Thursday, December 10, 2015

BELAJAR




Hidup itu seharusnya tentang bagaimana merasakan bahagia, bukan? Tentang proses bagaimana kita bisa mempertanggungjawabkan kesempatan hidup yang Tuhan beri sesuai dengan apa yang kita yakini benar.

Hidup itu bagi saya adalah tentang melakukan apa yang harus saya lakukan, bukan sekedar apa yang ingin saya lakukan. Dalam hidup harus ada tanggung jawab, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Ada kesadaran bahwa semua yang kita miliki, kita lewati, kita dapatkan, kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Maka saya sadar benar, bahwa hidup adalah kesempatan kita untuk belajar bertanggungjawab.

Saya belajar, bahwa hidup saya bukan hanya sekedar untuk menyenangkan semua orang atau terlihat baik di mata banyak orang. Tidak, saya pastikan saya tidak akan menjalani hidup semenyedihkan itu.

Saya belajar, bahwa benar dan salah adalah relatif di mata manusia satu dengan manusia lainnya, dan saya tidak memiliki kekuasaan untuk menjelaskan kepada semua orang kebenaran seperti apa yang saya yakini agar saya dianggap benar. Tidak, saya tidak akan menghabiskan waktu saya hanya untuk memberikan penjelasan agar seseorang menerima saya seperti itu. kebenaran bisa relatif di mata orang lain, tapi tidak bagi saya, benar adalah benar, salah adalah salah. Titik.

Saya belajar, bahwa saya tidak perlu takut menjadi minoritas. Tidak perlu takut untuk tidak memiliki banyak orang di sekeliling saya, karena teman bukan tentang proses mencari, tapi teman adalah proses menemukan dan menerima. Dulu, seseorang pernah mengatakan hal ini kepada saya, ‘Jika ada 100 dari 1000 orang yang berjuang untuk kebenaran, maka jadilah bagian dari yang 100 itu. Jika ada 50 yang berjuang untuk kebenaran, maka jadilah bagian dari yang 50 itu. jika hanya ada 10 dari 1000 yang berjuang untuk kebenaran, maka pastikan kamu ada di antara 10 itu. Dan jika hanya ada 1 orang yang berjuang untuk kebenaran, berjanjilah bahwa 1 orang itu adalah kamu. Maka mulailah untuk jujur kepada dirimu sendiri. mulailah untuk mampu mempertahankan kebenaran yang kamu yakini mulai saat ini, sekecil apapun itu, jika menurutmu benar, maka perjuangkan.’

Maka kemudian saya akan selalu mengingatkan diri saya sendiri bahwa hidup saya adalah tentang menyenangkan Tuhan dan diri saya sendiri dengan segala kebenaran yang saya yakini. Tentang menyenangkan diri sendiri dengan menyenangkan orang-orang yang sungguh-sungguh ingin saya senangkan dengan ketulusan. Bukan tentang menyenangkan orang-orang yang tidak terlalu ingin saya senangkan.

Adakalanya saya bahagia ketika bisa membahagiakan orang yang saya sayangi. Membahagiakan orang yang saya anggap pantas untuk saya bahagiakan. Bahagia ketika bisa bermanfaat untuk orang lain yang membutuhkan. Saya adalah manusia yang membahagiakan orang lain karena saya ingin, bukan karena saya butuh. Saya membahagiakan orang lain yang saya anggap pantas, bukan agar terlihat pantas.

Saya belajar, dan akan terus belajar.

Tentang bagaimana berjalan dengan tegak dan langkah ringan. Bukan dengan ketakutan-ketakuan terhadap penilaian orang.

Tentang bagaimana utnuk mengatakan tidak terhadap sesuatu yang tidak ingin saya lakukan. Bukan yang latah mengiyakan semua permintaan.

Saya punya Tuhan, dan Tuhan memberikan saya keluarga yang luar biasa, sahabat-sahabat yang tulus dan luar biasa, dan itu sudah lebih dari cukup.


*tulisan yang dibuat kala hati penuh perasaan marah dan entah harus marah kepada siapa. Huh Hah!

Sunday, December 6, 2015

KEBERUNTUNGAN


Semua pasti sepakat jika hidup itu rahasia. Seperti tentang siapa yang akan mengisi celah jemari kita dan menggenapkan hati kita. Siapa yang akan terus berusaha dengan sabar memahami tentang sisi kita yang bahkan kita sendiri tidak bisa memahami.
Tidak semua keberuntungan dua orang yang saling jatuh cinta dipahami oleh banyak orang. Mungkin keberuntungan kalian salah satunya. Atau mungkin awalnyapun kalian tidak juga punya jawaban mengapa saling mejatuhkan hati satu sama lain.

