Sunday, November 27, 2011

Saat Dicintai Diam-diam




Seperti dua kapal yang berpapasan sewaktu badai, kita telah bersilang jalan satu sama lain, tapi kita tidak membuat sinyal, kita tidak mengucapkan sepatah kata pun, kita tidak punya apa pun untuk dikatakan.
-Oscar Wilde-


Mungkin ini tulisan pertama saya tentang... sebut saja romantisme sebuah rasa yang sering kita namai dengan "KASMARAN".

Selama saya hidup, jelas ada beberapa lelaki yang pernah singgah di hati. Saya mengingat mereka, karena saya pernah memiliki sebuah rasa kasmaran karena mereka. Tapi,, suatu saat ada seorang teman lama--laki-laki--yang tiba-tiba muncul lewat chatt-fb yang bercerita suatu hal di saat itu yang sungguh membuat saya merasa... sebut saja, tersanjung.

Saya jarang; merasa tabu bila harus menulis tentang kisah percintaan yang pernah saya alami. Kenapa? karena setelah saya menceritakan kepada beberapa orang, mereka pasti menganggap kalau itu adalah cerita jenaka! bukan cerita cinta. Apa daya. sigh.

Baiklah, kembali kepada si kawan lama yang berhasil menyanjung saya. Sebut saja nama dia Soni. Jelas bukan nama sebenarnya.

Soni adalah sosok laki-laki kecil, rentan dan lemah saat itu. Mejanya tepat di depan meja saya. Karena postur tubuh yang kecil, dia cukup sering jadi korban keisengan anak-anak cowok yang nakal di kelas. Salah satu anak ternakal di angkatan saya saat itu mari kita namai dengan Bongal (Bocah Bengal).

Entah racun apa yang tertelan oleh Bongal, tapi sungguh hidupnya Bongal benar-benar meresahkan saya. Badan Bongal yang besar, pencicilan membuat Bongal dinobatkan sebagai anak ternakal urutan kedua di sekolah saya. Saya cukup sering berantem dengan si Bengal. Selalu ada alasan untuk berantem dengan bocah yang satu ini. Dia boleh menindas teman-teman yang lain, tapi jangan coba-coba menindas gue!! itu yang selalu saya camkan.

Dan Yak!! entah racun apa lagi yang dia telan, si Bengal mengaku jatuh cinta kepada saya. *langsung jedotin kepala*

Jelas saya memasang sikap "MENOLAK" . Tidak perlu pake cara halus. Langsung to the point: ENAK AJA! KAYA GUE GA WARAS JADIAN MA LO!! PERGI SONO! yup kurang lebih itulah jawaban saya ke Bengal.

Bengal tidak patah arang. Dia mengeluarkan manuver-manuver pendekatan YANG-SUMPAH-NGE-BETE-IN-ABIS!!
Bengal mengeluarkan semacam ultimatum kepada teman-teman cowok di kelas untuk tidak berbicara kepada saya. Tidak ada yang boleh "mengganggu" saya--padahal kelakuan dialah yang paling ngeganggu saya!!

Dan itu berimbas ke Soni, si kecil yang rentan nan lugu yang ditakdirkan duduk di depan meja saya. Saya masih ingat ucap Soni saat saya mengajak ngobrol dia di kelas tentang pelajaran, Soni cuma menjawab;

"Sa,, Bongal ngeliatin gue... please lo jangan ngobrol ma gue, nanti gue pasti dipukul ma BOngal pas istirahat"

Saat itu saya menoleh ke belakang, dan benar si bocah setan itu lagi melototin Soni.

Manuver pendekatan Bongal semakin menjadi-jadi!! suatu hari, siang bolong, panas terik, saat saya berjalan kaki menuju rumah sepulang sekolah, tiba-tiba perasaan saya SANGAT TIDAK ENAK. saya hanya membatin: ah... mungkin ada anjing di belokan itu kaya kemarin, jadi mungkin hari ini harus lebih hati-hati.Semakin melangkah, semakin hati tidak enak.

