Thursday, December 30, 2010

Ketika saya menemukan "saya" di dalam seorang Putu Wijaya






Atas semua kata, bahkan kebisuan yang menyimpan berjuta makna,
terimakasih.


2007.
Saat semua berawal dari sebuah rencana Tuhan. Takdir saya menyebutnya.

Saya bukan pribadi yang terlalu merencanakan kehidupan. Saya tidak terlalu suka memilih, saya hanya ingin menjalani. Nilai raport saya yang memungkinkan saya diterima di FH UII tanpa test, ternyata tidak lebih mutlak dari kehendak Tuhan yang meluluskan saya untuk mengecap rasa kehidupan mahasiswa di FH UGM.

Itu tiga tahun yang lalu.
Saya tidak memilih UGM sebagai sekolah saya. Tuhan yang menakdirkan itu untuk saya.
Terimakasih Tuhan.

Catatan ini pada akhirnya saya tulis seteleh mendapatkan petuah dari seorang kakak kelas beda zaman: PUTU WIJAYA.
Kali pertama saya bertemu dengan beliau, dan saya jatuh cinta dengan pribadi ini.
Dalam ceritanya yang tenang, saya menemukan diri saya dalam hidupnya. Apa yang beliau ceritakan tentang hidupnya, seperti sedang menceritakan kehidupan saya saat ini.

"Entahlah, selama saya menjadi mahasiswa Hukum, saya merasa saya tidak begitu memahami dan memaknai tentang hukum itu sendiri. Saya seperti tidak belajar apa-apa. Mungkin karena beberapa teori hukum tidak sejalan dengan pemaknaan hukum dalam diri saya".

Oh Crap!! Putu Wijaya seolah menyampaikan apa yang ada di dalam fikiran saya selama ini. Dan saya terdiam mendengarkan tuturan demi tuturan beliau selanjutnya. Semakin membuat jantung saya berdebar. Raga saya melemas. Dan harap saya berkobar.
Saya sedang mendengar curahan hati saya yang selama ini berusaha saya anggap "tidak pernah ada".

"Feeling guilty itu ada. Seperti menggugat saya untuk mempertanggungjawabkan ilmu yang saya dapat. Logika dan hati saya berperang saat itu. Saya jatuh cinta dengan dunia kreatif.Dunia dimana manusia menemukan 1000 cara untuk menciptakan sesuatu. Dunia dimana kehidupan berjalan atas sebuah keinginan yang bebas, tidak terikat dengan teori dan aturan pelaksanaannya. Sampai akhirnya seorang teman datang menenangkan saya sambil berucap, 'Keadilan tidak melulu hadir dari sebuah meja pengadilan. Ada banyak cara untuk menciptakan keadilan. Kamu suka menulis, suka seni, seni pun bisa menciptakan keadilan'. Dan saya merasa tenang sata itu. sirna sudah rasa bersalah itu. Dan saya sadar, itulah hebatnya dari dunia kreatif."

Hukum melahirkan peraturan, semakin banyak peraturan akan semakin banyak hak-hak kita yang diatur, dan kita akan semakin sulit bergerak. Itu pemikiran salah! Hukum dalam sebuah ilmu adalah pembebas. Dengan mengetahui hukum kita menjadi tahu apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan. Sebaliknya, ketidaktahuan lah yang mempenjarai kita dalam sebuah kebodohan; atas ketidaktahuan kita takut untuk melakukan apapun karena kita takut melakukan sesuatu yang salah.

Saya diam. semakin tenggelam dengan permainan kata-kata dan pemikiran beliau.

Beri saya seribu hal yang tidak boleh saya lakukan! Saya akan tetap bisa melakukan hal-hal yang ingin saya lakukan. Karena saya tahu hukumnya. Dan saya tahu bagaimana membuat hal-hal yang dilarang itu menjadi tidak dilarang. Karena saya sarjana Hukum!!
dan sebuah tawa keluar renyah dari mulutnya.

saya tersenyum.





Saya bertanya kepada beliau tentang mimpi dan harapan apa yang ingin tersampaikan untuk almamater kami. dan beliau menjawab,

"Bisakah perguruan tinggi tidak hanya mengedepankan teori? saya tahu teori itu penting sebagai dasar pijakan. Tapi saya ragu kalau teori bisa mengajarkan mengenai moral, apakah teori bisa mengajarkan kita untuk merasakan bahagia diatas kebahagiaan orang lain?! Bukankah hakikat hidup manusia adalah bisa membahagiakan orang lain?"
ada jeda, dan beliau melanjutkan
"seperti saya yang selalu merasa bahagia ketika melihat istri dan anak-anak saya tersenyum"


Dan senyum saya semakin lebar mendengarnya.


Wednesday, December 15, 2010

Mencintai Dengan Sederhana

Saya selalu beranggapan: ketika kamu mencintai sesuatu, cukup cintai. Tak perlu memikirkan apakah sesuatu atau seseorang itu akan mencintai mu juga. Cinta itu ikhlas. Bukan suatu hal yang kita berikan atas sebuah pertimbangan mengenai apa yang akan kita dapatkan. Pembalasan itu hak Tuhan.

Mungkin memang benar kata teman-teman saya yang beranggapan saya adalah sosok perempuan yang naif. "Dunia ga sebaik yang ada di kepala lo Sa!" itu kata mereka. Mungkin mereka benar, tapi mungkin juga harapan saya ini yang benar.
Saya hidup dalam harapan yang selalu saya jaga. Terkadang satu sisi saya berkata: atau jangan-jangan mereka memang benar Sa? dan kau salah?, hal ini selalu membuat saya terdiam.

Saat ini saya merasa sendu. Harapan yang saya jaga semakin terasa hampa.

Saya mencintai mereka. Itu yang saya tahu. titik.

Tapi megapa perasaan yang saya yakini ini semakin hari seperti racun yang melemahkan saya?
dan saya semakin lemah dengan harapan ini.

Tuhan,
Saya ingin dicintai dengan sederhana,
dicintai dengan jujur dan apa adanya.
Saya ingin dicintai dengan sederhana,
seperti cintaMu kepada hamba.
Saya ingin dicintai dengan sederhana,
dicintai dengan sebenarnya.


Saya tidak menuntut mereka mencintai saya Tuhan,
saya ingin dicintai Engkau karena rasa cinta saya untuk mereka.
Bukankah Kau yang mengajarkan agar umatMu untuk saling mencintai?
Maka akan saya lakukan itu.

Tuesday, December 7, 2010

Ketika semua itu menjadi cerita kita





Saya heran. Tidak habis fikir.
Sampai akhirnya saya berada di satu titik—walau masih dalam keheranan—bahwa (ternyata) saya terberkati.
Beberapa tahun yang lalu, saya adalah mahkluk yang ingin selalu terlihat benar di mata semua orang; dan ternyata itu adalah sebuah kesalahan.

Saya terlalu senang. Tidak sabar. Sangat menanti yang namanya KKN.
Dalam pikiran saya, tiga momen besar di masa kuliah adalah: OSPEK, KKN dan WISUDA. saya punya segudang cerita tentang masa OSPEK saya di tiga tahun yang lalu. Hanya tiga hari. Dan sangat berkesan.

Buku catatan sudah saya siapkan untuk menyatat semua yang akan terjadi nanti ketika KKN. Pasti menjadi momen yang tidak terlupakan. Menyenangkan. Tidak terbayangkan.

Dan kenyataannya; memang ”sangat tidak terbayangkan”.

Diberi kepercayaan untuk menjadi seorang kormasit (kordinator mahasiswa sub unit), saya pasrah. Tapi, saya berfikir lagi, mungkin akan banyak pelajaran yang akan saya dapatkan melalui kondisi ini.
Saya bersyukur, ada tiga sahabat—Puspa, Noe, Tiara—yang selalu siap menopang keletihan dan kelemahan saya saat KKN. Dan ada empat orang lainnya yang mempunyai karakteristik berbeda. Kirun yang cenderung cuek dan galak, Aryo si buku biru berjalan, Asrul yang perhatian, si pemilik senyum-choki-sitohang, dan Afi si misterius sang belahan hati mas jumal (hehehee maaf fi...). Setidaknya mereka menjadi alasan bagi saya untuk tetap tersenyum setiap harinya. Terimaksih teman-teman.

Saya tidak tahu apakah kalian merasakan hal yang sama dengan diri saya atau tidak. Tapi ini bukanlah KKN yang saya bayangkan. Seandainya saya bisa menangis, mungkin hampir setiap hari saya menangis. Tapi kenyataannya, saya hanya bisa duduk di teras pondokan bersama laptop saya di pagi hari ketika yang lain masih tertidur. Sekedar menumpahkan beban yang saya rasakan. Lagi, kalian yang memaksa saya untuk tetap tersenyum.
Saya ingin menulis ini semua. Dengan sederhana, dan dengan jujur.
Betapa setiap hari ketika saya membuka mata, rasa takutlah yang pertama menyapa saya. Lantas, rasa bingung yang menyapa kemudian. Saya pasrah. Tapi bukan itu yang ingin saya tuliskan di catatan ini.

Ini tentang kalian.









Beberapa kali saya merasa terpojok dan terasing. Tapi kalian selalu merubahnya menjadi hangat seakan saya berada di antara pelukan. Beberapa kali saya merasakan kebencian yang dalam. Tapi (lagi) kalian membuatnya jadi mudah untuk dimaafkan. Beberapa kali saya ingin menangis sejadinya, memaki, menyalahkan, dan segala hujatan yang ingin saya keluarkan. Dan kalian, membuat saya lebih memilih untuk menertawakan itu semua dibanding menyesalinya.







Saya sedih, ketika saya merasakan mereka menilai kita hanya dari ”tampak” kita didepan mereka. Saya marah ketika kita seperti bagian lain dari KITA yang sesungguhnya. Saya benci ketika harus dinilai oleh mereka yang tidak pernah mau untuk mengenal kita lebih dalam. Perasaan saya kacau saat itu.
Tapi ternyata benar. Waktu adalah obat terampuh untuk menyebuhkan luka. Luka itu tidak lagi menjadi sesuatu yang menyakitkan, tapi berubah menjadi sesuatu yang penuh dengan pelajaran untuk menjadi manusia yang bisa memaafkan dan saling menerima kekurangan.

