Thursday, December 10, 2015

BELAJAR




Hidup itu seharusnya tentang bagaimana merasakan bahagia, bukan? Tentang proses bagaimana kita bisa mempertanggungjawabkan kesempatan hidup yang Tuhan beri sesuai dengan apa yang kita yakini benar.

Hidup itu bagi saya adalah tentang melakukan apa yang harus saya lakukan, bukan sekedar apa yang ingin saya lakukan. Dalam hidup harus ada tanggung jawab, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Ada kesadaran bahwa semua yang kita miliki, kita lewati, kita dapatkan, kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Maka saya sadar benar, bahwa hidup adalah kesempatan kita untuk belajar bertanggungjawab.

Saya belajar, bahwa hidup saya bukan hanya sekedar untuk menyenangkan semua orang atau terlihat baik di mata banyak orang. Tidak, saya pastikan saya tidak akan menjalani hidup semenyedihkan itu.

Saya belajar, bahwa benar dan salah adalah relatif di mata manusia satu dengan manusia lainnya, dan saya tidak memiliki kekuasaan untuk menjelaskan kepada semua orang kebenaran seperti apa yang saya yakini agar saya dianggap benar. Tidak, saya tidak akan menghabiskan waktu saya hanya untuk memberikan penjelasan agar seseorang menerima saya seperti itu. kebenaran bisa relatif di mata orang lain, tapi tidak bagi saya, benar adalah benar, salah adalah salah. Titik.

Saya belajar, bahwa saya tidak perlu takut menjadi minoritas. Tidak perlu takut untuk tidak memiliki banyak orang di sekeliling saya, karena teman bukan tentang proses mencari, tapi teman adalah proses menemukan dan menerima. Dulu, seseorang pernah mengatakan hal ini kepada saya, ‘Jika ada 100 dari 1000 orang yang berjuang untuk kebenaran, maka jadilah bagian dari yang 100 itu. Jika ada 50 yang berjuang untuk kebenaran, maka jadilah bagian dari yang 50 itu. jika hanya ada 10 dari 1000 yang berjuang untuk kebenaran, maka pastikan kamu ada di antara 10 itu. Dan jika hanya ada 1 orang yang berjuang untuk kebenaran, berjanjilah bahwa 1 orang itu adalah kamu. Maka mulailah untuk jujur kepada dirimu sendiri. mulailah untuk mampu mempertahankan kebenaran yang kamu yakini mulai saat ini, sekecil apapun itu, jika menurutmu benar, maka perjuangkan.’

Maka kemudian saya akan selalu mengingatkan diri saya sendiri bahwa hidup saya adalah tentang menyenangkan Tuhan dan diri saya sendiri dengan segala kebenaran yang saya yakini. Tentang menyenangkan diri sendiri dengan menyenangkan orang-orang yang sungguh-sungguh ingin saya senangkan dengan ketulusan. Bukan tentang menyenangkan orang-orang yang tidak terlalu ingin saya senangkan.

Adakalanya saya bahagia ketika bisa membahagiakan orang yang saya sayangi. Membahagiakan orang yang saya anggap pantas untuk saya bahagiakan. Bahagia ketika bisa bermanfaat untuk orang lain yang membutuhkan. Saya adalah manusia yang membahagiakan orang lain karena saya ingin, bukan karena saya butuh. Saya membahagiakan orang lain yang saya anggap pantas, bukan agar terlihat pantas.

Saya belajar, dan akan terus belajar.

Tentang bagaimana berjalan dengan tegak dan langkah ringan. Bukan dengan ketakutan-ketakuan terhadap penilaian orang.

Tentang bagaimana utnuk mengatakan tidak terhadap sesuatu yang tidak ingin saya lakukan. Bukan yang latah mengiyakan semua permintaan.

Saya punya Tuhan, dan Tuhan memberikan saya keluarga yang luar biasa, sahabat-sahabat yang tulus dan luar biasa, dan itu sudah lebih dari cukup.


*tulisan yang dibuat kala hati penuh perasaan marah dan entah harus marah kepada siapa. Huh Hah!