Dan tulisan ini... semoga bisa menjadi secuil pengingat bahwa pertemuan kalian berdua adalah keberuntungan bagi kalian berdua. Keberuntungan menemukan seseorang yang tepat untuk saling menjatuhkan hati. Dan pernikahan hari ini adalah bukti, bahwa pada akhirnya kalian percaya satu sama lain, bahwa hubungan ini tidak lagi (hanya) tentang memilih menjatuhkan hati kepada siapa , tapi tentang kesanggupan untuk sabar menjaga dan setia.


Lewat tulisan ini, saya ingin berterimakasih kepada mempelai wanita yang cukup banyak berbagi cerita semasa saya masih di Jogja, mulai dari buku, keluarga dan tentunya sang kekasih—yang saat ini sah menjadi suaminya. Selalu menyenangkan mendengarkan kakak yang satu ini bercerita. Lewat cerita-ceritanya saya mengerti satu hal, bahwa sebuah hubungan tidak sekedar menerima, tapi tentang komitmen untuk saling menyesuaikan dan bertahan.

Di mata saya, Ka Dewi adalah sosok wanita super cantik, menarik, baik dan menyenangkan walau sulit untuk dipungkiri kalau Ka Dewi ini agak sembrono (ya kena tilang lah, ya mobil ketabrak apalah, ya aki lupa diganti lah)hehehehe.. ampun, Kak..). Sekedipan matanya mungkin bisa meluluhlantakan hati laki-laki manapun. Seperkiraan saya, sangat mudah untuk Ka Dewi mendapatkan laki-laki sesuai keinginannya. Tapi, pada kenyataannya, Ka Dewi bertahan pada satu nama dengan sosok (ni maaf-maaf aja ya, Mas Aji) yang-agak-langka-bentuk-maupun-perangainya--adalah Kunto Aji alias Mas Aji. Entah apa yang dilihat oleh Ka Dewi dari sosok antah-berantah-ini. Sampai akhirnya di suatu perbincangan sore saya mengerti dan memahami alasannya kenapa laki-laki unik ini yang dipilih...


“Kalau aku lagi ‘dapet’ aku sadar sih, dek, aku nyebelin banget. Pernah ya waktu itu di tengah jalan aku marah-marah sama Aji gara-gara aku ga suka sama Matahari. Terus kata Aji, yaudah pake kacamata item ya? Aku bilang ‘ga mau!’ , terus Aji bilang lagi, yaudah pake jaket ya?, aku bilang ‘ga mau! Aku tuh ga suka sama Mataharinya!!’, terus Aji jawab lagi, ‘Ya terus aku harus ngapain Mataharinyaaa??’, ‘Ya diapain kek biar Mataharinya ga ada!’. ‘Yaaa manaaa aku bisaaaa!’, kalau inget itu suka ketawa sendiri aku, Dek”
Sampai situ saya diam, diam sambil mikir, gue kayanya kalau PMS ga pernah se-rese itu deh ampe minta ngilangin Matahari

“Terus, Ka? Mas Ajinya marah ya?”

“Ya gimana dia bisa marah, kan aku ngomel-ngomel terus, dek! Dia ga ada kesempatan buat marah”

“Terus... ?”

“Aku tahu aku rese, Dek... tapi kan kalau PMS kita sebagai perempuan juga ga punya kuasa ya atas hormon-hormon sensi dalam tubuh kita? Terus aku minta pulang aja karena aku ga suka sama mataharinya, padahal itu udah mau sampai ke tempat tujuan.”

“eum... akhirnya pasti mas Aji tetep tancap gas biar cepet sampai ke tujuan ya, Ka?”

“Enggak, dek. Aji Puter balik, terus kami pulang”

“Eh?! Kok sedih ya, Ka, jadi Mas Aji? Hehehe”

“Dia udah biasa, Dek... Dulu, kalau dipikir-pikir aku yang banyak sabar ngadepin tingkahnya dia, tapi makin kesini aku ngeliatnya dia mulai sabar dan lebih ngertiin aku yang makin uring-uringan. Mungkin karena faktor usia juga kali ya, Dek. Cewek itu cepat matangnya, cepet dewasanya, tapi kaya siklus lingkaran, kita cepet juga balik jadi childish lagi,,, kebalikan sama laki-laki, mereka emang telat dewasanya, tapi mereka bertahap. Ada waktunya mereka mulai mau memahami, mengerti dan mengalah sama situasi sekeliling mereka. Dan alhamdulillah ujung-ujungnya kami berdua jadi saling melengkapi gitu sekarang.”

