kita, kawan.
Ada tawa lepas di situ. Tawa yang membungkus rasa yang masih bisa diecap hingga saat ini. Mataku terpaku dengan sisa kenangan ini. Sisa-sisa kebesaran kita yang enggan beranjak menjadi tua. Sisa-sisa kebebasan yang sekali-kali kita sepakat untuk melupakan kewajiban kecil dan memilih untuk bersenang-senang. Kita masih lugu saat itu. Kita masih terlalu muda dan terlalu riang menyambut masa depan yang entah ada apa di sana.

Kalian masih ingat dengan senyum-senyum ini...



Dan saat ini,, beberapa dari kita menapaki berbagai badan jalan yang saling terpisah. Tapi kita paham, pada akhirnya kita akan sampai pada satu tujuan yang sama.

Hingga saat itu tiba, bisakah kita tetap saling menyebut nama dalam doa? berharap ada jeda yang Tuhan berikan bagi kita untuk mengambil satu foto kenangan, yang akan kita simpan hingga akhir kehidupan.

Jumat, 29 Nopember 2013


Hujan yang setengah hati, dan mendung yang teduh...
Dan pikiran yang meracau gaduh.

Tuhan...

Hari ini aku sibuk merumuskan definisi dari “perasaan yang entah apa aku menyebutnya”
Mengintip-intip langit dari jendela, mencari-cari ujung angkasa,
Siapa tahu menemukan seperjuta dari senyuman Tuhan

Tapi tunggu...

Tuhan, apakah Kau pernah tersenyum?


Apa?

Apa yang ada di ujung senja selain malam?
Apa yang ada di ujung malam selain pagi?
Apa yang ada di ujung pagi selain siang?
Dan apa yang ada di ujung siang selain senja?

Dan saat ini aku memikirkan sebuah jawaban: HARAPAN.


Sederhana

Kau takut apa?, kata mu
Aku takut tidak menjadi apa-apa, jawab ku
Sekarang kau bukan apa-apa?, tanya mu
Memangnya sekarang aku apa?, tanya ku
Entahlah, mungkin seseorang yang terlalu sering tersenyum?, jawab mu
Sesederhana itu?, tanya ku

Senyum adalah bagian dari bahagia, dan bahagia tidak pernah menjadi hal yang sederhana bagiku.

pic: https://weheartit.com/entry/17096783

Monday, November 25, 2013

tulisan yang dalam beberapa saat akan saya hapus...

Malam, lagu kesukaan dan sebuah laptop yang sudah tua, adalah obat bagi rindu yang gagu

Aku menulis untuk menyembuhkan sakit yang entah ada di bagian mana tubuhku,

Aku menulis untuk meredakan gundah yang entah mengapa terus ada di kepala dan hatiku,

Aku menulis untuk menyampaikan rindu yang entah kepada siapa ku tuju,


Mungkin, memang ada satu, dua atau beberapa manusia aneh seperti aku yang Tuhan ciptakan di dunia ini.

Entah untuk apa, dan entah untuk menjadi siapa nantinya...


Manusia aneh seperti ku, sangat senang mendengar seseorang bercerita,

kemudian berpikir...

dan menuliskannya


Manusia aneh seperti ku ini, sangat senang memperhatikan hal-hal kecil,

mengingat hal-hal yang sering dilupakan,dan melupakan hal-hal yang sering diingat oleh kebanyakan

kemudian berpikir...

dan menuliskannya


Aku hanya ingin terus menulis,

Tak peduli aku belum bisa menulis.


Aku hanya ingin terus menulis,

dari cerita-cerita kalian dan cerita-cerita Tuhan.

Teruslah bercerita...

sehingga aku bisa terus menulis :)



Berlalu...


Pagi ini aku menunggu matahari sambil duduk berbincang dengan Mu...

Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku ingin Kau yang pertama kusapa

Tuhan... aku sudah membuat kesepakatan dengan diriku sendiri malam kemarin,

Semoga kau berkenan mendengarkannya...