Sunday, December 6, 2015

KEBERUNTUNGAN


Semua pasti sepakat jika hidup itu rahasia. Seperti tentang siapa yang akan mengisi celah jemari kita dan menggenapkan hati kita. Siapa yang akan terus berusaha dengan sabar memahami tentang sisi kita yang bahkan kita sendiri tidak bisa memahami.
Tidak semua keberuntungan dua orang yang saling jatuh cinta dipahami oleh banyak orang. Mungkin keberuntungan kalian salah satunya. Atau mungkin awalnyapun kalian tidak juga punya jawaban mengapa saling mejatuhkan hati satu sama lain.

Dan tulisan ini... semoga bisa menjadi secuil pengingat bahwa pertemuan kalian berdua adalah keberuntungan bagi kalian berdua. Keberuntungan menemukan seseorang yang tepat untuk saling menjatuhkan hati. Dan pernikahan hari ini adalah bukti, bahwa pada akhirnya kalian percaya satu sama lain, bahwa hubungan ini tidak lagi (hanya) tentang memilih menjatuhkan hati kepada siapa , tapi tentang kesanggupan untuk sabar menjaga dan setia.


Lewat tulisan ini, saya ingin berterimakasih kepada mempelai wanita yang cukup banyak berbagi cerita semasa saya masih di Jogja, mulai dari buku, keluarga dan tentunya sang kekasih—yang saat ini sah menjadi suaminya. Selalu menyenangkan mendengarkan kakak yang satu ini bercerita. Lewat cerita-ceritanya saya mengerti satu hal, bahwa sebuah hubungan tidak sekedar menerima, tapi tentang komitmen untuk saling menyesuaikan dan bertahan.

Di mata saya, Ka Dewi adalah sosok wanita super cantik, menarik, baik dan menyenangkan walau sulit untuk dipungkiri kalau Ka Dewi ini agak sembrono (ya kena tilang lah, ya mobil ketabrak apalah, ya aki lupa diganti lah)hehehehe.. ampun, Kak..). Sekedipan matanya mungkin bisa meluluhlantakan hati laki-laki manapun. Seperkiraan saya, sangat mudah untuk Ka Dewi mendapatkan laki-laki sesuai keinginannya. Tapi, pada kenyataannya, Ka Dewi bertahan pada satu nama dengan sosok (ni maaf-maaf aja ya, Mas Aji) yang-agak-langka-bentuk-maupun-perangainya--adalah Kunto Aji alias Mas Aji. Entah apa yang dilihat oleh Ka Dewi dari sosok antah-berantah-ini. Sampai akhirnya di suatu perbincangan sore saya mengerti dan memahami alasannya kenapa laki-laki unik ini yang dipilih...


“Kalau aku lagi ‘dapet’ aku sadar sih, dek, aku nyebelin banget. Pernah ya waktu itu di tengah jalan aku marah-marah sama Aji gara-gara aku ga suka sama Matahari. Terus kata Aji, yaudah pake kacamata item ya? Aku bilang ‘ga mau!’ , terus Aji bilang lagi, yaudah pake jaket ya?, aku bilang ‘ga mau! Aku tuh ga suka sama Mataharinya!!’, terus Aji jawab lagi, ‘Ya terus aku harus ngapain Mataharinyaaa??’, ‘Ya diapain kek biar Mataharinya ga ada!’. ‘Yaaa manaaa aku bisaaaa!’, kalau inget itu suka ketawa sendiri aku, Dek”
Sampai situ saya diam, diam sambil mikir, gue kayanya kalau PMS ga pernah se-rese itu deh ampe minta ngilangin Matahari

“Terus, Ka? Mas Ajinya marah ya?”

“Ya gimana dia bisa marah, kan aku ngomel-ngomel terus, dek! Dia ga ada kesempatan buat marah”

“Terus... ?”

“Aku tahu aku rese, Dek... tapi kan kalau PMS kita sebagai perempuan juga ga punya kuasa ya atas hormon-hormon sensi dalam tubuh kita? Terus aku minta pulang aja karena aku ga suka sama mataharinya, padahal itu udah mau sampai ke tempat tujuan.”

“eum... akhirnya pasti mas Aji tetep tancap gas biar cepet sampai ke tujuan ya, Ka?”