Saya hanya tersenyum dan menghela nafas panjang saat itu.

“Hebat ya Ka, bisa bertahan selama ini sama Mas Aji”

“Hehehehe.. ga tau deh, Dek... Mungkin karena udah lama juga kali ya, Dek. Udah nyaman. Dan Kakak sendiri juga sadar kayaknya enggak semua cowok bisa meng-handle kakak kaya Aji. Ya kaya sekarang aja... pas kakak lagi ke Jakarta, Aji mau bolak-balik ke rumah ngasih makan kucing-kucing, Kakak”

“Hahahaha,,, bukan apa-apa sih, Ka... habisnya kalau Nisa perhatiin Kak Dewi sama Mas Aji itu sama-sama teledor-nya sama-sama tidak terorganisir dengan baik hidupnya, emang enggak mau nyari cowok yang lebih bisa ngemong gitu?”

“Lhooo... siapa tahu, anaknya Kakak nanti bisa lebih dewasa dan ngemong, Dek... mengingat orang tuanya ga bisa diandalkan. Kan lucu, dek, baru umur 6 tahun dia udah bilang gini ‘mama sama papa kerja aja deh, biar urusan rumah aku yang atur’, hahahaa kan lucu dek...”

“Hedeeeeeuh... malah bercandaaaa... tapi bisa jadi sih, Ka,,, mau enggak mau dia kaya adaptasi alam gitu karena Papah sama Mamahnya seleboran orangnya, terus dia menghandle hidupnya sendiri bahkan hidup orang tuanya walau dia masih kecil” *malah ikutan imajinasi*

***

Dear, Ka Dewi... entah kenapa obrolan sore itu yang ditutup dengan bibik yang maksa Ka Dewi makan sayur asem dan ikan asin sangat membekas dan terus teringat di kepala Nisa. Nisa jadi paham bahwa sebuah hubungan selalu punya warnanya masing-masing. Mungkin di luar sana banyak orang dengan sekejap saja menilai bahwa Mas Aji beruntung mendapatkan Ka Dewi,,, tapi menurut Nisa, pertemuan kalian, hubungan kalian, hingga pernikahan kalian hari ini adalah keberuntungan kalin berdua—satu sama lain—karena kalian saling melengkapi dan mengerti.

Nisa juga belajar dari Ka Dewi dan Mas Aji bahwa di dunia ini tidak ada pasangan yang sempurna, tapi ketidaksempurnaan itu sendirilah yang memberi runag bagi kita untuk belajar membuka hati, meluaskan pikiran dan kesabaran.

Kak Dewi, ditunggu cerita-cerita berikutnya ya...

Selamat untuk hari ini, kakak cantiiiiiiik banget... dan Mas Aji juga cakeeeeep banget... sneakernya... (hahahaha) Rukun-rukun ya... semoga Allah senantiasa melimpahkan keberkahan buat keluarga Ka Dewi dan Mas Aji.

Buat Kak Dewi, kalau nanti Kak Dewi lupa tentang alasan untuk tetap bersama Mas Aji, Inget ini: Mas Aji adalah lelaki yang memilih sabar untuk memahami dan menerima Ka Dewi, terutama saat Kak Dewi lagi PMS ;P

Buat Mas Aji, kalau nanti ada godaan yang membuat Ka Dewi terkesampingkan, Inget ini:Kak Dewi wanita yang setia di samping Mas Aji dalam rentang waktu yang cukup lama, walau marahnya Kak Dewi (konon katanya) serem, apalagi kalau mas Aji lupa nge-flash habis BAB ('-__-)

Sekali lagi selamat ya buat kalian berdua...


Selamat berjuang untuk bertahan dan saling mempertahankan. :)


Wednesday, November 18, 2015

ke.ti.dak.pas. ** . an

Kata mereka, hidup itu tentang bertahan di tengah ketidakpastian.

Tentang berjuang di tengah-tengah bayangan kekalahan dan harapan kemenangan.

Hidup itu, tentang bertahan dari ketidakpastian satu ke ketidakpastian lainnya.