Dan aku berjanji kepada diriku untuk berusaha mengeja cinta dengan "sebuah nama yang baru"

Dan aku berkata kepada diriku untuk mengizinkan siapapun yang datang untuk mengenalkan hatinya kepadaku

Dan aku menjelaskan kepada diriku, bahwa Kau telah menciptakan aku dengan cara yang istimewa untuk menjadi wanita yang istimewa pula

Dan karenanya,

Aku paham,

Bahwa aku pantas untuk diperjuangkan oleh "sebuah nama yang baru" itu

dan tidak lagi terperangkap dengan harapan semu

Tuhan...

Aku rasa Kau telah mengamini sebagian doa ku...


Walau hingga detik ini, aku tak tahu siapa yang akan menjadi nama baru untuk tujuan rinduku...

Tak apa...

Aku percaya rencanaMu, Tuhan...

Aku menunggu rencana indahMu...

Selalu.

Setidaknya, terimakasih telah membiarkan satu hal berlalu dalam hidupku :)




Friday, November 15, 2013

Untuk Kau yang Membaca (aku) Dalam Diam

Kau...

Terimakasih telah jatuh cinta kepada tulisanku,

Terimakasih telah membaca aku diam-diam...


Bisakah aku menjadi bukumu?,

yang menemani sepimu di saat waktu memberi kesenggangan,

yang bercerita tentang banyak hal kepadamu dalam sedih maupun senang,

yang selalu kau baca dan kau pahami dalam lisan maupun tulisan.





Untuk kau yang membacaku dalam diam

Monday, November 11, 2013

Bercerita saja :)


Di depanku, siapapun termasuk dirimu tak perlu terlihat kuat.
Di depanku, siapapun termasuk dirimu tak perlu terlihat hebat.
Karena bagiku, tak penting apa yang terlihat,
tapi tentang rasa apa yang terpahat.

Jadi datanglah dengan apa adanya
Dengan apa adanya rasa yang kau punya
Dengan apa adanya cerita yang ingin kau bagikan
Dengan apa adanya dirimu sebagai kamu.

Tak perlu berusaha menjadi kuat,
Karena aku sesungguhnya lebih menginginkan menyembuhkan lemahmu
Tak perlu tampak hebat,
Karena aku sesungguhnya lebih menginginkan kebersahajaanmu.

Maka datanglah...
Sekedar bercerita dan berbagi tawa,
Atau sekedar jujur tentang rasa sedih yang kau punya.

Aku di sini,
Untuk mendengarkan cerita

Cerita mu, dia dan mereka :)


photo by: channshinee.deviantart.com

Sunday, November 10, 2013

Rey!





“Lo sakit?” Tanya saya saat itu kepadanya. Dia hanya menjawab dengan gelengan dan wajah yang sendu. Dia adalah salah satu teman yang cukup jarang mengeluarkan suara di kelas. Pendiam, dan tertutup. “lo udah ngerjain tugas?” tanyanya datar. Saya buru-buru membuka ransel saya, “Ini! Gue udah selesai ngerjain tugasnya. Lo mau liat?” ujar saya dengan penuh semangat dan penuh senyuman sambil menyodorkan tugas saya kepadanya. Saat itu dia hanya menatap saya. Melihat dalam ke mata saya. Tangannya tampak tidak ada niat smaa sekali untuk menyambut buku Tugas saya, dan saya mulai bingung, “Ya... gue enggak tau kalau tugas gue bener apa enggak... tapi... kalau lo mau liat ya boleh... tapi kalau enggak ya juga enggak apa-apa sih...”, kata saya. Dia masih memandang wajah saya lekat dan bola matanya seperti mencari-cari sesuatu di bola mata saya, “Gue enggak mau liat tugas lo kok, gue Cuma nanya aja” jawabnya kemudian kembali menenggelamkan kepalanya, meletakan di atas meja. Saya bingung, kemudian pergi meninggalkannya. Sebal!