Pada awalnya, saya terlalu sibuk mendengar penilaian mereka terhadap kita. Belakangan, saya belajar, bahwa tidak semua penilaian orang lain terhadap diri kita harus selalu kita dengar. Mereka berhak menilai. Dan kita berhak untuk mengabaikan. Karena saya cukup bersyukur memiliki kalian. Akhirnya saya belajar, bahwa hanya Tuhan dan diri kitalah yang memiliki posisi tertinggi untuk menilai benar atau salahnya sesuatu yang kita kerjakan. Karena tidak ada kemutlakan di antara salah dan benar. Setidaknya itu berlaku bagi saya.

Hari-hari terakhir, kita belajar lebih banyak hal lagi teman. Kita belajar untuk memaafkan ketika kelelahan dan keikhlasan kita terbayar dengan kesalahpahaman. Ketika sebuah harapan terpupuskan dengan kesensitifan yang berlebihan. Tidak ada satupun yang menangis saat itu. Kita lebih memilih untuk menertawakanya.






Hari-hari terakhir, kita belajar untuk lebih mengenal satu sama lain. Afi yang awalnya dinilai sangat misterius dan tampak egois, berubah 180 derajat menjadi sangat terbuka dan selalu berusaha untuk berbagi. Dan saat itu saya sadar bahwa saya telah salah menilai teman kita yang satu ini.

Hari-hari terakhir yang penuh dengan perenungan; kita memilih untuk menyelesaikan masalah-masalah dengan terhormat; dengan memaafkan.

Dua bulan kita hidup bersama. Banyak luka yang kita sulap menjadi suka untuk kita bagikan. Banyak nasihat yang saling kita berikan. Banyak pelajaran yang saling kita ajarkan. Banyak momen yang saling kita rasakan.

Dan pada akhirnya...


Kita akhiri ini semua dengan kelegaan.

dengan sebuah kesadaran bahwa dalam KKn 2 bulan ini,banyak kisah yang kita ciptakan.





Additional note:
Gara-gara kalian gue jadi ketagihan yang namanya tempura!! Padahal awalnya gue agak jijik aja ama tu makan. Kangen cabut ke pantai!! Kangen klayaban bingung malem-malem. Kangen ngajar TPA bareeeng!! Kangen minta toloong Asrul buat masukin motor! Kangen sama masakan Tiara!! Kangen ngeladenin bocil-bocil, Kangen sama curhatan Afi, Puspa n Noe!!


sayang kalian





Monday, November 29, 2010

JINGGA



Senja itu terulang dalam jingga yang samar, langitku terasa damai. Bumi menyepi.
Aku melihat awan-awan itu beriringan, melebur untuk menari bersama angin.

Hitam menang mencipta malam. Sendu bulan membingkai sepi dalam gelap. tak ada bintang.
Dan aku mengartikannya, sunyi.

Temanku di beberapa malam ini hanyalah helaan nafas dalam.
seperti menanti nasib. Bimbang tak karuan. Sampai akhirnya aku memanggil air mata.
Menatap wajah galau dalam gerakan dunia yang cepat.
Aku tertinggal,,,

Malam ini benar-benar sunyi.
Tak ada malaikat yang melayang membagikan mimpi dan harapan untukku,
bahkan kepakan sayapnya pun tak terdengar
Cahaya malamku hanyalah remang-remang, tak sampai untuk menghangatkan kalbuku.
Aku rindu,,,

Semakin sakit ketika air mata ini berteriak bahwa aku rapuh,
aku luluh,,
lumpuh,,
nyaris hancur.

Hitam tak sekuat yang ku kira. Ia lenyap perlahan ketika pagi merangkak di atas bumi.
Awan-awan baru mulai menggumpal--langit tak lagi kosong--burung-burung berlomba menembusnya satu-satu.
Remang-remang ini menjadi cahaya yang utuh.

Aku bangun.
Jingga datang. Kali ini tidak bersama senja.


Jingga datang bersama harap.

Thursday, November 18, 2010

Ketika Menulis Bukan Hanya SEKEDAR...


“Menulislah. Walau hanya selembar atau dua lembar. Menulislah. Tumpahkan pikiran anda dalam sebuah tulisan. Karena seorang sarjana hukum tidak hanya dituntut untuk bisa berbicara, namun juga menulis”
Prof. Sudikno



Kalimat itu saya tulis di notebook yang saya bawa. Tangan saya bergerak begitu saja ketika mendengar ucapan seorang guru besar yang sedang duduk di hadapan saya. Anggaplah ini cara Tuhan untuk memberikan sebuah pelajaran (lagi) kepada saya—si bodoh ini.

Di satu kesempatan, saya dan adik kelas saya Lia harus mengumpulkan data-data terkait dengan kekhasan kampus kami—Fakultas Hukum UGM—sebagai bahan penyusunan buku sejarah yang akan di launching di lustrum 65 tahun fakultas kami. bermula dari celoteh ramah dosen adat saya—Ibu Puji—saya mendapatkan rekomendasi nama untuk diwawancarai terkait bahan yang ingin saya cari, “Prof Dikno saja mbak. Beliau pasti punya banyak informasi tentang bahan yang sedang kamu cari” sambil tersenyum.
Dan singkat cerita, duduklah saya dihadapan seorang…, entahlah, mungkin banyak orang menyebut beliau dengan panggilan “Prof!” atau mungkin gelar Guru Besar yang anggun tersandar dalam profilnya yang jika digambarkan membuat beliau berada di kasta tertinggi dalam struktur sosial masyarakat kampus.
Sedangkan saya? Jelas, rakyat jelata.

Saya, Lia dan Prof Dikno larut dalam sebuah perbincangan yang mencoba untuki membuka sekat-sekat waktu dan zaman. Alangkah hebatnya sejarah. Benar saja ketika presiden pertama kita, Ir. Soekarno, mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Karena sejarah bukan sekedar cerita, bukan sekedar jejak langkah masa lalu. Lebih dari itu. Sejarah adalah ilmu, dan ilmu adalah salah satu hal yang berharga dalam sebuah peradaban manusia.

Di sela-sela perbincangan kami mengenai “kekhasan” FH UGM, Prof Dikno mencurahkan kegelisahannya, “itulah yang membuat saya prihatin. Mengapa semakin hari dosen-dosen terasa enggan untuk menulis. Bukannya salah ketika mereka pada akhirnya lebih memilih mengaplikasikan ilmu pengetahuannya langsung pada masyarakat, tapi menulis itu tetap penting.” Lalu beliau melanjutkan, “kalian berdua jangan takut untuk menulis! Jangan pedulikan ketika ada suara-suara yang mengatakan tulisan kalian tidak bagus. Jawab saja: maklumi ketika tulisan saya tdak bagus, kan saya belum menjadi sarjana hukum.” Ujarnya sambil tertawa.

Sungguh, ada kehangatan yang mengalir di dalam tubuh saya. Maaf, bagi saya—si mahasiswa yang tidak tahu apa-apa ini—rasanya lebih nyaman memanggil beliau dengan panggilan “Bapak”, karena bagi saya, title terhebat untuk seorang laki-laki dewasa adalah sebutan Bapak. Dan bagi saya, menjadi seorang bapak yang baik jauh lebih menawan dibanding sematan apapun. Dan Prof Dikno telah menjadi bapak yang baik di mata saya.

Ilmu yang beliau miliki jelas terasa dalam santun tutur ketika beliau berbicara. Kalimat yang terlontar dari mulut beliau seperti ilmu yang terselimut nasihat. Jauh dari kesan menggurui. Lebih pada menasihati. Bukan sekedar ilmu sejarah ataupun ilmu hukum sesuai jurusan kuliah saya yang saya dapat, lebih dari itu, sebuah ilmu kehidupan.

Dituntut untuk berhubungan dengan seorang Professor ataupun guru besar bukan tidak menjadi beban dalam benak saya. Ketakutan: bagaimana kalau saya ditanyai macam-macam tentang pelajaran hukum? Bagaimana kalau nanti saya di-jutekin, bagaimana kalau saya diusir karena para professor itu terlalu sibuk? bagaimana… dan semua bagaimana yang bernilai negative melintas di benak saya. Sampai akhirnya sisi lain dari hati saya berucap: bagaimana kamu akan tahu kalau kamu belum mencoba Sa?!. Saya jadi ingat kalimat bagus dalam sebuah buku yang pernah saya baca: Terkadang, hidup itu tidak melulu untuk meraih sesuatu. Namun hakikat hidup adalah untuk mencoba; mencoba untuk melakukan, menjadi bahkan meraih sesuatu.

Ternyata benar. Ketakutan saya tentang bagaimana kalau--- adalah ketakutan akan suatu hal yang bahkan belum terjadi. Orang mengatakannya sebagai sebuah ketakutan yang tidak beralasan. Dalam pertemuan yang singkat itu, saya dan Lia mendapat pelajaran yang berharga. Beruntung setelah itu Lia mendapat kesempatan mewawancarai Professor lain yang tak kalah hebat pemikirannya. Beliau adalah Prof. Soehino. Jujur, awalnya saya sempat mempunyai penilaian negative kepada Prof Hino (panggilan akrab beliau) karena memberi saya nilai C di matakuliah Ilmu Negara. Tapi, setelah saya membaca hasil wawancara Lia dengan Prof. Hino, saya harus mengakui kalau penilaian negative yang saya berikan kepada beliau hanyalah penilaian kekanak-kanakan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Saya harus mengakui bahwa pemikiran beliau adalah pemikiran seorang pendidik yang berdedikasi atas ilmu yang ia bagikan.
Cuplikan wawancara dengan Prof Hino yang saya sukai adalah:

Tulisan-tulisan itu bukan hanya akan berguna untuk memulihkan ingatan kita sendiri sebagai penulisnya, tapi juga bisa digunakan sebagai ilmu untuk diwariskan bagi generasi yang akan datang. Tidak baik rasanya jika ilmu hanya disimpan untuk diri sendiri, ilmu itu tidak lagi punya manfaat.

Lalu dalam hasil wawancara yang Lia berikan kepada saya untuk saya olah menjadi tulisan, saya merenungi satu jawaban yang terlontar dari seorang Prof. Soehino yang memaparkan:

Orang diajar dalam institusi pendidikan berkelas tetapi hanya sekedar diajar, tidak dididik. Dosen-dosen hanya mengajar para mahasiswa, tidak mendidik juga sebagaimana mestinya. Mengajar dan mendidik adalah dua hal yang berbeda, tetapi saling mendukung. Mengajar itu hubungannya dengan ilmu dan mendidik adalah perkara membangun moral dan karakter seseorang.