Dan semakin tidak enak saat saya menuju belokan komplek rumah dan melihat segerombolan laki-laki yang di pimpin oleh sosok yang tidak diragukan lagi ke-bengalannya!! SI BONGAAALL!! seketika mata Bongal menangkap kehadiran saya di ujung belokan dan tiba-tiba dia berteriaak kurang lebih seperti ini:

"ANNISSAAAA AAAIII LOOOVVVEEE YOOOUUUU!!" dan dilanjutkan dengan joget-joget India!! What the aaarrrggghhh!! tanpa ba-bi-bu, da-di-du, saya ngacir dengan kecepatan kuda tenaga hena ke arah berlawanan. Dan terus berdoa dalam hati... TUHAAAN... LINDUNGI AKU DARI SEGEROMBOLAN SETAN TERKUTUK!!

sampai akhirnya saya ketemu Soni lagi duduk di pinggir jalan komplek. Spontan saya berhenti mendadak, menarik Soni, dan kembali lari menuju tempat aman untuk bersembunyi.

Soni : Nisa gue mau diapain?!!
Saya : Sinting tuh si Bongal Son!! aseeellliii Gila gue rasa!!
Soni : Ya,,, tergila-gila sama lo kali Sa,,, hahahaha...
Saya : *noyor Soni* yeee ni bocah! jangan ikut2an deh yaa...
Soni : Terus kenapa lo narik gue?
Saya : Soniiii...!! lo harusnya makasih sama gue!! kalau gerombolan gila itu ngeliat lo, lo bisa habis jadi pelampiasan mereka!!
Soni : *diam dan menunduk* emang tadi lo di kejar ma Bongal?
Saya : Parah!! iya Soniii!!
Soni : Dia beneran suka ma lo kali Sa...
Saya : lo jangan ikut-ikutan deh Son! paling bentar lagi dia bosen ma gue, terus nyari anak cewek lain buat jadi incarannya!! hahahhaa
Soni : *menunduk sambil tersenyum tipis*
Saya : Soni... sorry ya,,, gara-gara gue sering maksa lo ngobrol ma gue di kelas, lo jadi sering diisengin... sorry ya Son...
Soni : Ga papa Sa.. udah nasib gue kali yang badannya kecil gini ditindas...
Saya : Soniiii!! makanya olahraga biar keker kaya ade ray!! ahahhaa

dan percakapan terus berlanjut dengan tawa menunggu keadaan aman terkendali.

Benar dugaan saya. selang beberapa minggu kemudian, Bongal bosan dengan saya dan beralih ke siswi lain. Semenjak itu saya bisa pulang ke rumah dengan aman dan tentram. Selain karena bebas hama gangguan Bongal, ternyata rumah Soni di belakang komplek perumahan saya. Jadi hampir setiap hari saya pulang bareng Soni dan teman-teman lainnya. Karena Soni kecil, sebenarnya saya juga sering menindas dia,,, tapi ya Soninya juga mau-mau aja... heee...

Sepuluh tahun sudah dari masa itu. Sampai akhirnya jendela chatt facebook saya terbuka dengan nama yang tidak saya kenal.

"Hey Nis... apa kabar?"
"Baik" --> sambil kepo buka profil and cari foto terjelas dan mencari tahu siapa sebenarnya si orang yang menyapa saya. Karena saya yakin "friends" di facebook saya adalah orang yang saya kanal atau paling tidak memiliki banyak mutual friend dengan saya. lama mengamati foto, saya yakin kalau saya tidak kenal lelaki ini.

"Gimana kuliah lo?"

="alhamdulillah... eh sorry,,, ini siapa ya? habis nama facebook lo enggak gue kenal"

"Masa lo ga kenal gue Sa? liat info doong"

dih.. pede banget ni cowok? ngapain juga gue begitu semangat ngepoin elo?

"Gue Soni Sa!! kacung lo dulu!!"


="Soni... Soni... ??? (sambil buka profil dan lebih memperhatikan foto dan wajah)"
="OOOOOO MAAAAAAIIII GGGOOOOTTTT SSSOOOOONNNIIIII!!!! sumpaaaaah lo beda banget sekaraaaang!! kenapa jadi gede bangeeet badan lo sekarang???"

"hahaha ya iyalah Sa,, masa mau kecil terus!! entar ditindas terus lagi ma lo!!"

dan percakapan kita terus berlanjut seputar kehidupan sepuluh tahun yang lalu. Sampai akhirnya...

"Kalau lulus mau kerja atau langsung nikah?"

=" Yee!! belagu lo Son! mentang-mentang lo in relationship gue single, mau mamer lo ye ma gue?!! toyor dulu laah!!"

"Hhahahaha lo masih demen ya toyor gue!! masa sih lo single? jual mahal bangeeet lo!"

="embeeerrr gue mahal!! hihihiii"

"Iya... iya... lo emang mahal, ampe Bongal tergila-gila ma lo!"

