Friday, September 24, 2010

PUZZLE



Karena kita tidak pernah tahu kepada siapa hati kita akan disandingkan nantinya. Sebelum waktunya tiba.

Tuhan menyiptakan manusia berpasang-pasangan. Mungkin seperti puzzle Tuhan menciptakan sepasang hati manusia. antara satu dengan yang lainnya terlihat "mungkin" untuk dipasangkan dengan yang lainnya dan "tampak" cocok. Tapi kenyataannya, hanya akan ada satu keping yang akan "pas" dengan kepingan pasangannya.

Seorang sahabat mengatakan sesuatu kepada saya; Aku tidak akan pernah tahu bagaimana Tuhan menyeting hidupku. Jodohku mungkin adalah si A, namun sekali lagi, aku tidak pernah tahu apakah untuk bertemu dengan si A aku harus bertemu dengan si B dan C. Mungkin memang aku harus merasakan jatuh, lalu bangkit. Dan ketika aku sudah benar-benar siap, Tuhan mempertemukanku dengan pasanganku yang sesungguhnya. lalu ia melanjutkan, tapi ketika kamu memang merasa sangat yakin bahwa kamu akan bisa langsung menemukannya dengan instingmu bahwa benar "ini dia soulmateku" ya sudah, berarti kamu memang harus menunggu sampai hatimu memberikan insting itu.
Kalau memang kamu hanya akan membuka hatimu ketika kamu merasa sangat yakin, konsekuensinya kamu harus mau menunggu.

Iya. Hidup ini memang pilihan. ada banyak jalan yang bisa dipilih untuk setiap manusia menjalani hidupnya. Tujuannya satu; kebahagiaan.
Kadang, apa yang kita lakukan, apa yang kita putuskan, dan apa yang kita pilih bukanlah hal yang dianggap pantas oleh orang lain. Sejenak mungkin kita akan merasa terasingkan akan hal itu. Tapi pertanyaan berikutnya, apakah orang-orang itu adalah orang yang akan merasakan bahagia ketika kita bahagia? orang yang bisa merasakan sakit ketika kita terluka? jika jawabanya bukan, maka cukup dengarkan kata hati mu. dirimu yang sudah pasti akan merasakan semua yang terjadi didalam hidupmu. sedangkan jika jawabanya iya, maka berikan sedikit ruang dalam egomu untuk mendengar lebih bijaksana. Mereka ingin yang terbaik untuk mu.

sedikit obrolan antara dua orang sahabat yang saling mendengarkan walau memiliki pandangan yang sangat berbeda. seseorang yang lebih mengedepankan kenyataan dan siapapun yang mencoba masuk kedalam hidupnya--maka masuklah. Sedangkan seorang yang lain adalah seseorang yang terlalu hidup dalam pertimbangan dan sebuah keyakinan yang abstrak bahwa memang akan ada seseorang yang diciptakan untuknya. Dia akan menunggu sampai hatinya sendiri yang mengatakan "bahwa dia orangnya". Selama ia menunggu, hatinya tidak akan disinggahkan kepada siapa-siapa.

Adakah yang paling benar diantara keduanya?
lebih benar mungkin?
atau sedikit benar antara yang lainnya?
jawabannya tidak.
Karena sekali lagi, HIDUP ADALAH PILIHAN.
Ketika kamu mempercayai sesuatu itu benar untuk dilakukan, maka lakukanlah.
Namun ketika ada kebimbangan, maka bertanyalah. Tapi keputusan tetap di tangan kita sendiri.

Jalan apapun yang kamu pilih akan memeberikan pemandangan dan tantangan yang berbeda. Ketika kau yakin kaMu memilih jalan yang benar dan merasa ada kenyaman di dalamnya, lanjutkan perjalanan itu. dan kau akan merasa bahagia.

Kalian yang membuat masa itu menjadi layak untuk diceritakan



Dunia ini, panggung sandiwara…

Benarkah?
Aku rasa tidak. Tidak untuk mereka yang bisa jujur dengan dirinya sendiri. Tidak untuk mereka yang selalu bersyukur atas apa yang mereka miliki. Tidak untuk mereka yang mau mengakui dan menghargai keberhasilan orang lain. Tidak untuk mereka yang memilih untuk tidak lari dari kenyataan.

Gue duduk di pojok kelas sambil cengar-cengir. Ini adalah kali ketiga gue harus menjabat sebagai ’murid baru’. Merasa cukup berpengalaman, gue pasang muka cenganga-cengenges-ga-karuan.
Tiba-tiba datang lah seorang cewek berperawakan tinggi kurus yang pada kahir nya gue kenal dengan nama Maya menghampiri gue...
”Lo anak baru ya?”
”Iya (^.^)”
”Dari mana?”
”Balikapapan (^_^)”
”Emang NEM lo berapa?”
”36 koma (^o^)”
”Yampuuun... NEM lo Cuma 36? Pasti lo masuk kesini pake duid ya? NEM gue aja 42,...”
Zzzziiiiiiiiing!!! (*0*) gue syok...