________________________________________________________________


“Lo sahabat gue, Sa” katanya. Sore itu jam sudah menunjukan pukul 17.00, delapan puluh persen murid sudah pulang. Sudah tidak ada lagi pelajaran. Panggilah dia dengan sebutan “Rey” salah satu teman dekat (yang unik) yang saya miliki. Masih di sore yang sama, mata kami basah karena suatu hal-- biasa masalah organisasi (gaya!). “Dulu, gue ngerasa kalau gue enggak punya siapa-siapa di dunia ini, Sa... gue selalu ngerasa kalau enggak ada yang mengharapkan kehadiran gue di dunia ini. Sebesar apapun gue mencoba untuk menunjukan ke dunia bahwa gue berharga dan pantas diperhitungkan, semakin gue menemukan banyak orang yang tidak tulus terhadap hidup gue, Sa..”. Rey mulai menangis lagi. Saya hanya diam mendengarkan. “Gue tumbuh tanpa rasa percaya kepada siapapun. Semua orang yang datang ke dalam hidup gue hanya karena mereka membutuhkan gue, bukan karena ingin mengenal gue. Sampai akhirnya di suatu pagi ada perempuan menghampiri gue dengan senyuman andalannya dia, dan dia nanya apa gue baik-baik saja. Waktu dia nanya keadaan gue, yang gue pikirin saat itu adalah ‘dia pasti mau minjem tugas gue’ pas gue tanya apa tugasnya sudah selesai , eh ternyata dia malah ngasih buku tugasnya ke gue”. Saya yang memang agak lama nyambungnya, hanya manggut-manggut saja mendengarnya.
“Waktu dia mengeluarkan bukunya dan bilang, ‘lo mau liat tugas gue?’, gue coba nyari apa sih yang sebenernya perempuan ini mau dari gue, semakin gue liatin wajahnya, gue enggak nemuin apa-apa. Hari itu hari bersejarah buat gue, karena dia adalah orang pertama yang nawarin tugasnya untuk gue contek. Kali pertama ada orang yang menyapa gue dan bertanya keadaan gue tanpa tendensi apa-apa. Biasanya... temen sekelas gue nanyain kabar gue karena mereka mau liat tugas gue, Sa...”

“Tapi buktinya enggak semua orang mau manfaatin lo kan, Rey? Buktinya ada si perempuan temen lo itu yang lo ceritain tadi” jawab saya.

“Lo beneran enggak tau ya Sa, gue dari tadi lagi nyeritain siapa?”

“Enggaklah, Rey! Emangnya gue mama loreng bisa tau masa lalu lo... emang siapa, Rey”

“Perempuan itu, elo, Sa... Annisa Rahmah!”

Saya yang merasa bingung dan sedikit bersalah karena sebenarnya dari awal Rey bercerita saya agak bingung dengan apa yang Rey ceritakan. Saya hanya bisa senyam-senyum bingung. Hal terkait ‘meminjamkan tugas untuk dilihat teman’ bukan suatu hal yang harus diingat bukan? Materi sekolah dan kuliah saja saya sering lupa, apalagi tentang kepada siapa saya menunjukan tugas saya?

“Eh gue ya, Rey? Gue lupa Rey...”

“Hahaha... enggak usah masang wajah melas gitu juga kali, Sa! It’s oke. Karena sekarang pun gue sadar, kadang ada hal-hal yang menurut kita sangat sederhana, tapi menjadi sangat berarti buat orang lain. Dan waktu itu... mungkin menurut lo, menawarkan tugas ke gue bukan hal yang besar, tapi saat itu, buat gue yang hampir kehilang seluruh kepercayaan kepada orang lain, menganggap hal itu luar biasa, Sa!”