="Siaul lo ye... hahaha... kocak ya kalau inget-inget masa culun kita!!"

"Iya Sa... seandainya dulu badan gue segeda kaya sekarang, gue enggak bakal takut sama Bongal yang gangguin lo terus... gue enggak perlu tiap hari pulang lewat semak-semak"

="Lhaaa,,, apa hubungannya lo pulang lewat semak-semak Son! emang lo pernah dijahilin sama Bongal di semak-semak??!! seriiiuusss??!!"

"Enggak sih Sa... maksud gue, kalau dulu gue ga penakut karena badan gue kecil, gue bisa suka sama lo sesuka hati gue"

="mmmmm..... maksud you apa yaaa.... m.... "

"Lo enggak sadar apa kalau tiap hari gue pulang lewat depan rumah lo?"

="Dih! lha emang rumah lo di belakang komplek gue kan?"

"-___- jadi selama itu lo beneran ga sadar ya...? mana ada rumah di belakang komplek lo Sa! kan belakangnya lapangan golf... masa iya rumah gue di tengah lapangan golf -__-"

=" Eiyaaa yaa...!! ahhahaa!! baru sadar gue!! lha terus kenapa lo waktu itu bilang rumah lo di belakang komplek gue... tiap hari lo juga lewat rumah gue!!"

"Karena gue berharap bisa liat lo Sa..."

=" mmmmm.... serius -__- percayaaaaa deh... guee... "

"Serius Gue Sa! Dulu gue suka banget sama lo... tapi... geu siapa sih... kacungnya anak-anak, selalu dijahilin, lemah... sedangkan lo, lo pinter, lucu, baik, disukain Bongal lagi... *(ehem.. Soni lhoo yang bilang)* yaa.. mana berani gue nunjukin perasaan gue... lagian lo juga sering nindas gue Sa! hahahaa"

sejenak saya diam membaca kalimat di atas. saya tersenyum. sungguh, saya tersanjung.



=' Lo serius Son? gue tersanjung lho ini... :D"

"Iya Sa... :} beneran... makanya gue ikhlas ditindas sama lo... walau lo kadang judes, tapi lo ga pelit ngajarin gue kalau gue enggak ngerti pelajaran... makasih ya Sa..."

="Aaaa,,, Sooonnniiiii... toyor dulu deeeh.... :'D Maaf ya.. kalau geu nindas lo... huhuhuuhuu.. habis muka lo wajah pribumi yang minta di jajah sih!! hahahaa"

Dan pembicaraan kami terus berlanjut. Sampai akhirnya kami mengakhiri percakapan digital itu. Dan sungguh saya tersenyum, tersanjung sangat dalam. Saya merenung... selama ini saya selalu merasa kalau Tuhan cukup Iseng mengahadirkan lelaki-lelaki yang cukup aneh yang menyatakan cinta kepada saya... apa sosok seperti saya hanya disukai laki-laki aneh? sebaaaaalll!! Waktu kuliah apalagi!! saya cuma jadi bulan-bulanan keisengan teman-teman laki-laki saya... kekesalan saya kebahagiaan bagi mereka!! EEeeerrrRrrRRR...

Tapi...

Pengakuan Soni saat ini membuat saya berpikir... selama sepuluh tahun ini saya tidak pernah sadar pernah disukai dengan seseorang yang cukup tulus seperti Soni. Walau kondisinya sudah berubah, sangat berubah, tapi saya senang... senaaaang sekali

Hal yang ingin saya bagikan dari kisah ini adalah:

Terkadang kita merasa bahwa kita sosok yang tidak terlalu spesial untuk dikagumi. Terkadang kita mengacuhkan hal-hal kecil dan mengabaikan sebuah kesederhanaan yang hadir di hari-hari kita. Tanpa kita sadari di balik sebuah kesederhanaan, dangat mungkin kita menemukan hal besar yang menunjukan betapa istimewanya Tuhan menciptakan kita.


Wednesday, November 23, 2011

Saatnya... "menikmati"-- (saja)

Aku menggambarkan kehidupan itu layaknya sebuah buku. Lembar demi lembar.

Kehidupanku seperti buku. Tersegmentasi ke dalam bab demi bab kehidupan--bab demi bab meunju pendewasaan.

Aku rasa begitu.

---




Aku termangu. Sejenak kubiarkan khayalku menggebu dan bertanya: Bagaimana akhir cerita hidupku?
Sudah cukup banyak cerita dan lembaran yang ku mainkan. Tapi tak pernah ku tahu benang merah apa yang akan kujalani sebagai pertanggungjawaban nyawa yang tertanam di jasadku. Aku diciptakan untuk menjadi apa, siapa dan untuk apa--aku tidak tahu.