Hari berikutnya,
”Eh anak baru! Sepatu lo beli di koprasi ya?”
”Eh iya... (^v^) habis katanya harus pake sepatu dua warna kaya gini ya?”
”Iya... emang... tapi enggak pake sepatu koprasi juga kaleeee!! Ahahahaaa”
Heh? (o.O) !! Lagi dan lagi gue syok... emang sebegitu hinanya kah murid yang pake sepatu koprasi..? emang apa salah nya pake sepatu seharga tujuh puluh ribu?? Hiiissshh!!

Seminggu di sekolah gue yang baru, gue bener-bener ngerasa ga nyaman... dijadiin cengin anak sekelas gara-gara gue engga ngerti arti kata toket, dimarahin wali kelas gara-gara gue enggak bawa al-Qur’an, Oh please, nobody told me that i had to bring Qur’an!! No one!!
Baru kali ini gue benci untuk berangkat ke sekolah... bertemu dengan manusia yang lebih mentingin materi seperti mereka...! tapi gue engga bisa berbuat apa-apa, sekarang gue kelas tiga SMP, bentar lagi udah UAS, engga bisa macem-macem gue!

Tuhan tidak pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umat nya... untung nya gue bertemu dengan sosok yang bernama fauziah dan imas. Dua sosok yang dikenal dengan sosok pintar sang juara kelas. Hari demi hari semakin membaik. Dari beberapa orang yang gue nilai MIN ternyata banyak juga yang baik. Gue semakin berbaur dengan temen-temen sekelas. Tapi untuk menghabiskan waktu istirahat dan membuat kelompok untuk tugas, gue enggak pernah lepas dengan fauziah, imas ataupun ... Maya! Yup! Ma-ya. Terdengar aneh sih... tapi dari sinilah gue belajar, bahwa apapun yang terjadi, kita engga berhak untuk menilai seseorang itu jelek hanya dari kesan pertama (yah walau kesan pertama nya bikin lo emosi jiwa!) pada akhirnya, bisa dibilang gue ma Maya berteman akrab, sampai detik inipun gue bisa bilang ke semua orang kalau Maya sahabat gue. Kesan nyolot dia di awal pertemuan kami ternyata efek kelemotan Maya yang emang kadar sensitifitas Maya akan hal yang harus dan seharusnya TIDAK diucapkan itu kurang banget... but over all she’s kind girl!
Kembali ke cerita.
Saat itu gue bener-bener krisis percaya diri. Bukan karena sepatu koprasi yang gue pake, tapi Nem mereka yang 40 keatas... gue ngerasa di kelas ini gue hanyalah anak daerah yang terdampar di Jakarta dunia yang bener-bener BARU buat gue!

Hampir setiap hari gue menghabisi masa SMP gue bersama Fauzia, Imas, dan Maya. Sekedar menghabiskan bekal di belakang mushola, ngerjain tugas Biologi, Fisika. Gue jarang makan di kantin. Karena gue engga akan pernah ngerti perbincangan mereka yang didominasi dengan PENSI, HP nokia terbaru, Cowok, atau apalah... yaaaa... gue cupu... i wasn’t exsist student!! I just a new-and-invisible-student!!

Dag-dig-dug-dueerr... gue berdiri di depan kelas... para orang tua sudah ada di dalam kelas untuk menerima ceramahan wali kelas tentang hasil belajar semeater pertama di kelas tiga ini.
Sampai akhirnya nyokap gue keluar...
”Bu, nilai dede gimana?”
Sejenak nyokap gue menatap gue dan mencium kening gue ”Makasih ya nak...”
Gue engga ngerti maksud ciuman nyokap gue, langsung gue rampas rapor yang ada di tangan nyokap dan.... Aaaaalllllhaaaaamduuulllliilllllaaaaaaaahhhh.... kaki gue langsung lemas...
Di kolom bawah rapor gue tertulis: Peringkat dua
Dan satu dari banyak hal yang gue tau, ini semua berkat Fauzia, Imas dan Maya yang mau belajar bareng dan ngajarin gue... makasiiiiihhh...

Entah kenapa, semenjak masuk semester dua, perlakuan temen sekelas gue mulai berubah. Sebut saja lebih baik. Tepat nya, gue sekarang lebih ’diperhitungkan’. Entah karena gue dapet peringkat atau karena sekarang gue enggak make sepatu koprasi lagi? Entah lah....