Saya hanya bisa menghela nafas panjang ketika selesai membaca bahan-bahan hasil wawancara saya dan Lia dengan dua guru besar kami tersebut. Lagi dan lagi saya membenarkan ucapan yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang berharga. Pengalaman saya untuk mewawancarai dua orang guru besar ini jelas memberikan banyak pelajaran bagi saya. Pelajaran untuk saling berbagi, pelajaran untuk tidak takut dalam mencoba, dan pelajaran yang paling penting (khususnya untuk diri saya): tidak perlu takut berhadapan dengan seorang proffesor!! Walau sampai saat ini saya masih agak takut dengan salah satu professor yang juga pembimbing skripsi saya. :D (hehe…)

Lewat tulisan ini saya harap saya bisa mengaplikasikan ilmu baru yang saya dapat: ilmu untuk saling berbagi (ilmu). Dan semoga apa yang saya dapatkan—sekecil apapun itu—bisa dirasa manfaat bagi orang lain. Amin.

Friday, October 15, 2010

PERI MIMPIKU




Dia ada di balik hujan, di bawah lengkungan pelangi, di sela-sela angin yang basah.
Dia terhampar di antara bintang-bintang, dia menggantung di bulan sabit, dia terang di tengah malam.
Aku tau dia selalu ada. Mungkin di samping ku sambil tersenyum tulus. Menepuk pundakku saat lelah mulai menggoyahkan kuatku. Memelukku erat saat hati terasa getir. Mengecupku hangat saat kosong memberi hampa di jiwaku.
Aku tahu dia ada.
Disini.
Seperti sosok peri dengan sayap kokoh yang anggun, dia bisikan ku untuk jangan menyerah. Ia bernyanyi, menari dalam fikiranku. Mengajak pergi dalam khayal yang selalu ingin aku wujudkan di sisa hidupku.
...
Aku duduk sendiri di bangku ini.
Menatap lorong yang ramai namun terasa dingin menusuk.
Ingin ku pecahkan penat ini dengan air mata. Marah.
Ingin ku persalahkan alam atas segala hal yang terasa sia-sia ini.
Aku kalah.
...
Aku tahu ia ada.
Ia letakan tanganku di dadaku.
Iya berbisik, ”semuanya akan baik-baik saja sayang. Musnahkan aku. Dan biarkan aku menjadi bagian dari cerita hidupmu kelak. Ingat menara yang akan menjulang indah di malammu, ingat tanah Tuhan yang ingin kau pijak kelak, ingat itu sayang. Musnahkan aku. Dan biarkan aku menjadi bagian dari cerita hidupmu kelak”.
Detak jantungku mulai berirama.
Senyumku menang untuk hadir di wajah mengalahkan lelah
Kuatku hadir bagai raja.
Aku tahu dia ada.
...
Dia adalah mimpiku.
Terkadang aku memeluknya,
Namun terkadang dia yang memelukku.

Sampai kelak ku musnahkan dia untuk tidak lagi menjadi mimpi, namun menjadi bagian dari cerita hidupku.

Tentang Mereka Yang Tidak Tahu Harus Aku Panggil Apa.





Aku tidak tahu harus menyebut mereka apa. Sungguh aku tidak tahu.
Biarlah mereka tetap menjadi “mereka”, yang kurasa, sebuah anugrah.

Lagi-lagi aku tidak tahu harus memulainya darimana. Tanggal dan hari itu aku sudah lupa. Mungkin cukup jika aku memulainya dari : Tahun 2007, Yogyakarta.

Tiara. Adalah orang pertama dari mereka yang ku temui. Disebuah hari saat test AAI. Aku masih ingat obrolan pertama dengan Tiara, ini dia:
Tiara : Eh lo anak hukum juga ya?
Aku : Iya. Lo anak hukum juga? (dengan wajah berbinar dan agak berlebihan).
Tiara : Kenalin, Tiara.
Aku : Dari tadi gue nyariin anak hukum, enggaaaaak nemu satu pun dan akhiiirrrnyaaa... iya iyaaa... gue Nisaaa... ahahahahaaa (benar-benar berlebihan)
Tiara : (diam)—(heran).
Aku : oyaaa ngomong-ngomong lo dari mana?
Tiara : Jakarta.
Aku : Yampuuuuuun samaaaa!! Ahahahaa, dari SMA mana?
Tiara : gue SMA 13.
Aku : Yaaaaaa-aaaaaampuuun!! Deketan dong ya sama SMA gue??? Gue dari SMA 12!! (Padahal SMA 12 sama SMA 13 jauh banget!!)
Tiara : heh? (semakin heran)

Yah. Kurang lebih itulah obrolan pertama gue dengan Tiara.



***

Di bawah pohon besar yang lebih dikenal dengan sebutan DPR (Di bawah Pohon Rindang) di kalangan mahasiswa hukum UGM. Disuatu siang.
Aku : Loh? Rumah lo di Amerta juga tho? Tadi siapa namanya
Puspa : Iya. Aku Puspa. Kamu di Amerta berapa?
Aku : gue amerta IV no 43 sebelah pos satpam percis!
Puspa : berarti kita tetanggaan ya.
Aku : Iyayah? Yaudah kapan-kapan kita latihan motor bareng yuuukk... (pada akhirnya gue nyesel ngajakin puspa latihan motor bareng, karena pas kita latihan berdua, puspa cuma berani 20km/jam! Sumpah, gue udah 3x puteran, dia setengah aja belum nyampe! kocak!!)
Puspa : Eh kenalin, ini temenku Noe.
Aku berjabat tangan dengan sosok yang disebut noe itu. Saat itu aku berfikir “sok letto banget sih!”, Ahahahaaa...

Itulah siang disaat aku bertemu dengan Puspa dan Noe. Di situ pun ada Tiara. Dan sepertinya tanpa aku sadari, siang itu menjadi sebuah sejarah, aku bertemu dengan mereka.



***



Setelah pertemuan itu, kami selalu berempat. Kuliah bareng, belajar bareng, jalan-jalan bareng, banyak hal yang kami lewati barengan.
Banyak tawa. Tapi juga ada air mata. Mulai dari yang kehilangan handphone, putus sama pacarnya, ditinggal pergi cowok yang baru saja menciumnya *ups, dimarahin dosen, dan masih banyak lagi. kami selalu berempat. Ada, untuk satu sama lain.



Semakin dekat ketika kami satu sub unit dalam KKN. Kami saling mengenal lebih dalam, dengan penuh kesadaran mungkin ini adalah momen terakhir kami bisa menghabiskan waktu berempat. Mulai semester 7, kami jalan masing-masing karena mata kuliah yang sudah berbeda, urusan yang sudah tidak sama, dan skripsi di depan mata. Mungkin semester 7 ini tidak akan sama dengan semester 3 dan 4 dimana kami menghabiskan waktu istirahat di Kantin Fisipol bergosip sambil ketawa cekakakan sampai dipelototin orang-orang.

Yah... bukankah hidup memang akan seperti ini. Dinamis.



Hampir tiga tahun. Kami menghabiskan waktu bersama. Bisakah aku menyebut ini dengan persahabatan? Kami saling menerima satu sama lain. Kami saling mengisi satu sama lain. Mungkin mereka yang lebih banyak mengisi aku. Baru aku sadari, kalau diantara kami berempat, akulah yang paling “enggak nyambung” kalau ada diantara kami punya masalah percintaan (maklum tidak berpengalaman).

Entah apa yang terjadi sepuluh tahun lagi. Tapi aku ingin makna mereka akan tetap seperti makna mereka saat ini untuk ku. Semoga.






Friday, September 24, 2010

PUZZLE



Karena kita tidak pernah tahu kepada siapa hati kita akan disandingkan nantinya. Sebelum waktunya tiba.

Tuhan menyiptakan manusia berpasang-pasangan. Mungkin seperti puzzle Tuhan menciptakan sepasang hati manusia. antara satu dengan yang lainnya terlihat "mungkin" untuk dipasangkan dengan yang lainnya dan "tampak" cocok. Tapi kenyataannya, hanya akan ada satu keping yang akan "pas" dengan kepingan pasangannya.

Seorang sahabat mengatakan sesuatu kepada saya; Aku tidak akan pernah tahu bagaimana Tuhan menyeting hidupku. Jodohku mungkin adalah si A, namun sekali lagi, aku tidak pernah tahu apakah untuk bertemu dengan si A aku harus bertemu dengan si B dan C. Mungkin memang aku harus merasakan jatuh, lalu bangkit. Dan ketika aku sudah benar-benar siap, Tuhan mempertemukanku dengan pasanganku yang sesungguhnya. lalu ia melanjutkan, tapi ketika kamu memang merasa sangat yakin bahwa kamu akan bisa langsung menemukannya dengan instingmu bahwa benar "ini dia soulmateku" ya sudah, berarti kamu memang harus menunggu sampai hatimu memberikan insting itu.
Kalau memang kamu hanya akan membuka hatimu ketika kamu merasa sangat yakin, konsekuensinya kamu harus mau menunggu.

Iya. Hidup ini memang pilihan. ada banyak jalan yang bisa dipilih untuk setiap manusia menjalani hidupnya. Tujuannya satu; kebahagiaan.
Kadang, apa yang kita lakukan, apa yang kita putuskan, dan apa yang kita pilih bukanlah hal yang dianggap pantas oleh orang lain. Sejenak mungkin kita akan merasa terasingkan akan hal itu. Tapi pertanyaan berikutnya, apakah orang-orang itu adalah orang yang akan merasakan bahagia ketika kita bahagia? orang yang bisa merasakan sakit ketika kita terluka? jika jawabanya bukan, maka cukup dengarkan kata hati mu. dirimu yang sudah pasti akan merasakan semua yang terjadi didalam hidupmu. sedangkan jika jawabanya iya, maka berikan sedikit ruang dalam egomu untuk mendengar lebih bijaksana. Mereka ingin yang terbaik untuk mu.

sedikit obrolan antara dua orang sahabat yang saling mendengarkan walau memiliki pandangan yang sangat berbeda. seseorang yang lebih mengedepankan kenyataan dan siapapun yang mencoba masuk kedalam hidupnya--maka masuklah. Sedangkan seorang yang lain adalah seseorang yang terlalu hidup dalam pertimbangan dan sebuah keyakinan yang abstrak bahwa memang akan ada seseorang yang diciptakan untuknya. Dia akan menunggu sampai hatinya sendiri yang mengatakan "bahwa dia orangnya". Selama ia menunggu, hatinya tidak akan disinggahkan kepada siapa-siapa.

Adakah yang paling benar diantara keduanya?
lebih benar mungkin?
atau sedikit benar antara yang lainnya?
jawabannya tidak.
Karena sekali lagi, HIDUP ADALAH PILIHAN.
Ketika kamu mempercayai sesuatu itu benar untuk dilakukan, maka lakukanlah.
Namun ketika ada kebimbangan, maka bertanyalah. Tapi keputusan tetap di tangan kita sendiri.