“Enggak, dek. Aji Puter balik, terus kami pulang”

“Eh?! Kok sedih ya, Ka, jadi Mas Aji? Hehehe”

“Dia udah biasa, Dek... Dulu, kalau dipikir-pikir aku yang banyak sabar ngadepin tingkahnya dia, tapi makin kesini aku ngeliatnya dia mulai sabar dan lebih ngertiin aku yang makin uring-uringan. Mungkin karena faktor usia juga kali ya, Dek. Cewek itu cepat matangnya, cepet dewasanya, tapi kaya siklus lingkaran, kita cepet juga balik jadi childish lagi,,, kebalikan sama laki-laki, mereka emang telat dewasanya, tapi mereka bertahap. Ada waktunya mereka mulai mau memahami, mengerti dan mengalah sama situasi sekeliling mereka. Dan alhamdulillah ujung-ujungnya kami berdua jadi saling melengkapi gitu sekarang.”

Saya hanya tersenyum dan menghela nafas panjang saat itu.

“Hebat ya Ka, bisa bertahan selama ini sama Mas Aji”

“Hehehehe.. ga tau deh, Dek... Mungkin karena udah lama juga kali ya, Dek. Udah nyaman. Dan Kakak sendiri juga sadar kayaknya enggak semua cowok bisa meng-handle kakak kaya Aji. Ya kaya sekarang aja... pas kakak lagi ke Jakarta, Aji mau bolak-balik ke rumah ngasih makan kucing-kucing, Kakak”

“Hahahaha,,, bukan apa-apa sih, Ka... habisnya kalau Nisa perhatiin Kak Dewi sama Mas Aji itu sama-sama teledor-nya sama-sama tidak terorganisir dengan baik hidupnya, emang enggak mau nyari cowok yang lebih bisa ngemong gitu?”

“Lhooo... siapa tahu, anaknya Kakak nanti bisa lebih dewasa dan ngemong, Dek... mengingat orang tuanya ga bisa diandalkan. Kan lucu, dek, baru umur 6 tahun dia udah bilang gini ‘mama sama papa kerja aja deh, biar urusan rumah aku yang atur’, hahahaa kan lucu dek...”

“Hedeeeeeuh... malah bercandaaaa... tapi bisa jadi sih, Ka,,, mau enggak mau dia kaya adaptasi alam gitu karena Papah sama Mamahnya seleboran orangnya, terus dia menghandle hidupnya sendiri bahkan hidup orang tuanya walau dia masih kecil” *malah ikutan imajinasi*

***

Dear, Ka Dewi... entah kenapa obrolan sore itu yang ditutup dengan bibik yang maksa Ka Dewi makan sayur asem dan ikan asin sangat membekas dan terus teringat di kepala Nisa. Nisa jadi paham bahwa sebuah hubungan selalu punya warnanya masing-masing. Mungkin di luar sana banyak orang dengan sekejap saja menilai bahwa Mas Aji beruntung mendapatkan Ka Dewi,,, tapi menurut Nisa, pertemuan kalian, hubungan kalian, hingga pernikahan kalian hari ini adalah keberuntungan kalin berdua—satu sama lain—karena kalian saling melengkapi dan mengerti.

Nisa juga belajar dari Ka Dewi dan Mas Aji bahwa di dunia ini tidak ada pasangan yang sempurna, tapi ketidaksempurnaan itu sendirilah yang memberi runag bagi kita untuk belajar membuka hati, meluaskan pikiran dan kesabaran.

Kak Dewi, ditunggu cerita-cerita berikutnya ya...

Selamat untuk hari ini, kakak cantiiiiiiik banget... dan Mas Aji juga cakeeeeep banget... sneakernya... (hahahaha) Rukun-rukun ya... semoga Allah senantiasa melimpahkan keberkahan buat keluarga Ka Dewi dan Mas Aji.

Buat Kak Dewi, kalau nanti Kak Dewi lupa tentang alasan untuk tetap bersama Mas Aji, Inget ini: Mas Aji adalah lelaki yang memilih sabar untuk memahami dan menerima Ka Dewi, terutama saat Kak Dewi lagi PMS ;P

Buat Mas Aji, kalau nanti ada godaan yang membuat Ka Dewi terkesampingkan, Inget ini:Kak Dewi wanita yang setia di samping Mas Aji dalam rentang waktu yang cukup lama, walau marahnya Kak Dewi (konon katanya) serem, apalagi kalau mas Aji lupa nge-flash habis BAB ('-__-)

Sekali lagi selamat ya buat kalian berdua...


Selamat berjuang untuk bertahan dan saling mempertahankan. :)