---

Kalian tahu, jujur dalam hati yang terdalam saya merindukan rasa letih. Saya merindukan saat-saat saya menepuk-nepuk pundak saya atau saat di mana saya harus merebahkan dengan helaan nafas panjang di atas kasur saya. Saya rindu untuk menjadi orang sibuk. Saya rindu untuk melakukan sesuatu yang lebih banyak daripada apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar saya.

Kemudian saya tertunduk malu. Satu atau dua tahun yang lalu, tidak pernah saya bayangkan akan menuliskan ini. Satu atau dua tahun yang lalu, hidup saya penuh dengan keluhan "Tuhaaaan... saya lelah..." atau penuh dengan air mata yang menangisi waktu-waktu yang berlalu dengan begitu penuh dengan kegiatan. Yang saya tahu, saya hanya mengeluh, tanpa saya sadari sesungguhnya saya menikmatinya.

dan mungkin... kemudian... saat ini TUhan menjawab saya,,,

Dengan segala kesenggangan waktu yang saya miliki,,, saya (justru) sekarat.

Saya rindu bertemu banyak orang, bertukar pendapat, beradu argumen, dan menyiapkan sesuatu untuk diciptakan.

Dan apakah saya pantas untuk kembali mengeluh "Tuhan.. beri saya kesibukan" ??

Kemudian saya menyadari satu hal, bahwa kehidupan itu memang berputar. Adakalanya kita di atas, adakalanya kita di bawah. Adakalanya kita sibuk dengan segala rutinitas, dan adakalanya kita memang tidak harus melakukan apa-apa.

Kebahagiaan itu akan datang dnegan satu kunci: Syukuri saja semua kondisi yang kamu miliki saat ini.

Syukuri. Nikmati.

Berhentilah mengeluh lelah karena kesibukan, karena mungkin suatu saat kamu akan merindukan kesibukan itu. Seperti saya.

Berhenti mengeluh saat kamu merasa di titik terendah, karena itu bertanda kamu akan menaiki puncak berikutnya dalam hidupmu.

Selama kamu melakukan yang terbaik, Tuhan selalu punya rencana yang indah untuk umatNya. Dia yang paling tahu apa yang terbaik untuk kita... Dia yang paling mengerti kapan waktu yang tepat untuk memberikan sesuatu kedalam hidup kita.

Seperti bumi yang berputar; membagi malam dan siang dengan adil, begitu lah Tuhan bercerita untuk kehidupan manusia.

Thursday, November 17, 2011

HAMPA




Semakin lama semakin hampa.
Kata demi kata minggat ke luar kepala.

Semakin hampa,
karena rasa membaur tanpa makna


Aku bisa apa ketika kata demi kata minggat dari kepala karena aku kehilangan banyak rasa.
Rasa yang biasanya berloncat-loncat, yang kemudian didefinisikan oleh kata yang liar menjalar dalam sebuah tulisan--kini selesai.

Tak ada rasa yang singgah. Kosong lah hati menyisakan gundah.

Rasa yang tersisa hanya memerlukan satu kata, tak perlu banyak, karena semakin rasa ini dijelaskan hanya semakin dalam kegelapan sepi ini.

Rasa yang ingin ku usir dalam benak dan kepala. Tapi aku tak ingin kehilangan banyak kata lagi!! Biarlah kali ini kurasa 'rasa' itu, agar aku masih memiliki kata, walau itu adalah HAMPA.

Friday, November 11, 2011

APA YANG DIINGINKAN SETIAP MANUSIA DI USIA SENJA?



Saya diberitahu oleh sahabat saya. Dia khawatir melihat kondisi saya setelah tahu penyakit ini. Dia bilang, “Mungkin memang benar penyakit ini diberika Tuhan untuk kamu, dan Dia berhak untuk menentukan jalan hidup kamu. Semua terserah Tuhan… dan tugas kita berserah… berserah, bukan terserah…”
-seorang Bapak, yang belum sempat saya tanyakan siapa namanya-