Jalan apapun yang kamu pilih akan memeberikan pemandangan dan tantangan yang berbeda. Ketika kau yakin kaMu memilih jalan yang benar dan merasa ada kenyaman di dalamnya, lanjutkan perjalanan itu. dan kau akan merasa bahagia.

Kalian yang membuat masa itu menjadi layak untuk diceritakan



Dunia ini, panggung sandiwara…

Benarkah?
Aku rasa tidak. Tidak untuk mereka yang bisa jujur dengan dirinya sendiri. Tidak untuk mereka yang selalu bersyukur atas apa yang mereka miliki. Tidak untuk mereka yang mau mengakui dan menghargai keberhasilan orang lain. Tidak untuk mereka yang memilih untuk tidak lari dari kenyataan.

Gue duduk di pojok kelas sambil cengar-cengir. Ini adalah kali ketiga gue harus menjabat sebagai ’murid baru’. Merasa cukup berpengalaman, gue pasang muka cenganga-cengenges-ga-karuan.
Tiba-tiba datang lah seorang cewek berperawakan tinggi kurus yang pada kahir nya gue kenal dengan nama Maya menghampiri gue...
”Lo anak baru ya?”
”Iya (^.^)”
”Dari mana?”
”Balikapapan (^_^)”
”Emang NEM lo berapa?”
”36 koma (^o^)”
”Yampuuun... NEM lo Cuma 36? Pasti lo masuk kesini pake duid ya? NEM gue aja 42,...”
Zzzziiiiiiiiing!!! (*0*) gue syok...

Hari berikutnya,
”Eh anak baru! Sepatu lo beli di koprasi ya?”
”Eh iya... (^v^) habis katanya harus pake sepatu dua warna kaya gini ya?”
”Iya... emang... tapi enggak pake sepatu koprasi juga kaleeee!! Ahahahaaa”
Heh? (o.O) !! Lagi dan lagi gue syok... emang sebegitu hinanya kah murid yang pake sepatu koprasi..? emang apa salah nya pake sepatu seharga tujuh puluh ribu?? Hiiissshh!!

Seminggu di sekolah gue yang baru, gue bener-bener ngerasa ga nyaman... dijadiin cengin anak sekelas gara-gara gue engga ngerti arti kata toket, dimarahin wali kelas gara-gara gue enggak bawa al-Qur’an, Oh please, nobody told me that i had to bring Qur’an!! No one!!
Baru kali ini gue benci untuk berangkat ke sekolah... bertemu dengan manusia yang lebih mentingin materi seperti mereka...! tapi gue engga bisa berbuat apa-apa, sekarang gue kelas tiga SMP, bentar lagi udah UAS, engga bisa macem-macem gue!

Tuhan tidak pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umat nya... untung nya gue bertemu dengan sosok yang bernama fauziah dan imas. Dua sosok yang dikenal dengan sosok pintar sang juara kelas. Hari demi hari semakin membaik. Dari beberapa orang yang gue nilai MIN ternyata banyak juga yang baik. Gue semakin berbaur dengan temen-temen sekelas. Tapi untuk menghabiskan waktu istirahat dan membuat kelompok untuk tugas, gue enggak pernah lepas dengan fauziah, imas ataupun ... Maya! Yup! Ma-ya. Terdengar aneh sih... tapi dari sinilah gue belajar, bahwa apapun yang terjadi, kita engga berhak untuk menilai seseorang itu jelek hanya dari kesan pertama (yah walau kesan pertama nya bikin lo emosi jiwa!) pada akhirnya, bisa dibilang gue ma Maya berteman akrab, sampai detik inipun gue bisa bilang ke semua orang kalau Maya sahabat gue. Kesan nyolot dia di awal pertemuan kami ternyata efek kelemotan Maya yang emang kadar sensitifitas Maya akan hal yang harus dan seharusnya TIDAK diucapkan itu kurang banget... but over all she’s kind girl!
Kembali ke cerita.
Saat itu gue bener-bener krisis percaya diri. Bukan karena sepatu koprasi yang gue pake, tapi Nem mereka yang 40 keatas... gue ngerasa di kelas ini gue hanyalah anak daerah yang terdampar di Jakarta dunia yang bener-bener BARU buat gue!

Hampir setiap hari gue menghabisi masa SMP gue bersama Fauzia, Imas, dan Maya. Sekedar menghabiskan bekal di belakang mushola, ngerjain tugas Biologi, Fisika. Gue jarang makan di kantin. Karena gue engga akan pernah ngerti perbincangan mereka yang didominasi dengan PENSI, HP nokia terbaru, Cowok, atau apalah... yaaaa... gue cupu... i wasn’t exsist student!! I just a new-and-invisible-student!!

Dag-dig-dug-dueerr... gue berdiri di depan kelas... para orang tua sudah ada di dalam kelas untuk menerima ceramahan wali kelas tentang hasil belajar semeater pertama di kelas tiga ini.
Sampai akhirnya nyokap gue keluar...
”Bu, nilai dede gimana?”
Sejenak nyokap gue menatap gue dan mencium kening gue ”Makasih ya nak...”
Gue engga ngerti maksud ciuman nyokap gue, langsung gue rampas rapor yang ada di tangan nyokap dan.... Aaaaalllllhaaaaamduuulllliilllllaaaaaaaahhhh.... kaki gue langsung lemas...
Di kolom bawah rapor gue tertulis: Peringkat dua
Dan satu dari banyak hal yang gue tau, ini semua berkat Fauzia, Imas dan Maya yang mau belajar bareng dan ngajarin gue... makasiiiiihhh...

Entah kenapa, semenjak masuk semester dua, perlakuan temen sekelas gue mulai berubah. Sebut saja lebih baik. Tepat nya, gue sekarang lebih ’diperhitungkan’. Entah karena gue dapet peringkat atau karena sekarang gue enggak make sepatu koprasi lagi? Entah lah....

Tapi , persahabatan gue dengan fauzia, imas dan maya semakin kental. Mungkin ada konflik yang sebenernya karena kecerobohan gue, tapi pada akhirnya kami berempat berhasil menyelesaikannya dan kami berhasil mendapatkan nilai 9 untuk mata pelajaran fisika di rapor karena bel listrik yang kami buat berempat.

Dari situ gue sadar dan pada akhirnya bersyukur.... Tuhan memberikan kondisi yang tidak nyaman kepada gue agar gue menemukan orang yang pantas untuk hidup gue, dan gue menemukan mereka.

Bisa dibilang masa SMP gue adalah masa paling datar diantara masa sekolah gue lainnya. Tapi kalau difikir-fikir masa SMP paling banyak ngasih gue pelajaran. Belajar untuk tetap bertahan di tengah penolakan, belajar untuk melakukan sebuah pembuktian, dan belajar untuk menemukan orang-orang seperti fauziah, imas dan maya di tengah-tengah orang yang lebih memilih memakai satus sosial untuk memutuskan siapa yang layak menjadi teman.

Sampai sekarangpun gue masih menemukan orang-orang yang seperti itu; orang yang dikerumuni banyak ’teman’ padahal dia sendiri. Atau mungkin seseorang yang berteman dengan mereka yang menjelekan nya di belakang. Hhh... gue fikir itu semua ada karena mereka terlalu takut untuk jujur dan berdamai dengan kehidupan mereka yang sebenarnya. Atau mungkin gue yang terlalu naif? Sudahlah... bukankah hidup ini memang pilihan..?

Dari tulisan ini gue pengen ngucapin terima kasih buat Fauziah, Imas dan Maya yang udah mau nemenin si anak baru cupu ini selama kurang lebih 1 tahun. Buat Fauziah, walaupun sekarang udah jarang kontak-kontakan, tapi gue yakin lo saat ini lagi getol n semangat sama kuliah lo ya... salam buat nyokap lo, si tante spektakuler! Hehehee...
Buat Maya, kuliah yang bener lo May!! Jangan cengengesan lagi!!
Buat Imas... Cuma doa yang bisa gue kirim dari sini, semoga saat ini lo bisa ngebaca tulisan gue ditempat yang paling indah di sana... gue kangen sama lo mas... sampein salam gue buat Tuhan, bilang ke Tuhan kalau gue berterimakasih udah di izinin untuk ketemu orang seperti kalian... orang yang bisa membuat masa SMP gue menjadi suatu hal yang pantas untuk diceritakan.

Thursday, September 23, 2010

Menanti Sayap


Baru sadar kalau gue sudah sangat jauh tertinggal. Bahwa ternyata selama ini gue diam.

Mereka, sudah membuktikan dongengnya Frau Henny. Mmm... bukan, bukan dongeng. Mereka sudah membuktikannya bahwa itu semua bukan dongeng.

Gue berkutat di satu titik hamparan dunia. Diam.
Seharusnya gue bisa. Gue bisa (bahkan)lebih baik dari mereka. Gue bisa menginjakan kaki disetiap jengkal tanah adam ini. Tapi sayangnya gue terlalu pengecut untuk menantang dunia. Iya, rasanya gue baru saja menemukan sebuah adigium: Keberanian yang besar akan membawa mu menjadi orang besar. Dan keberanian yang kecil akan membawa mu menjadi orang kecil. Dan tampaknya kalimat kedua sedang terjadi pada diri gue.
Kesempoatan itu ada, tapi gue terlalu sibuk mencari alasan untuk tidak melihatnya.
Tuhaaaaan... jalanlah beriringan dengan hamba. Dan berikan kekuatanMu untuk menghapus kelemahan ini.

Rasanya ingin meledak.
Pertanyaan ini terus membesar seperti balon udara dan INGIN MELEDAK.
Apa yang ada di balik gunung sana? apa yang ada di bawah langit sebelah sana? apa yang ada di ujung laut sebelah sana?
ada apa?

Gue pengen bisa menemukan jawaban secepatnya.
sayangnya gue terlalu sibuk mengeluh, karena gue membiasakan menengadahkan kepala ke atas. -Dan gue menjadi lemah.

Tuhan.
Beri hamba sayap.
hamba ingin terbang dan melihat apa yang Kau ciptakan di sisi bumi sebelah sana

Beri hamba sayap.
hamba ingin mengepakan semua ketakutan

Beri hamba sayap.
hamba ingin lepas mengikuti tarian angin dan menantang cakrawala

Beri hamba sayap.
agar hamba tahu dimana Kau bangunkan sang surya setiap harinya


Tuhan...
beri hamba sayap. Agar ketika hamba lelah, hamba bisa terbang tanpa harus memilih untuk menyerah.