***


Sampai saya lulus kuliah S1 pun saya masih merasa bahwa Rey terlau berlebihan menilai tentang saya. Tapi kemudian, saat ini saya mulai memahami apa yang dikatakan Rey sore itu. Bahwa ada hal-hal yang (mungkin) menurut kita sangat sederhana dan biasa saja, namun menjadi sangat istimewa bagi orang lain yang menerimanya. Begitupun sebaliknya, adakalanya sesuatu yang menurut kita istimewa, dianggap biasa saja oleh orang lain. Kemudian saya mengingat nasihat senior saya, bahwa karena kita tidak pernah tahu bagaimana hati orang lain menangkap perilaku dan ucapan kita, maka kita harus terus berhati-hati dalam bertindak dan berucap. Bersyukur ketika hal yang menurut kita (ucapan dan perbuatan) biasa itu menjadi suatu hal yang positif buat oran lain, tapi bagaimana jika sebaliknya? maka jangan sekali-kali kita memperlakukan orang lain dengan tidak baik, karena bisa jadi, hal yang menurut kita sesuatu yang remeh-temeh tapi ternyata melukai hatinya.

Kemudian saya bertanya, “Kak... bagaimana kalau dia merasa sakit karena bukan sepenuhnya kesalahan kita? Tapi karena hatinya yang dari awal sudah penuh curiga terhadap kita?”

dan senior saya pun menjawab,

“Itu bukan lagi masalah kamu, Nisa... tentang isi hati dia, kamu dan manusia lain yang ada di dunia ini hanyalah kapasitas Tuhan,,, Kita sebagai manusia hanya berusaha untuk berperilaku baik kepada manusia lain. Tentang mereka yang menerima kita dengan senang hati ataupun penuh curiga itu bukan hal yang harus kamu pikirkan. Mulai semuanya dari niat yang baik, Nisa... kemudian biarkan tangan Tuhan yang mengatur hati mereka yang menerima niat baik kita”

Kemudian saya mengingat pesan Ibu,

“Jangan pernah takut untuk melakukan hal baik kepada orang lain. Nantinya orang itu akan menganggap niat baik kita sebagai bentuk cari perhatian atau apalah, jangan terlalu dipikirkan! Karena niat baik dan ketulusan akan selalu sampai ke dalam hati yang menerimanya”


Maka... terimakasih untuk kalian yang selalu mengingtakan saya untuk menjadi manusia yang tidak takut untuk berniat baik :)

Sunday, November 3, 2013

FIGHTING FOR SOMETHING, and let it be... (Pengalaman Melamar CPNS BAPPENAS)


3 November 2013

Hampir 12 jam, yang harus saya tuliskan di blog ini agar saya bisa terus mengingat, bahwa salah satu cara menghargai kehidupan adalah dengan mengikhlaskan suatu hal untuk sebuah kebaikan.


bermula di hari Sabtu, 02 November 2013

Bangun pukul 04.30, solat subuh dan kemudian menyiapkan semua hal untuk tes CPNS Bappenas tahap Psikotes dan FGD hari ini. Semua harus disiapkan dengan benar-benar siap. Bukan main-main, kedua orang tua saya sangat menaruh harapan besar agar anak bungsunya bisa diterima kerja di Bappenas ini.
Menuju Taman Suropati, pukul 06.45 saya sampai di depan gedung Bappenas. Pagi itu saya bertemu lagi dengan dua sosok yang baru saja saya kenal kemarin. Namanya Rahma, lulusan UGM (saya lupa jurusan apa), saat ini dia sedang menetap di Bali bersama suaminya, yup! dia seumuran dengan diri saya dan sudah menikah. Saya sempat kaget saat melihat perut Rahma dan sontak bertanya "Rahma kamu sedang hamil?" , Rahma hanya tersenyum dan mengangguk sembari mengelus perutnya... "Berapa bulan?" tanya saya lagi. Masih sambil tersenyum Rahma menjawab "Delapan bulan, Nisa".