Pagi itu di stasiun Gambir pukul 07.45 WIB, saya menunggu kedatangan kereta saya yang dijadwalkan tiba pukul 08.45. Di awali dengan sebuah sapaan biasa. Lalu membagi cerita yang luarbiasa
B : Selamat pagi, apa bangku ini kosong?
S: Silahkan Pak 
B: Mbaknya menunggu kereta kemana?
S: Yogyakarta. Taksaka Pak. Bapak?
B: Oh, saya menunggu kereta ke Bandung. Mbaknya asli Jogja?
S: Ah,, saya bingung jawabnya apa Pak… saya sempat 4 tahun di Jakarta, tapi semenjak kuliah saya menetap di Jogja. Kesini karena ada panggilan kerja Pak. Bapak sendiri asli sini?
B: Tidak. Rumah saya di Bandung. Saya habis jenguk istri, istri saya kerja di sini jadi saya harus pulang-pergi Jakarta-Bandung.
S: Oh… Istri bapak kerja di Jakarta, Bapak kerja di Bandung? *dengan sok tahunya*
B: Ah,,, enggak Mbak… saya pengangguran, tidak bekerja .
S: *Aduuuuhhh nisaaa… salah nanya kan lo…* *cengar-cengir dan tersenyum*
B: Dulu saya bekerja, tapi semenjak saya sakit, saya dilarang bekerja oleh dokter…
S: *menanyakan penyakit bukan suatu ide yang bagus, jadi saya sempet bingung mau merespon apa. Dan akhirnya, lagi-lagi sok tahu....* aaaah… mungkin memang sudah saatnya bapak istirahat, menikmati waktu-waktu saat ini bersama anak dan cucu Pak… 
B: Saya tidak punya anak Mbak…
S: *(0.o) heeh?!! Aduuuh saya salah lagi nanyanya!! Rasanya pengen lompat ke rel kereta!* ah… gitu ya Pak… ahahahaa… *tertawa maksa*
B: Iya,,, saya pengangguran dan tidak punya anak. Jadi dari hari senin sampai kamis saya bujangan, jumat sampai minggu waktu saya untuk nyonya (nyonya=istri)
S: Oh.. begitu… hehehe… *dua kali salah nanya, saya lebih berhati-hati*
B: Mbaknya lulusan mana? UGM?
S: Iya Pak… hehee…
B: Jurusan Apa?
S: Hukum Pak…

Lalu perbincangan kami terus berlanjut dengan tanya-jawab seputar keluarga. Saya menjawab seperlunya, tapi tidak dengan si Bapak. Terkadang saya berpikir apa yang ia sampaikan terlalu pribadi untuk dibagi kepada orang asing yang baru ia kenal beberapa menit di stasiun seperti saya.

B: Kenapa tidak lanjut s2? Ayah kamu mampu tho membiayakan kamu?
S: Hehe… Tapi saya ingin bekerja dulu Pak. Kalaupun nanti saya diberi kesempatan untuk lanjut s2, saya ingin membiayai nya sediri Pak. Hehehe…
B: Yah… apapun jalan pikiran kamu, mungkin itu yang terbaik buat hidup kamu, walau saya pikir akan lebih baik kamu melanjutkan S2 dibanding bekerja. Tapi… terkadang, sesuatu yang menurut orang lain suatu kesempatan emas, bagi kita malah tampak biasa-biasa saja buat kita kan? Mungkin di sisi lain banyak temanmu yang ingin melanjutkan S2 tapi terhalang biaya dan terpaksa bekerja, tapi kamu malah sebaliknya… tapi itu pilihan kamu, teruskan saja. *si Bapak tersenyum*
S: *mengangguk-angguk* hehehe… iya Pak, mohon doanya biar tes ini saya bisa lulus.
B: Yah *sambil mengangguk-angguk* kalau nanti kamu lolos, bekerjalah dengan sungguh-sungguh, karena ini jalan yang kamu pilih. Tapi kalau belum lolos jangan putus asa dan minder. Tuhan sudah punya garisan untuk setiap rezeki manusia. Terus mencoba dan berdoa pokoknya!

S: hahaha… iya Pak…
B: Kalau nanti diterima, berarti siap-siap jauh sama pacar ya… kaya Bapak dan nyonya *si bapak tertawa*
S: Aaa,,, itu… saya belum punya pa..ca..ar.. paa..k.. hehehe…
B: OYA?! Kamu yakin?! Seleksi ketat ya tampaknya…
S; Aaa,,,aaa,,, bukan seleksi ketat Pak.. tapi emang blm ada yang diseleksi… *miris*
B: Kenapa?
S: Kenapa apa Pak?
B: Apa yang salah?
S: Haaa? Apa yang salah gimana Pak? Emangnya kalau enggak punya pacar suatu kesalahan ya Pak? *tertekan*
B: HAHAHAHAA… dengarkan ini ya… hidup, mati, jodoh, itu sudah ada yang atur! Tidak ada yang salah degan kondisi kamu saat ini! Percaya saja Tuhan sedang mempersiapkan yang terbaik untuk kamu, asal kamu yakin!!
S: *senyum sumringah* amiiin Pak.. hehehe…

Lalu perbincangan kami melanglang buana kesana-kemari… tapi di setiap sesi tanya-jawab ini si Bapak selalu memancing saya untuk bertanya tentang penyakitnya..