Thursday, June 17, 2010

blm jadi

Coba ceritakan lebih banyak kehidupan lagi!!

Aku suka.. sukaa... dan sangaaaaat suka mendengarkan orang lain bercerita. Tentang banyak hal; kehidupan, keluarga, cinta, persahabatan, dia, mereka, dan kau sendiri.

Hari ini dan mungkin sampai esok aku ingin menjadi seorang pendengar. Tapi suatu hari setelah hari esok, mungkin aku ingin menjadi seorang penulis. Seorang penulis yang menuliskan semua cerita yang pernah aku dengar dari mereka, kalian, dia dan kau sendiri.

Aku ingin membuatnya indah. aku ingin cerita-cerita ini menjadi harapan bagi semua orang yang membacanya. Karena itulah, aku ingin menjadi penulis--setidaknya, itu harapanku di detik ini.

Sebelum aku menyeritakan cerita-cerita yang aku dengar, maukah kau membaca tentang ceritaku? dan akan kucoba menggambarkan dengan jujur siapa diriku.


Baiklah, aku akan memulainya...

Bagiku, di dunia ini banyaaaaak sekali keajaiban. Di dunia ini sangat banyak sekali hadiah yang berceceran. Kau tahu apa hadiah dan keajaiban yang paling aku kagumi sampai sekarang? namanya KETULUSAN.

Aku selalu kagum ketika menemukan seseorang yang mempunyai ketulusan. seseorang yang tersenyum, bekerja, membantu dan mencintai dengan ketulusan itu menurutku adalah manusia yang hebat. Dari ketulusan, aku belajar betapa indahnya berbagi. Aku belajar betapa anggunnya kejujuran. Aku belajar betapa tangguhnya sebuah perjuangan. Dan aku belajar, ketika kita melakukan apapun di dunia ini dengan ketulusan, kita akan merasa bahagia dan dicintai sebagai diri kita sendiri (^.^)v

Selanjutnya, hadiah dan keajaiban yang aku temukan di dunia ini adalah sesuatu yang aku sebut dengan KELUARGA. Aku punya orang tua yang luaaaar biasa (luar biasa bawelnya, galaknya, ribetnya, dan luar biasa sempurnanya,,, ^^), punya dua orang kakak yang luaaar biasa juga (luar biasa menguji kesabaran!! ahahaha). Aku punya Vermes (9 sahabat gue yang mmmmmuuuaaach banget n bisa diajak gila ataupun serius), punya BEIBH (4 orang sahabat aku yang kali ini sayang sekali bahwa mereka hanya bisa diajak untuk bersenang-senang!!).Aku punya Tiara, Noe, Puspa temen kental selama 3 tahun ini di Gadjah Mada. Aku punya MAHKAMAH, Aku punya temen-temen Elti yang kerjaannya cuma jalaaan n makaaan terus poto-potoan!! Punya Mba Inda, Ka Dila, Audi, Ka Gitra, Ka Ayu, daaan maaaasih banyak lagi orang-orang hebat yang kau punya. Dan aku sebut mereka keluarga. Setelah itu aku sadar bahwa aku adalah orang kaya karena aku memiliki keluarga. AKu memiliki mereka semua.

Apa keajaiban berikutnya? Berikutnya adalah .... (to be continue)

Monday, June 7, 2010

Memiliki, Mencintai Dirimu tak pernah membuat ku menyesal





7 juni 2010.

Perform PLKH Perdata.

Rasanya ingin sekali menjadi manusia yang bijak dan mengatakan: "Sudahlah, proses jauh lebih bernilai daripada hasil", aku sudah mengucapkannya. Tapi ternyata aku belum bisa membenarkan hal tersebut di dalam hati ini

Selama ini aku belajar; bahwa pembelajaran sebenarnya adalah saat kita merasakan lelah untuk mencapai sesuatu, dan pada akhirnya tersenyum ikhlas untuk menerima apapun yang terjadi. Karena kita yakin apapun itu, itu adalah nilai terbaik yang Tuhan berikan kepada kita.

AKu selalu meyakini satu hal: ketika manusia sudah berusaha sekuat tenaga, dan ia pasrahkan segala usaha dalam bentuk doa, maka tidak ada alasan bagi Tuhan untuk tidak memeberikan yang terbaik baginya.

Aku sangat percaya itu.

Aku percaya Tuhan ada di sini. di dalam jiwaku. disetiap detak jantungku, disetiap hela nafasku, disetiap sisi bumi yang ku lihat, aku tahu Tuhan ada di sana.

Malam ini ada sedikit kegalauan dari keegoanku yang sulit ku taklukan. Aku butuh Engkau Tuhan. Aku butuh sebuah hembusan tenangMu dalam nurani untuk membimbingku menjadi manusia yang ikhlas. Manusia yang akan selalu bahagia dan tersenyum karena selalu meyakini: aku memiliki Mu Tuhan.


Air mata rasanya cukup menghapus galau ini. Tapi di satu sisi aku telah berjanji kepada sang waktu untuk tidak menjadi manusia yang cengeng lagi. Aku belajar untuk lebih memilih menertawakan diri sendiri dibanding menangisi kesedihan hati. Tapi terkadang aku kalah.

Aku kalah.

Aku tak cukup kuat membendung kekecewaan ini.

Aku tak cukup tangguh memikul beban ini sambil mengarang tawa.

Aku tak cukup pintar memasang tak-tik untuk mengelabui mereka dengan kelakar yang ku ada-adakan.

Aku tak cukup memenangkan kesedihan ini Tuhan.

Aku membutuhkan Mu disini.

Aku merasa Kau menghilang dari detak jantungku

Aku merasa Kau tak larut lagi dalam darahku

Aku merasa Kau tak terikat lagi di nadiku

Tetaplah disini Tuhan. Memeluk hatiku yang rapuh dan terasa hampir hancur,

karena kekuatanku hanya diri Mu.


Tuhan. Aku tak pernah tahu lewat apa Kau ulurkan tangan-tanganMu untuk menepuk pundakku ketika ku jatuh. Untuk menghapus air mataku saat ku terluka. Untuk menemaniku kala ku sepi. Teman-teman yang selalu membagiku tawa, selalu membagiku cerita selalu hadir mengisi detik hidupku. Dan ku tahu, ada Engkau di balik itu semua.


Yogyakarta. 7 Juni 2010.

Tuesday, May 18, 2010

Masa Kecil gue: SOK TAHU BANGET SUMPAH!!




Ini tentang cerita masa lalu.

tentang Annisa kecil,

tentang beberpa cerita yang harus gue inventarisasi karena sayang untuk dilupakan, dan wajib diceritakan kepada anak cucu gue kelak.

Gue monster kecil. Pemakan segalanya, hiperaktif, dan selalu membuat teman lain susah (walau niat sebenarnya pengen nolongin). Guru gue sempet kelimpungan dan heran sendiri sama gue. Tapi yang harus digaris bawahi bahwa mereka mengakui kalau GUE ANAK YANG PINTAR!! Sampai detik ini, ada beberapa penggal kisah masa kecil yang masih gue ingat dan selalu menjadi penghibur ketika gue jenuh dengan kehidupan ODB = "orang dewasa baru".


Jaman TK

"Nisa turuun!!" teriak guru gue dari bawah sambil melambai-lambai kearah gue yang "nyangkut" di pohon (yang gue namain) sabun. "Bentar bu guruuu!!" seperti monyet gue turun dari pohon. "jangan suka naik pohon! kalau kamu jatuh bla.. bla.. bla... " petuah dari seorang guru yang prihatin dengan muridnya yangg berkelalkuan monyet.

Beberapa menit sepeninggalan guru gue. gue langsung ngajak temen-temen gue berkumpul. "Eh!! kamu tauuu gaa... ini namanya pohon sabun!! sabun ternyata terbuat dari daun pohon ini tauuuu" terang gue yang SUMPAH SO TAHU BANGET! "Kalau kalian ga percaya, coba gosok-gosok pake aer deh! entar keluar sabun tauuuu"--> gue yang masih kekeuh sok tahu. Ikhsan temen gue langsung membuktikannya. Takjub temen-temen gue yang melihat dengan mata mereka sendiri kalau emang bener tu daun ngeluarin sabun. Bak manusia purba yang baru menemukan api, semua temen-temen gue pada nyuci tangan pake tu daun sabun.

Tak ku sangka tak ku duga saudara-saudara, beberapa jam dari kegiatan cuci tangan masal dengan daun itu, temen gue yang kalau ga salah namanya Cindi langsung gatel-gatel n merah-merah tangannya. Dia nangis-nangis minta pulang, untung pembantunya siap antar jaga sama anak majikannya. jadi si cindi langsung dibawa pulang ke rumah. Setelah kepulangan Cindi, guru gue nanya, tadi Cindi maen apaan?. sebelum kenyataan terbongkar, dan dengan masih sangat sok tahu, gue teriak lantang sambil ngacungin tangan : "TADI CINDI MAENAN DI PARIT NANGKEPIN KECEBONG BU GURUUU!!!". Maaf ya Cind... ini demi kebaikan kita bersama.

***

masih di suasana TK.

waktu itu gue lagi main ayunan sama Ami. "Nis,,, jangan berdiri maen ayunannya, entar kamu jatuh lhooo" ingat ami ke gue.

"Ini seruuuu tau miiii.... kaya terbang!! Yuhuuuuuu!!" gue mengayunkan ayunan lebih tinggi lagi dengan posisi berdiri. melihat kesenangan gue, si ami iri.

"Nisa... aku juga mau kaya kamuu dong... tapi aku engga bisa ngayunnya... kamu dorongin ayunan aku dooong..." ami memelas. Akhirnya gue turun dari ayunan, terus ngajarin Ami naik sambil berdiri.

"Udah siap ya? aku dorong nih!" aba-aba dari gue ke ami.

"pelan-pelan ya nisaaa,,, aku takuuut" tambah ami. Akhirnya gue mengayun pelan, ami mulai menikamati. dorongan semakin gue kuatin dan ami mulai kesenengan.

"Ennaaaakan miiiii!!" teriak gue kepada Ami yang sedang terbang dengan ayunan ke langit 7. "Wuuuuhhuuuuuuuuuu" ami hanya menjawab seperti itu.

terbawa suasana, gue membabibuta mendorong ayunan Ami. alhasil, ami kelempar dan jatuh nyungsep bak pasir yang jaraknya 3 meter dari ayunan. MASYAALLAH!!