Seorang teman (Litani Rahmasari) menulis di status PATH-nya

“Kalo jodoh tak lari kemana, kalau yakin jodoh dikejar aja”

kemudian saya berpikir, mungkin memang benar bahwa yang kita butuhkan dalam hidup ini adalah keyakinan. Tidak peduli seberapa besar ketidakpastian yang ada di hadapan kita, jika kita yakin untuk memperjuangkannya, maka perjuangkanlah.

Kenapa kita harus terlalu takut akan kesedihan?

Beberapa kesedihan mengajarkan kita tentang kapan harus berjuang, kapan harus mengikhlaskan.

Dan mungkin... kesedihan yang paling menyedihkan adalah penyesalan karena memutuskan untuk tidak mecoba berjuang.

Sunday, October 25, 2015


Semoga pada akhirnya kita bisa mengerti, bahwa waktu adalah hal yang tak bisa terbeli dan hanya ditawari satu kali. Kemudian, kita belajar bahwa menjaga adalah satu dari sekian banyak jalan untuk menghindar dari rasa penyesalan ketika waktu mempertemukan kita dengan kehilangan.

Monday, September 28, 2015

Piknik di 1818mdpl, MANGLAYANG


September, hari keduabelas dan tiga belas di tahun 2015.

Bagi saya melakukan perjalanan adalah salah satu cara kita untuk mengenal siapa diri kita lebih dalam. Tidak banyak yang menyukai jalan menanjak, begitupun saya. Tapi selalu ada alasan untuk bertemu kemudian jatuh cinta dengan punggung gunung satu dan punggung gunung lainnya. Aneh, terkadang saya berpikir, mengapa kita bisa jatuh cinta dengan sesuatu yang (padahal) di dalamnya ada hal yang tidak kita suka?

Mungkin, karena untuk mencintai suatu hal itu tidak selalu tentang segala hal yang kita suka dan kita inginkan (saja), akan tetapi sesuatu yang bisa kita pahami dan kita terima dengan apa adanya.

Perjalanan kali ini saya, Bajaj, Kiki, beserta dua teman baru saya , Stella dan Bang Binsar menuju Gunung Manglayang. Sebuah gunung dengan angka cantik berulang untuk ketinggiannya: 1818 mdpl, yang terletak di daerah Jatinangor, Bandung, Jawa Barat.


Banyak hal yang harus dipersiapkan dalam sebuah perjalanan. Kita tidak sedang berbicara tentang apa-apa saja yang harus dibawa, tapi tentang apa-apa saja yang harus disiapkan. Apa saja. Apapun bentuknya, karena banyak hal di luar dugaan yang mungkin terjadi. Banyak hal di luar harapan yang mungkin kita dapatkan. Tapi kembali lagi, bagi saya tidak ada perjalanan yang tidak bercerita, tidak ada perjalanan yang tidak mengajarkan hal baru, tidak ada perjalanan yang hanya sekedar perjalanan. Perjalanan selalu memberikan sesuatu, dan bila cukup beruntung, sebuah perjalanan akan membuka jalan untuk mengenal lebih dalam siapa kita sebenarnya.


Dari hasil pengumpulan informasi sederhana lewat blog-blog dan media internet lainnya, Manglayang pada awalnya membawa bayangan di kepala tentang sebuah piknik yang menyenangkan dengan medan tanjak yang memungkinkan saya untuk bersiul-siul lucu atau bersenandung lagu ceria sambil menatap pemandangan kebun jeruk nipis penduduk di sisi jalannya. Penanjakan yang ceria dan tidak perlu "bersusah payah". Kenyataannya? Jangankan bernyanyi, untuk bernafas saja saya sulit karena kemiringan medannya lumayan curam dan berpasir. Maka saya putuskan bernyanyi dalam hati saja.
*di sini kadang saya merasa sedih*

Dilihat dari ketinggian, Manglayang sangat cocok untuk pemula; memang.

Tapi kembali pada kalimat awal, janganlah menilai gunung dari tingginya saja, karena dibalik angka cantik 1818 nya, Manglayang menghadirkan medan tanjakan yang luar biasa ngeselin.
(kesel: kesal, merasa kesal, kesel bahasa jawa yang artinya lelah, melelahkan)

Tapi atas segala tanjakan di depan mata yang berbatu dan seolah terus-terusan menanjak, saya memilih untuk terus mendaki! (habis kalaupun mau balik, malu sama carrier kali,,, udah minjem,,, masa ga jadi naik gunung! hahaha)


Ada pertanyaan yang selalu saya lemparkan ke dalam benak saya apabila saya telah memutuskan untuk melakukan sesuatu atau telah selesai melakukan sesuatu: apa yang saya dapatkan dari ini semua?


hal ini yang muncul di kepala saya ketika suatu pagi saya melemparkan pandangan ke arah pohon-pohon hijau belantara dan bertanya dalam hati: apa yang saya dapatkan dari Manglayang dari pagi kemarin hingga pagi ini?