S: Maaf Bapak, kalau boleh saya tahu, bapak sedang sakit apa?
B: hmm… ada infeksi di pancreas saya. saya tidak ingat istilah kedokterannya. Saya harus menjalani oprasi tujuh kali agar infeksinya tidak menyebar hahhaa…
S: *Bingung harus merespon seperti apa* *kenapa bapaknya malah ketawaa???*
B: Penyakit yang datang tiba-tiba… karena penyakit ini saya harus berhenti bekerja dan membiarkan istri saya yang bekerja… yah… tapi itu sudah digariskan oleh Tuhan, saya bisa apa. Hem… Ada hal yang ingin saya beritahu kamu, inipun saya tahu dari teman saya. Ceritanya dia khawatir melihat kondisi saya setelah tahu penyakit ini. Dia bilang, “Mungkin memang benar penyakit ini diberika Tuhan untuk kamu, dan Dia berhak untuk menentukan jalan hidup kamu. Semua terserah Tuhan… dan tugas kita berserah… berserah, bukan terserah…”
S: Hmm…
B: Beberapa tahun yang lalu, saya sering berlibur ke Jogja bersama istri saya. kami wisata kuliner, memburu novel-novel bekas yang berbahasa Inggris,, setiap minggu. *sambil tersenyum dengan mata menatap sendu ke depan*
Saya hanya bisa tersenyum dan menyediakan telinga dan perhatian kepada bapak tersebut. Mungkin memang itu yang dia perlukan saat ini—didengar.
B: Tapi itulah hidup. Berputar. Dan selalu ada tempat bagi yang cukup pintar untuk tetap menikmati segala kondisi dengan bersyukur.
S: Iya Pak…


Tak lama kereta saya datang. Saatnya berpamitan dengan sosok di sebelah saya yang bahkan saya tidak tahu siapa namanya.
Di dalam kereta, sembari memperhatikan semua objek yang bergerak tertinggal di luar jendela, saya berpikir:
Apa yang diharapkan seorang manusia di usia senjanya? Duduk di teras rumah memandangi kebun bunga kecil perkarangannya, menyeduh the dan berbagi cerita dengan pasangan senjanya. Menunggu kedatangan anak-anaknya yang beranjak dewasa; memandang senyuman cucu-cucu yang tertawa, menangis ataupun menari lincah. Iya, hal-hal sederhana yang luar biasa seperti itulah yang diharapkan setiap manusia di usia senjanya. Tapi, bagaimana dengan Bapak tadi… bahkan dia tidak memiliki kesempatan untuk memimpikan itu semua. Pasangan yang selalu ada di sampingnya, anak-anak, apalagi gelak ceria polos cucu dan keturunan lainnya. Di usia senja ia harus bertarung dengan penyakit pangkreasnya. Jauh dari istri tercinta. Dan tidak memiliki anak untuk berbagi sakit yang mungkin ia rasa”





Sepersekian menit pikiran saya kosong. Menghela nafas panjang berkali-kali, memikirkan kesepian yang mungkin dirasakan si Bapak. Kemudian saya tersenyum , dan kembali mennghela nafas,,,

“Tuhan, inikah caraMu bercerita kepada ku? Aku berpikir untuk memahami seberapa kuat manusia yang kutemui tadi. Mungkin dalam hidupnya tak ada kesempatan untuk memimpikan kesederhanaan harapan di masa tua, tapi selalu ada kesempatan baginya untuk bahagia menikmati hidupnya… bersyukur. Dia tersenyum mungkin dalam sedih dan lemah yang ia miliki Tuhan, tapi Kau kuatkan dengan iman yang kuat dan rasa syukur yang besar di hatinya. Dan dia pasti menjadi salah satu manusia yang bahagia dengan kesederhanaan Mu ini. Kesederhana manusia tua, kesederhanaan dalam bentuk lain. Iya Tuhan. Dia bahagia.”