Dan seketika gue meninggalkan Ami yang mulutnya bedarah-darah di bak pasir. maaf ya miii... tapi waktu itu gue terlalu takut di marahin bu devi lagi...

***

Kabur dari Ami. gue bertemu Azis. temen gue yang kacamatanya heboh bener deh. gue perhatiin si Azis yang megang pipinnya terus. "Kamu kenapa Azis?" tanya gue. "Aku sakit gigi Annisa" jawab azis mengelus pipi.

Dateng deh rasa sok tahu gue; kasian azis korbannya kali ini.

"Aku pernah baca di buku, kalau sakit gigi obatnya daun cemara!" jawab gue (tapi emang bener kok gue dibacain sama pembantu gue soal daun cemara buat sakit gigi)
niat gue dah baik tuh, ilmu juga udah bener, sayangnyaaa gue ga tahu daun cemara itu kaya apa!! pohonnya gimana!! itu salahnya!! dan sayangnya lagi Azis terlalu percaya sama gue.

"Benaran itu Annisa?" tanya azis mulai yakin.

"bener!" jawab gue pasti (SOK TAHU)

"Di sekolah ada cemara enggak ya?" tanya Azis.

"Ada" jawab gue yang SUMPAAAAAAHHHH GA ADA MATINYA DEH SOK TAHUNYA GUE!

Akhirnya, gue cabut daun pinus depan kantor kepala sekolah. terus gue gerus pake batu taman. niat gue tulus, yaitu menolong Azis--> walau lebih mengarah meracuni Azis. saat ramuan udah jadi, gue langsung menyuruh Azis buka mulut dan menunjukan gigi mana yang sakit. sempat beberapa detik tu "ramuan" mendarat di mulut aZIS, Terdengar teriakan dari guru gue "NISA!! KAMU MASUKIN APA KE MULUTNYA AZIS??!!!!" kontan gue kaget n kabur sambil narik aZIS. Azis mulai merasa "ada-yang-salah" dengan ini semua, lebih tepatnya merasa "sangat-tidak-aman" ada disamping gue.

maaf zis.

***

sebenernya, masih banyak dosa dan nestapa yang gue ciptakan di antara temen-temen kecil gue. mulai dari ketidaksengajaab gue ngejorikin temen gue ke parit pas ngumpulin kecebong. nakutin temen gue pake belalang atau mungkin ngedorong terlalu keras tetangga gue di prosotan taman komplek ampe nyungsep ke pasir. atas itu semua gue minta maaf. gue ga sengaja... beneran. semoga kalian yang sekarang entah di mana, mau memaafkan gue ya...



gue yang di tengah



gue yang paling kanan, habis itu bokap n kakak2 gue. muka gue emang rada ancur di poto ini. kata nyokap, gue baru bangun tidur siang.

Saturday, May 15, 2010

apalah itu namanya


Senandung biru menggurat sendu,
alunann bimbang menggores ragu.
Menghadirkan perasaan nan lugu,
aku menunggu mu.

Derai cahaya purnama mendominasi malam.
Sepi ini bagai kelakar hidup,
tertawa dan tersenyum dalam luka
mencoba hadirkan damai dalam jiwa

Aku percaya suara hati.
Dan aku percaya kau ada di suatu tempat dan sedang menanti.

Tuesday, May 4, 2010

SAMPAH!

apa yang kau bisa lihat dari sisi-sisi mereka yang kadang sulit ku mengerti...
sebijaksana apapun aku menempatkan diri tetap goyah aku menilainya.

kemuakan ini telah menjadi-jadi!
bagai penari latar yang tak pernah ku undang, menari-nari liar dalam kegalauan.
irama pengiringnya memekakan telinga, dentuman dan gemerincing ornamennya hanya sampah!

aku tak punya daya.

ada perasaan yang tak pernah kuragukan untuk ku buang dan menghilangkannya.
ada perasaan yang benar-benar SAMPAH!!
ada perasaan yang tidak pernah bisa ku mengerti walau setiap harinya ku makan buku-buku tolol untuk memahaminya.
ada perasaan yang benar-benar ingin ku buang, dan ku enyahkan.

dan perasaan itu "kau"!!

Friday, April 30, 2010

Goresan Tinta Kata


Aku beruntung dunia memiliki KATA.
Ku sembahkan segala hormat dan kesalutanku untuk dia yang menemukan BAHASA.
Ku ucapkan syukur yang teramat untuk sebuah penemuan yang dipanggil dengan SASTRA.

setidaknya kata-kata yang bisu itu mengukir rasa yang tak mampu terungkap dengan suara.
goresan-goresan tinta ini mengungkap fikiran yang tak sanggup terjamah dengan sekedar berbicara,,,

karena tulisan lebih memiliki kejujuran dibanding lidah yang terlalu lincah untuk berkilah.

Aku ingin menulis,
kali ini percayalah, aku jujur: maaf...

maaf aku terlalu takut untuk memupuskan semua senyumanmu,
maaf aku terlalu naif untuk tetap menjaga harapanmu,
maaf... maaf... maaf...
bila pada akhirnya dusta yang harus kurangkai dari mulut hina ini.

Aku hanya tidak ingin pernah melukai pertemanan ini.

Monday, April 26, 2010

Satu hal besar yang kudapatkan adalah saat ku tahu kesombongan itu pergi…






Satu hal besar yang kudapatkan adalah saat ku tahu kesombongan itu pergi…


Pukul 11.10
Duduk didepan telivisi dan menonton acara favorit, Oprah Show. Aku tidak akan mengatakan ini kebetulan, karena aku sangat yakin ini salah satu cara Tuhan untuk menyadarkan aku akan satu hal, BAGAIMANA CARA BERSYUKUR.
Ini tentang orang yang mengidap penyakit PARKINSON. Pertama kalinya aku tahu tentang penyakit ini, yang dimana otak penderitanya tidak memproduksi ‘semacam pelumas’ sehingga reflex yang dihasilkan tidak bisa mengalir secara sempurna. Yah itulah bahasa seorang awam seperti ku. Intinya, orang yang mengidap penyakit ini tidak bisa mengendalikan gerakan nya dengan baik. aku tidak ingin dan belum mampu untuk membahas tentang penyakit Parkinson itu senidri, tapi ada cerita yang indah di balik nya. Kehidupan Michael J Fox yang sangat tahu bagaimana cara mensyukuri kehadiran penyakit ini dalam hidupnya ,,,


“Aku berjalan kearah cermin besar dilorong rumah ku yang berframe kayu, aku melihat diri ku yang basah, kumuh , bergetar dan terlihat kikuk, lalu aku melihat senyuman diwajah ku.
Aku bertanya pada diriku apa yang aku senyum kan? Dan hati ku menjawab, semua hal yang menjadi lebih baik."



Itu yang Michael J Fox tulis di dalam bukunya yang berjudul Always Looking Up.
Saat ditanyai oleh Oprah, Bagaimana penyakit parkinson menjadikan hidup mu lebih baik? Sedangkan ini semua menyulitkan mu?

“Pertama, rasa syukur ku datang saat bisa melihat anak-anak ku berlarian dengan tawa dan canda mereka, aku tak yakin bisa melakukan hal ini ketika aku baik-baik saja. Kedua, aku beruntung memiliki istri yang mencintai diriku, bukan fisik ku. Kurasa aku tak akan pernah tahu hal ini ketika penyakit ini tidak datang pada ku. Dan yang aku tahu, Tuhan mengambil sesuatu dari hidupku namun Ia ganti dengan sesuatu yang jauh lebih baik.” Jawab Michael J Fox.

Beberpa ucapan dari Michael ku rekam di kepala ku, ucapan itu berbunyi:


Kebahagian akan jalan sejalan dengan kepasrahan mu.
Ini adalah hari ku dengan kondisi yang tidak akan pernah menjadi pilihan untuk ku, karena aku memang tidak bisa memilih. Namun, banyak hal lain yang bisa kupilih untuk membuat hidup ku bahagia. Seperti makanan apa yang akan aku makan, bagaimana waktu seharian ini aku habiskan dengan anak-anak ku, bagaimana cara ku untuk menjadikan hari ini menjadi lebih baik dan bahagia. Dan itu menjadi pilihan yang kupunya.
Aku bersyukur karena penyakit ini aku mendapatkan pelukan dan kasih sayang dari orang-orang disekitar ku dan aku tahu mereka memberinya dengan tulus. Namun terkadang aku melihat ketakutan di mata mereka walau sesungguhnya aku tak ingin menakuti mereka dengan sosok ku yang seperti ini.




Aku terus memasang telinga dan mata ke layar televisi saat Oprah mendatangkan bintang tamu lainnya yang bernama Rogers Hartman. Seorang produser wanita berusia 30 tahun yang mengidap Dystonia. Sederhanya, Dystonia ‘sekeluarga’ dengan Parkinson, dalam hal ini bagian pinggang Rogers tertarik kesamping kanan sehingga membuat ia berjalan dengan badan yang bengkok

Apa yang kau rasakan? Tanya Oprah kepada Rogers

Sebelum Dystonia menyerang ku, orang-orang melihat ku sebagai wanita yang cantik, berambisi dan kuat. Sekarang tidak. Dan aku bisa menerima itu
Ketika itu Michael J Fox menambahkan, itulah Oprah, seperti apa yang kukatakan tadi. Hal besar yang kami terima adalah saat kami tahu bahwa kesombongan itu pergi.

Apakah itu berat?
Tanya Oprah kembali,

Berat. Bahkan Dystonia seolah memberi rasa sakit tertinggi ku yang pernah ku rasakan selama hidup ku. Namun aku berhasil melewatinya. Jawab Rogers.
Perbincangan itu berlanjut dan saat Oprah menanyakan: Kau berjalan dengan menggunakan tongkat, bagaimana dengan orang-orang yang melihat mu padahal kau baru berusia 30 tahun dan kau menggunakan tongkat layaknya manula?
Rogers pun menjawab, dari sinilah aku mengerti dan memahami bagaimana kuatnya para manula bertahan dalam kondisi fisik mereka yang lebih rentan dibanding aku yang berusia 30 tahun. Aku sudah terbiasa melihat orang memperhatikan aku lalu melengos pergi. Aku menggunakan tongkat tidak hanya sebagai penopang fisik ku, namun mental ku. Dengan tongkat, mereka tahu kalau aku adalah seseorang yang memerlukan kebutuhan khusus
.