Sosok berikutnya, saya kenal juga bersamaan dengan Rahma. Saya memanggilnya Mbak Windi. Dia seorang pengusaha online yang menurut saya sudah cukup mapan. "Anak saya sudah dua, Nisa" kata Mbak Windi saat saya bertanya angkatan masuk universitas kepadanya. "Mbak, nikah muda ya? anaknya masih kecil-kecil pasti ya? habis enggak keliatan kalau mbak sudah punya anak dua!!" jawab saya. Saya, Rahma dan Mbak Windi mengobrol panjang lebar, sampai akhirnya Rahma bertanya,"Mbak Windi ini ngapain lagi ngelamar di sini? toh bisnisnya sudah mapan." lalu Mbak Windi menjawab, "Iya... tapi saya rasa-rasanya kurang tenang kalau belum punya penghasilan tetap. Anak saya dua, sedangkan suami saya sudah meninggal empat tahun yang lalu. Saya harus punya persiapan untuk membesarkan anak-anak saya kan?" katanya sambil tersenyum. Saat mendengar itu, saya dan Rahma saling bertatap sambil mengucap lirih Innalillahi wa innalillahi roji'un.

TPA Bappenas akhirnya dimulai. Dari 250 soal, dipastikan tidak kurang dari 60 dari 90 soal matematika saya "tembak" tanpa melihat soal. Lebih baik seperti ini daripada saya kejang-kejang sendiri di ruangan tes?.
Rahma duduk di belakang saya, Mbak Windi lebih belakang lagi.Seusai TPA, saya dan Mbak Windi serempak menghampiri Rahma dan bertanya "Rahmaaaa... kamu enggak apa-apa? enggak pusing? enggak mual kan?" tanya saya. "Iya Rahma,,, kamu enggak apa-apa? saya yang enggak hamil aja mual banget nih ngebaca soal TPA nya?" timpal Mbak Windi. Rahma lagi-lagi hanya tersenyum sambil bilang "Alhamdulillah enggak apa-apa kok" . "Semoga satu posisi di Bappenas ini jadi rejeki kamu dan bayi kamu yah" entah kenapa tiba-tiba saya mengucapkan itu. Mungkin karena saya tahu perjuangan Rahma dari Bali dalam kondisi hamil tua seperti ini layak untuk mendapatkan pekerjaan ini.

Oiya, saya hampir lupa menceritakan satu kejadian. Di pagi hari, saat absen masuk TPA Bappenas ada seorang panitia pelaksana--seorang bapak-bapak--yang memerhatikan Rahma dan perutnya. Kemudian bapak itu bertanya kepada Rahma "Nak, kamu diantar suami kamu?", "Endak, Pak" jawab Rahma singkat. "Kalau nanti pas TPA kamu ngerasa mules atau kenapa-napa kamu bilang saja ya... tapi semoga tidak ada apa-apa. Tadinya kalau kamu sama suami kamu, bapak mau bilang agar dia standby di dekat ruangan. Tapi ya enggak papa, semoga bayinya kuat." Saya yang berdiri tepat di belakang Rahma tersenyum mendengar ucapan bapak tadi. Dan di dalam hati berucap "Ayo Rahma pasti bisa!" tidak peduli, tidak ada satupun yang bisa mendengar :)