Tapi , persahabatan gue dengan fauzia, imas dan maya semakin kental. Mungkin ada konflik yang sebenernya karena kecerobohan gue, tapi pada akhirnya kami berempat berhasil menyelesaikannya dan kami berhasil mendapatkan nilai 9 untuk mata pelajaran fisika di rapor karena bel listrik yang kami buat berempat.

Dari situ gue sadar dan pada akhirnya bersyukur.... Tuhan memberikan kondisi yang tidak nyaman kepada gue agar gue menemukan orang yang pantas untuk hidup gue, dan gue menemukan mereka.

Bisa dibilang masa SMP gue adalah masa paling datar diantara masa sekolah gue lainnya. Tapi kalau difikir-fikir masa SMP paling banyak ngasih gue pelajaran. Belajar untuk tetap bertahan di tengah penolakan, belajar untuk melakukan sebuah pembuktian, dan belajar untuk menemukan orang-orang seperti fauziah, imas dan maya di tengah-tengah orang yang lebih memilih memakai satus sosial untuk memutuskan siapa yang layak menjadi teman.

Sampai sekarangpun gue masih menemukan orang-orang yang seperti itu; orang yang dikerumuni banyak ’teman’ padahal dia sendiri. Atau mungkin seseorang yang berteman dengan mereka yang menjelekan nya di belakang. Hhh... gue fikir itu semua ada karena mereka terlalu takut untuk jujur dan berdamai dengan kehidupan mereka yang sebenarnya. Atau mungkin gue yang terlalu naif? Sudahlah... bukankah hidup ini memang pilihan..?

Dari tulisan ini gue pengen ngucapin terima kasih buat Fauziah, Imas dan Maya yang udah mau nemenin si anak baru cupu ini selama kurang lebih 1 tahun. Buat Fauziah, walaupun sekarang udah jarang kontak-kontakan, tapi gue yakin lo saat ini lagi getol n semangat sama kuliah lo ya... salam buat nyokap lo, si tante spektakuler! Hehehee...
Buat Maya, kuliah yang bener lo May!! Jangan cengengesan lagi!!
Buat Imas... Cuma doa yang bisa gue kirim dari sini, semoga saat ini lo bisa ngebaca tulisan gue ditempat yang paling indah di sana... gue kangen sama lo mas... sampein salam gue buat Tuhan, bilang ke Tuhan kalau gue berterimakasih udah di izinin untuk ketemu orang seperti kalian... orang yang bisa membuat masa SMP gue menjadi suatu hal yang pantas untuk diceritakan.

Thursday, September 23, 2010

Menanti Sayap


Baru sadar kalau gue sudah sangat jauh tertinggal. Bahwa ternyata selama ini gue diam.

Mereka, sudah membuktikan dongengnya Frau Henny. Mmm... bukan, bukan dongeng. Mereka sudah membuktikannya bahwa itu semua bukan dongeng.

Gue berkutat di satu titik hamparan dunia. Diam.
Seharusnya gue bisa. Gue bisa (bahkan)lebih baik dari mereka. Gue bisa menginjakan kaki disetiap jengkal tanah adam ini. Tapi sayangnya gue terlalu pengecut untuk menantang dunia. Iya, rasanya gue baru saja menemukan sebuah adigium: Keberanian yang besar akan membawa mu menjadi orang besar. Dan keberanian yang kecil akan membawa mu menjadi orang kecil. Dan tampaknya kalimat kedua sedang terjadi pada diri gue.
Kesempoatan itu ada, tapi gue terlalu sibuk mencari alasan untuk tidak melihatnya.
Tuhaaaaan... jalanlah beriringan dengan hamba. Dan berikan kekuatanMu untuk menghapus kelemahan ini.

Rasanya ingin meledak.
Pertanyaan ini terus membesar seperti balon udara dan INGIN MELEDAK.
Apa yang ada di balik gunung sana? apa yang ada di bawah langit sebelah sana? apa yang ada di ujung laut sebelah sana?
ada apa?

Gue pengen bisa menemukan jawaban secepatnya.
sayangnya gue terlalu sibuk mengeluh, karena gue membiasakan menengadahkan kepala ke atas. -Dan gue menjadi lemah.

Tuhan.
Beri hamba sayap.
hamba ingin terbang dan melihat apa yang Kau ciptakan di sisi bumi sebelah sana

Beri hamba sayap.
hamba ingin mengepakan semua ketakutan

Beri hamba sayap.
hamba ingin lepas mengikuti tarian angin dan menantang cakrawala

Beri hamba sayap.
agar hamba tahu dimana Kau bangunkan sang surya setiap harinya


Tuhan...
beri hamba sayap. Agar ketika hamba lelah, hamba bisa terbang tanpa harus memilih untuk menyerah.