Pukul 12.00,
Acara OPRAH SHOW pun selesai, dan aku baru sadar bahwa aku telah melewati 50 menit yang sarat dengan pelajaran. Selama ini kita terlalu banyak mengeluh tentang hal remeh-temeh tentang hidup kita terutama fisik kita. Kita terbiasa membesarkan hal-hal kecil yang pada akhirnya melemahkan diri kita sendiri. Saat kita dalam keadaan yang tidak menyenangkan, kita terbiasa bertanya dimana keadilan Tuhan, di saat kita lelah kita cenderung menyalahkan keadaan. Padahal, dari kisah tadi kita sadar bahwa kekurangan yang Tuhan berikan untuk kita tidak lain untuk menjadikan kita jauh lebih hebat. Kelelahan yang kita rasakan seharusnya menjadi perenungan yang membanggakan bahwa kita telah melakukan sesuatu. Dan bahwa rasa ketidaknyamanan kita adalah kesempatan untuk kita untuk bersyukur disaat kita merasa nyaman. Hanya ingin mengulang ucapan Michael J Fox yang aku suka,


Beberapa hal Tuhan ambil dari ku lewat penyakit ini, tapi ia ganti dengan banyak hal yang jauh lebih baik, dan aku bersyukur atas itu.

Friday, April 23, 2010

SALING MEMILIKI DISINI...




Hari ini MAHKAMAH ikut lomba masak lhoo!! yeeeee!!!

dan kita juara 2 lhoo!! Yeeeee lagiii!! ^0^ ahahaaaa

Gue bangga banget deh sama awak Mahkamah, bangga karena mereka mau mencontoh ketidak-tahu-maluan gue n puspa... buktinya, sebelum n sesudah lomba, sebelum dan sesudah masak, kerjaan awak MAHKAMAH yang lain cuma nyanyiiii yel-yel Mahkamah yang gue, ahlul n puspa ciptain. Jujur, emang rada maksa n ga penting lagunya, tapi... ya tetep rada maksa n ga penting... ahahahaaa!! ni lagunya...

(pake nada madu dan racun)

awak yang ganteng,
awak yang cantik,
awak MAHKAMAH...

Selalu ceria,
selalu bercanda,
disetiap harinyaaaa...

mereka... tertawa, bahkan hampir dibilang gila...

oh Mahkamah, tempat kami bercanda bersama..

Reff:
MAHKAMAH = M-A-H-K-A-M-A-H
MAHKAMAH = Badan Pers Mahasiswa

terus lupaaa apa lagi... ahaaaahhahaaa...

habis diumumin kita juara dua, salah satu awak Mahkamah ngomong gini ke gue: Ya Ka Nisa,,, piala kita diambil... *just for your information; kita lomba masak itu dapet piala bergilir KARTINI CUP namanya (eksis ye kampus gue!!) nah, tahun kemaren MAHKAMAH JUARA 1 (GUe!! Gue!! yang masaaaak!!! *nyombong) jadiii... karena sekarang kita juara II yah mau ga mau pialanya harus pindah ke yang juara 1,,

Hei, adik-adik ku... perlu kalian tahu, menumbuhkan rasa saling memiliki jauuuuh lebih penting dibanding sebuah piala setinggi satu meter itu. kalau kalian tahu satu tahun yang lalu ketika cuma 3 orang anak MAHKAMAH yang ikut lomba tanpa suport awak mahkamah yang lain (~__~.) tidak menjadi lebih baik dari saat ini ketika kita semua bisa bener-bener ngerasain kebersamaan kaya sekarang... lagian, garuda yg ada di pialanya udah dipatahin ma ham-ham tauuu... ahahahaaaa... semoga panitianya ga tau kalau pialanya dah cacat!! *goyang-goyang

Jadiii... dapet piala atau enggak, yang penting kita dapet duiiiiiddd!!! wahahahaaaaa... *maav ya saya senior yang mata duitaaan!! ntar kita makan-makan.. ataaauuu... duidnya buat beli piala ajaaa???


Tuesday, April 20, 2010

Tragedi suka cita diserempet CRV



di suatu pagi di tahun 2008,,,

si codeet di senggol CRV!!!

hhaaaah.. pagi-pagi gue dan puspa dah jadi korban tabrak lari CRV silver yang kabur setelah menabrak ekor codet (baca: ekor motor gue)

sejenak gue oleng, sebisa dan semampu dan sekuat tenaga gue menyetabilkan bodi codet biar ga jatoh ditengah jalan, tepat nya ditengah perempatan lampu merah yang lumayan lebar n rame jalan nya. (lebar banget malah-- perempatan monjali gitu)

Sibuk menstabilkan stang motor, tiba-tiba motor gue terasa ringan. *mampus! kayanya roda belakang gue lepas nih!*-fikir gue ga pake otak. ya secara si codet ditabrak lumayan kenceng dari belakang. tapi tiba-tiba gue mendengar sebuah teriakan..

"nisaa...aaa..."

spontan gue injek rem n noleh kebelakang...

JYAAAAA PUSPAAAA NGAPAIN DI SITUUU???

dan gue melihat si puspa udah tengkurep di tengah jalan sambil manggil-mangil gue, dengan posisi percis orang berenang gaya bebas! tapi tangan kiri Puspa melambai-lambai manggil gue!! plus sempritan pak polisi yang lagi ngatur lalulintas di pagi itu.

OH MY GOD!! gue langsung markirin motor, n langsung jemput puspa ditengah jalan. (ternyata si puspa jatoh dari goncengan gue pas si CRV nabrak si codet dari belakang! bego nya gue ga sadar n malah jalan terus..)

"Puspaaaa!! lo ga papa.. udah pus.. udah..." gue mencoba nenangin Puspa *harap diinget.. masih ditengah-tengah perempatan lampu merah.


Puspa gemeteran.. yaa pastilah dia syok... secara habis tengkurep ditengah jalan!! hahahaa... *gue tau bukan waktu nya ketawa. *tapi lucu siih

Pak polisi langsung dateng menghampiri gue n Puspa dan coba nenangin kita berdua, sampai akhirnya puspa berucap lirih dalam kondisi masih gemeteran...

"Pak... tolongin saya pak..."

sejenak gue dan pak polisi saling bertatap. gue dah berasa ga enak. dalam hati gue: mampus! gue ngapain anak orang nih!

lalu puspa melanjutkan..

"Pak... tolong pak... sepatu saya yang sebelah masih ketinggalan disitu..." sambil nunjuk-nunjuk TKP si puspa tengkurep tadi.. yup! sepatunya puspa masih ketinggalan di tengah-tenagh jalan perempatan.

JYAAAAAAAHHHHHAAAHAHAHAAA!! gue kira si puspa mau minta tolong apaaan!!

kontan gue ketawa ngakak dipinggir jalan... *yayaaa.. gue tau gue ga pantes ketawa.. tapi kali ini sulit bagi gue untuk ga ketawa...

akhirnya ditengah pagi yang sibuk.. gue (dengan kemeja n sepatu pink) plus puspa yang masih gemeteran.. ketawa-ketawa ga karuan dipinggir jalan...

seluruh kendaraan bermotor yang lewat pada ngeliatin kita berdua, dan pak polisi yang lain agak takut sepertinya melihat gue n puspa...

ampe pak polisi ngomong begini: kalian ini dari tadi ketawa-ketawa melulu deh...

Korban tabrak lari... tapi tampak bahagia bukan main!

*buat CRV silver yang nabrak kita.. ga masalh kalo lo kabur.. secara codet ga kenapa-napa.. yang ada pasti mobil lo yang lecet kena plat nomor codet!! hahahaaa


ENJOY!

SORRY! GUE BUKAN DEMONSTRAN YANG BAIK!!

Kejadian ini terjadi ketika saya masih semester 5 di tahun 2009




“Ka kita mau demo apaan sih?” kata Moyo ke ka Titi. Belum ka Titi ngejawab si Ijan udah teriak “TURUNKAN HARGA KOSAN!!” Ijaaaaannn!!

Gue diam. Sementara orang-orang disekeliling gue berteriak. Ntah lah, gue memang akan selalu memilih diam ketika orang-orang disekitar gue melakukan hal yang belum bisa gue anggap benar.

Gue menoleh ke belakang. Gue liat sekerumunan orang dengan spanduk bertuliskan “Kami Cinta Indonesia” dan diikuti tulisan dibawah nya “Selamatkan POLRI dan KEJAKSAAN”, yah, mereka para demonstran tandingan untuk kelompok demonstran tempat gue berdiri sekarang. Lagi-lagi gue diam, sebenernya gue bingung, ini pertama kali gue ikut aksi. Di kepala gue saat itu, mumpung masih bertitle ‘Mahasiswa’ kapan lagi ‘turun’ ke jalan?!

Ijan : Udah berapa kali ikut demo mbak? (anak Mahkamah angkatan 08)

Gue : Baru kali ini Jan!! (sambil ketawa cengar-cengir)

Ijan : HAHAHA... kirain??!! Sama dong!!

Gue : Belum jadi mahasiswa kalau belum turun ke jalan Jan!! Hahahaaa...

Sejenak gue noleh lagi kearah demonstran tandingan, tiba-tiba Romi nyeletuk dengan logat krapyak nya

Romi : Bisa diliat, itu isinya tukan becak, pedagang pasar yang dibayar sama oknum tertentu!! Susah kalau sudah masalah perut...

Gue mencoba untuk mencerna ucapan Romi. ‘jadi mereka hanya sekedar bagian dari skenario politik ya..’

Romi : Liat tu Sa... cewek-cewek ‘SARKEM’ nya pada keluar!! Ngerti apa mereka soal demo! Ditanya masalah POLRI sama KPK aja mereka belum tentu tahu!!

Hhh... gue Cuma bisa tarik nafas dalam, jujur, gue tahu Romi benar tapi...
Sesekali mata gue memandang ke arah polisi yang mengatur jalan demo kami. Sampai detik ini pun, meski gue berdiri di barisan yang sebut saja ‘kontra’ dengan posisi mereka.

Okay, gue kembali ke motivasi awal. Sebagai manusia yang menganut teori ‘tidak ada kebenaran dan kesalahan yang mutlak di dunia ini’ yang diciptakan oleh gue sendiri, gue ikut aksi ini sebenernya sebagai pihak yang netral. Gue masih sangat mengapresiasi setiap lembaga hukum yang ada, gue mengapresiasi orang-orang jujur yang masih ada di dalam lembaga tersebut tepat nya. Karena dalam hidup ini, gue selalu percaya bahwa tidak ada satupun manusia yang diciptakan sebagai orang jahat. Hanya saja tekanan hidup setiap orang itu berbeda, dan ketika orang tersebut pada akhir nya emnjadi jahat dan salah, maka hal yang harus dilakukan oleh orang yang ‘merasa’ benar adalah membenarkan mereka tanpa menyalahkan. Yaaaah... itu sih mindset gue, kalau ada yang enggak setuju enggak apa-apa kok =D

“Bukan Annisa Rahmah kalau enggak melakukan kebodohan!” Itu kata noe temen gue.