Baiklah, kembali pada tanggal 03 November.
Bukan Annisa Rahmah kalau saat jam FGD saya tidak salah kelompok. Yup! Saya sempat salah kelompok, salah ruangan dan kemudian... saya bolak-balik keluar ruangan, dan dilihat banyak orang yang pada akhirnya saya sedikit telat... dampaknya... nama saya yang paling dihapal sama teman-teman FGD dan panitianya. Sedih, tapi Alhamdulillahnya, saya mendapatkan temn sekelompok yang baik-baik; Hani (angkatan 2009 UNPAD; Anaknya manis sekali dan menyenangkan), INA (angkatan 2008 UNPAD; Anaknya lucu dan bisa mengimbangi jalannya diskusi), kemudian ada Yogi dari UNAIR, Arif dari UGM, Aji dan Mas Adi.Diskusi kami berjalan menyenangkan. Tidak ada yang terlihat mendominasi. Semuanya saling menguatkan argumen satu sama lain. Seru pokoknya!! seusai FGD, ada sisa waktu empat jam sebelum masuk pada Psikotes. Akhirnya, Saya, Ina, Hani, Yogi dan Aji sempat mengobrol sedikit banyak terutama tentang Ina yang melamar Lima Kementerian sekaligus. Betapa kagumnya kami melihat perjuangan Ina yang minggu ini udah menjalani beberapa kali tes tertulis CPNS. 11-12 dengan Ina, Hani yang baru luluspun melamar cukup banyak, maklum pasca wisuda semangat menggebu-gebu untuk mencari kerjaan luar biasa! Hani bercerita tentang pacarnya yang tidak lolos verivikasi OJK, padahal semua ketentuan sudah terpenuhi dan dari segi IPK, pacarnya Hani seharusnya sangat bisa dipertimbangkan. Kemudian kami sepakat, yang namanya mencari kerja itu ya sama saja mencari jodoh. Jodoh-jodohan. Lebih baik tidak terlalu bertanya "kenapa saya enggak lolos?" tapi lebih kepada "mungkin memang kerjaan itu belum rejeki saya" atau mungkin memang ada orang yang lebih berhak dan memerlukan pekerjaan itu dibanding saya. Iya, kami sepakat untuk menggunakan pemikiran itu. "Yang penting mah teteup usaha!" kata Ina. "Iya bener!soal nanti dapet atau enggak itu mah udah urusan Allah" timpal Hani. Ah... saya suka dan merasa bersyukur sekali bertemu orang-orang seperti mereka.

Sepertinya sudah diduga, Psikotes Bappenas memang bukan Psikotes biasa...
kami mengerjakan empat jam,,, mulai dari test dari modul, hapalan, menggambar, menulis cita-cita dan Pauli. Karena ini temanya Psikotest, jadi saya tidak terlalu memaksakan diri saya. Saya kerjakan sesuai dengan kemampuan saya. Begitupun dengan Pauli, saya sama sekali tidak merasa terintimidasi saat saya baru mengerjakan satu halam tes pauli, sedangkan di sebelah saya sudah menyelesaikan empat halaman bahakan minta kertas tambahan berkali-kali ("-__-). Entah dia manusia atau kalkulator abang sayur!

Yup! entah kenapa saat psikotes berlangsung saya tidak terlalu bisa berkonsentrasi. Saya hanya berpikir, bahwa dua hari ini saya terlalu banyak mendapatkan "pelajaran" hidup yang berharga dari mendengar cerita-cerita orang-orang yang baru saya temui. Bahwa dua hari ini, sepertinya, Tuhan sedang mencoba untuk membuka mata hati saya tentang bagaimana berjuang untuk hidup dan harapan. Bagaimana tentang mengikhlaskan suatu hal yang sesungguhnya sangatdiharapkan, tapi memang selayaknya untuk diikhlaskan ketika tidak ditakdirkan menjadi milik kita.

Kemudian hati kecil saya berbicara...

Bagaimana kalau lo enggak lolos Bappenas ini Sa? Orang tua lo kan benar-benar berharap lo bisa pengisi dua dari posisi kosong yang dibutuhkan Bappenas? Coba udah berapa duit yang dikeluarin buat beli tiket pesawat bolak-balik ke Jogja-Jakarta?

Kalau gue ga lolos? kalau gue ga lolos Bappenas ini sepertinya gue akan baik-baik saja. Bagaimana gue tidak baik-baik saja setelah bertemu manusia-manusia seperti Rahma, Mbak Windi, Hani dan Ina? Toh dua hari ini gue belajar dan mulai paham tentang arti rezeki dan keberjodohan :) soal harapan orang tua gue, gue yakin papah dan ibu sangat paham kalau anaknya ini sudah sangat berusaha. Mungkin awalnya mereka akan kecewa, tapi enggak bakal lama. Karena mereka orang yang paling tahu bagaimana gue berusaha sekuat tenaga selama ini. Jadi... Apapun hasil dari TPA dan Psikotes ini, gue dan orang tua gue sepertinya akan baik-baik saja. Iya, pasti akan baik-baik saja :)


"Waktunya hanya 15 menit ya untuk menyelesaikan karangan tentang cita-cita dan gambar-gambar tadi", suara panitia pelaksana membuyarkan lamunan saya. Kemudian saya mulai menulis, membuat karangan tentang cita-cita saya. Saya masih ingat 80% apa yang saya tulis kemarin. Tapi mungkin dengan kata yang berbeda. Kalian ingin tahu saya menulis apa? saya menulis ini...


Bisa menjadi manusia yang dihargai karena mampu dan terbiasa menghargai hidup orang lain adalah salah satu tujuan hidup saya. Saat ini, sesungguhnya saya tidak terlalu memikirkan kelak akan menjadi apa. Bagi saya, menjadi "apa" tidak lebih penting dari menjadi "siapa". Iya, menjadi "apa" saya kelak bukan menjadi hal yang terlalu saya pusingkan, akan tetapi, menjadi sebagai "siapa" saya dikenal orang itu jauh lebih saya usahakan. Saya ingin sebagai orang yang bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk orang lain. Saya ingin dikenal sebagai orang yang menghargai kehidupannya dan kehidupan orang lain. Saya ingin dikenal sebagai orang yang bermanfaat.
Akan tetapi... seandainya saya boleh berandai-andai untuk menjadi "apa", saya ingin menjadi Deputi Meneg PPN/BAPPENAS bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Usaha Kecil Menengah. Saya bermimpi, ketika saya diizinkan menjadi seorang Deputi Bappenas, saya bisa memaksimalkan kebermanfaatan hidup saya untuk orang banyak. Saya merasa memiliki tanggungjawab atas kehidupan dan kesempatan yang telah Tuhan berikan dalam hidup saya. Lahir dalam keluarga yang berkecukupan, diberikan kesempatan menimba ilmu hingga S2, jelas itu menjadi tanggungjawab moral saya untuk membagikannya sebagai 'kompensasi' buat mereka yang keberuntungannya harus diambil oleh saya.


kemudian saya berhenti sejenak... mengetuk-ngetuk pensil di meja... menunggu hal yang sepertinya ingin saya tuliskan di lembar kertas itu

Ketika kemudian saya belum diberi kesempatan untuk dapat bergabung dengan institusi ini dan menjadi seorang Deputi BAPPENAS, saya tidak merasa keberatan. Dari awalpun saya menyadari bahwa mungkin banyak orang di luar sana yang memiliki kapabilitas lebih dibanding saya untuk mengisi jabatan ini, atau mungkin, ada banyak orang di luar sana yang lebih membutuhkan pekerjaan ini di banding saya. Saya paham konsep itu dan saya tidak akan berhenti berharap untuk tetap menjadi manusia yang bermanfaat. Karena saya yakin, Tuhan selalu akan membukakan banyak jalan bagi umatNya yang ingin berbuat kebaikan.

Tulisan saya tutup dengan Jakarta, 3 November 2013. tanda tangan. Annisa Rahmah, S.H.


Kemudian saya tersenyum. Apapun hasilnya, saya sudah menjalani tes ini dengan menjadi diri saya sendiri. Melalukan sesuai apa yang ingin saya lakukan dan saya pikirkan, dan ini semua sudah sangat cukup untuk disyukuri. Saya sedang diberikan kesempatan belajar tentang berjuang dan mengikhlaskan sepertinya.