Yup! Kemarenpun dalam aksi gue melakukan beberpa kebodohan.
Gue bingung. Ada ibu-ibu di samping gue yang tampaknya dari LBH di DIY, dengan semangat 45, si ibu teriak “TURUNKAN SUSNO DUAJI!!” buseeeet ni ibu biasa jegat tukang sayur ni pasti!! Gue yang disamping nya Cuma cengar-cengir... lalu si ibu itu berceloteh “haduuuuh... mana ini semangat mahasiswa nya?? ini semua mahasiswa kan? Kok pada melempem si?” dan gue pura-pura ga denger... emang mahasiswa harus garing ya? (garing kebalikan dari melempem kan? Ngasal!) . saat itu gue masih tenang, sampai akhirnya, entah dari arah mana Uda Rito (Ketua Dewan Mahasiswa fakultas gue) muncul bagai jin Tomang dibelakang gue.

Gue : Lhaaaaa!! Ka Ritooo?!!!
Ka Rito : Kenapa Nisa (dengan muka cengar-cengir alis naik turun, sumpah ni ketua Dema gue emang ‘rada’ ye! heheheee)

Ka Rito : Eh Nisa... teriak dong!! Ngapain ikutan aksi kalau diem doang?!
Gue : Haaah bawel ni Ka Rito.. Nisa kan...

“HIDUP MAHASISWA!!!” belum gue sempet ngelanjutin omongan gue, Ka Rito udah teriak aja di belakang kuping gue! Sumpah pengang abiiis kuping gue.

Gue : Ka Ritooooo!!

“SELAMATKAN KPK!!!” lagi... lagi.. dan lagi... Ka Rito teriak ‘pas-banget-dibelakang-kuping-gue!’ gue Cuma bisa noleh ke belakang ngeliat muka Ka Rito yang kaya nya puas banget sambil cengar-cengir. Ya... Ka Rito emang bener sih, ngapain gue ikut demo kalau Cuma diem (walau ga teriak di belakang kuping orang juga kan ka...) akhirnya, gue mencoba untuk menjawab ‘cengar-cengir’ ka Rito yang penuh makna tantangan itu, dengan cara...

“HIDUP MAHASISWA!!!” gue teriak dengan sekuat tenaga!!

Dan.... Siiiiiiiing.... semua orang termasuk para petani kulonprogo yang ikutan demo pada ngeliatin gue, diem dan... Gue denger banget si cula sama eel (anak mahkamah juga) udah cekikikan dibarisan belakang, dan yang paling nyebelin pas gue ngeliat mukanya Ka Rito yang puas banget. Walau Ka Rito diem aja tapi di jidat nya tu kaya ada tulisan ‘wakakakak’!! asli malu abis gue!! “Ga papa dek, lain kali suara kamu harus bulet’ ujar Ka Titi nenagin gue.

Bodo amat, bodo amat....!!! gue tetep berjalan dan melanjutkan aksi dengan Pe-De nya! mm... mungkin terlalu Pe-De sih... tapi... apa perasaa gue doang atau gimana ya... kok banyak yang ngeliatin ke arah gue walau Cuma curi-curi pandang (note: kebanyakan yang ngeliatin gue ya mas-mas gitu... hiiiiih... bukannya bangga, malah serem gue!) gue celingak-celinguk aja... berfikir, mungkin gara-gara gue teriak tadi kali ya gue diliatin... tapiiiiii... ternyataaaaa...gue baru sadar kalau jilbab gue warna nya ‘gonjreng’ sendiri! yaiyalah gonjreng! Gue pake jilbab rada shocking pink ditengah krumunan orang pake baju item! T.T siaaaaalll...
Pas gue taro di status di twitter ‘@annnisarahmah: gue baru sadar pas demo jilbab gue gonjreng sendiri? Jegeeeer!!’ , si moyo bocah laknat dari mahkamah nge-retwiit yang kira-kira seperti ini ‘@ismoyoradityo: lo mau godain pak polisi nya kan Sa!! RT @annisarahmah gue baru sadar pas demo jilbab gue gonjreng sendiri? Jegeeeer!!’
Haaaaaaahhhh!! (>.<) kesaaaal.

Kebodohan ketiga gue. Mungkin karena gue belum sarapan dan konsentrasi gue menurun atau mungkin karena konsentrasi gue emang ga pernah naek, gue melakukan kebodohan lagi. sebelum berangkat si Cula udah warning gue untuk tetap berdiri di barisan paling pinggir! Walau dalam dunia per-aksi-an yang namanya wanita itu selalu ditempatkan di tengah

Gue : berdiri di pinggir biar apaan cul?
Cula : iiiih biar ke-shoot kamera doong mbaaaak!! Lumayan, banter masuk jogja tivi!!
Gue : Wuuuuuaaaaahhh beneeeer!! (gue emang senior gampangan)

(tolong jangan ditiru, gue dan cula sangat sadar kok atas apa yang kami lakukan adalah tidak benar... )

Mungkin karena niat gue ikutan aksi memang udah sangat menyimpang maka Tuhan pun memberikan hukumannya ke gue...
Gue meper-meper dipinggir barisan, gue berani ngelakuin hal itu karena gue tau ada Ijan di samping gue, jadi gue engga perlu takut ilang. Sampai akhirnya gue baru inget sama salah satu adek gue dari mahkamah juga si Echa—yang bertugas jadi fotografer—daritadi enggak keliatan. Gue khawatir. Sambil mata gue nyari-nyari si Echa, gue mukul pundak Ijan!! ‘Jan.. Jan... Echa mana ya Jan...’ kata gue. Mata gue terus menyusuri jalan mencari Echa... ‘JAN!! ECHA ILANG JAN!’ kali ini suara gue lebih keras dengan pukulan yang lebih keras di pundak Ijan sampai akirnya gue noleh dan narik bahu Ijan karena dari tadi gue di cuekin. ‘IJAAAAAaa..aa..an’ suara gue dari teriak langsung terbata-bta pas gue sadar yang dari tadi gue pukulin n gue teriakin bukan si Ijan! Lagi-lagi mas-mas si petani kulonprogo!! TIDAAAAAAKKKK!!!

Hhhh... (~_~!) kaya nya gue ikut aksi Cuma malu-maluin nama Mahkamah aja deh...

Atas semua kebodohan yang telah gue lakukan gue sadar dan tidak mau banyak berulah. Sampai akhirnya di depan gedung BI DIY. Ditengah panas yang beneraaaan deh panas nya... gue dan temen-temen mahkamah yang lain benar-benar sudah tidak bisa memaksakan diri untuk mendengar orasi para orator. Akirnya kami memilih untuk berfoto-foto ria ditengah aksi damai itu (yaah... mungkin beberapa dari kalian bakal mikir kalau kita ‘sampah’ dalam sebuah aksi damai atau demonsrasi, tapi percaya deh, kami punya cara sendiri untuk ber-‘aksi’ dan mungkin, turun ke jalan bukan cara terbaik bagi kami)

Ka Gitra : Heeeeh dek! Kok malah foto-fotoan si kalian! (ka gitra selaku sesepuh Mahkamah), mbok ya didengerin kalau orang lagi orasi...!
Gue : Hah! Males ah! Habis isi orasi enggak keluar di ujian! Omongan dosen aja yang nyata-nyata keluar di ujian jarang Nisa dengerin..!

Ka Gitra hanya mengurut dada dan menarik nafas panjang. Gue yakin, kalau ada bambu runcing pasti gue udah tombak tuh!

Yaaaah... kalau dilihat dari aspek apakah gue dan beberapa temen MAHKAMAH gue adalah peserta aksi damai yang baik? Pasti jawaban nya tidak. Tapi bukan berarti kami tidak peduli dengan masalah yang di orasikan para orator. Ketika mereka berteriak ‘Turunkan SBY’ maka difikiran gue hanya... ‘lalu siapa yang bakal gantiin?’, ketika mereka berteriak Polisi seperti bebek, gue tetap melihat sosok polisi sebagai sosok seorang pengabdi. Mungkin benar bahwa banyak dari mereka yang tidak layak untuk dikatakan abdi masyarakat, dan biarlah mereka—para mahasiswa yang turun ke jalan itu dan para aktivis—yang menghujatnya, tapi biarkan gue sebagai orang yang hanya membawa nama pribadi memberi apresiasi bagi segelintir dari mereka yang tetap memilih untuk mengabdi kepada masyarakat. Mereka yang mau mengatur jalan di hari raya ketika seharusnya mereka berkumpul dengan keluarga, mereka yang mengatur jalan di tengah terik panas, dan mungkin segelintir dari mereka adalah mereka yang benar-benar bersentuhan dengan masyarakat.

Terus terang... gue engga biasa dengan cara beberapa orator dalam berorasi yang dalam orasinya terdapat unsur hinaan, hujatan, yang menurut gue belum pas. Kata Romi, gue itu aliran kanan (gue juga ga ngerti maksudnya apa) mau digimanain juga gue engga bakal bisa diajak untuk kontra pemerintah.
Menurut gue ini bukan masalah pro dan kontra. Untuk saat ini, gue mengatakan benar dan salah dari apa yang ada didalam fikiran gue. Lagi-lagi, gue bukan tipe manusia yang bisa mengikuti ombak pilihan dominan manusia sejenis gue. Ketika memang lebih banyak teman-teman gue yang memilih untuk berjuang dengan ‘turun dijalan’ lanjutkan lah... karena mungkin memang bentuk perjuangan seperti itu diperlukan, tapi bukan berarti hanya itu satu-satu nya jalan yang bisa dipilih.

Mungkin ini terakhir kalinya gue ikut aksi, setelah aksi pertama gue pas OSPEK, yang lagi-lagi waktu itu gue dipaksa orasi di atas mobil pick-up didepan satu angkatan dan dengan TOA yang cukup menggelegar gue malah teriak “SALAM KORUPSI!!” dan itu sukses ngebuat temen-temen gue dibarisan depan cekakakan karena harus nya gue bilang ‘SALAM ANTI KORUPSI’, mana waktu itu gue pake acara nyanyi segala diatas pick-up. Niat nya sih biar engga malu atas kesalahan ‘salam korupsi’ gue tadi, eh ternyata malah malu-maluin!!!. Sepertinya gue punya cara sendiri untuk menjadi mahasiswa yang ‘peduli’, semoga.