Lautan awan? Tidak.

Sungai bintang? Tidak.

Medan yang menyenangkan? Tidak. Tidak. Tidak. Tidaaak!!

Lalu apa?

Kemudian saya melihat keempat teman perjalanan saya. Ada Stella yang super gesit sedang sibuk merapikan barang-barang di tenda, Ada Bajaj yang selalu semangat kalau ketemu panci dan penggorengan untuk menyiapkan makanan kami (untuk yang kesekian kalinya terhitung dari sarapan kemarin saat kami memulai penanjakan), ada Bang Binsar yang punya banyak cerita tentang gunung-gunung yang sudah ia kunjungi dan Kiki yang yang selalu bereksperiman dengan campuran minuman dan makanannya. Semua unik, dan menyenangkan bisa mengenal mereka.


Lalu saya tersenyum. Tidak lagi bingung dengan jawaban atas pertanyaan "apa yang saya dapatkan?" karena saya sudah punya jawabannya :)


Perjalanan kemanapun akan menyenangkan bila bersama orang-orang yang menyenangkan. Dan lagi, seperti tulisan saya di perjalanan SEMERU, alam adalah ruang kelas yang tidak memiliki dinding batas. Gunung, laut atau hutan belantara bisa menjadi guru terbaik, tapi sama halnya dengan ruang kelas, proses belajar tidak melulu dari guru kepada muridnya. Di ruang kelas, murid bisa belajar bagaimana caranya bersosialisasi dengan sesama teman. Murid bisa belajar dari buku-buku atau gambar-gambar pahlawan yang digantung di dinding-dinding kelas. Begitupun saya sebagai murid di perjalanan ke Manglayang kali ini.

Mungkin Manglayang tidak banyak mengajarkan apa-apa selain:

1) Pakai sepatu gunung saat mendaki kalau tidak mau jatuh bangun dan kaki memar-memar setelahnya
*mandangin memar dan beberapa luka gores di kaki yang belum juga hilang*

2) Kalau didekati lebah jangan bilang "pait-pait" tapi bilang aja "sayamanis-sayamanis" dijamin lebahnya langsung pergi karena eneg ngedengernya. Eh tapi serius lho ini! Di Manglayang banyak lebah!

Sejauh itu, ya begitu-itu... tapi ada hal lain yang bisa saya pelajari selain hal-hal teknis di atas. Saya belajar bagaimana manusia bisa saling berinteraksi satu sama lain. Saling melengkapi dan menyemangati. Bagaiman saya bisa berinteraksi kepada diri saya sendiri. Menawar-nawar agar jangan dulu semangat dicabut dari kaki yang sudah terasa lelah dan nyeri saat melangkah, dan hal lain seperti...


Pelajaran pertama, kalau selama ini kita diajarkan untuk tidak menilai buku hanya dari sampulnya, maka kali ini marilah kita tidak meng-underestimate gunung dari ketinggiannya. 1818 jelas bukan angka yang menyeramkan bahkan bagi pendaki pemula seperti saya, tapi kenyataan harus ikhlas diterima dengan lapang dada, saat medan Manglayang jauh lebih ganas dari yang saya perkirakan. Tanjakan. Tanjakan. Tanjakan. Dan tanjakan.

*izin garuk-garuk tanah sembari main sama lebah dulu, boleh?*


Pelajaran kedua, saat langkah pertama sudah dibuat maka itu artinya tujuan akhir telah diputuskan. Selesaikan perjalanan, walau mungkin perjalanan berikutnya tidak membawamu kepada harapan yang diinginkan. Karena pada akhirnya saya mulai memahami bahwa hidup tidak selalu tentang mendapatkan apa yang kita inginkan, tapi juga menyelesaikan apa yang telah kita mulai. Setidaknya, dari perspektif ini saya belajar untuk bertanggungjawab dengan keputusan yang telah dibuat. Jangan pernah takut dengan medan yang terjal, berpasir atau berbatu, takutlah dengan rasa takutmu sendiri yang bila sampai kamu menangkan bisa jadi membuat mu menjadi jiwa yang kerdil, jiwa yang ketakutan dan mudah menyerah. MERDEKA!!

*entah kenapa gue berasa jadi inspektur upacara di hari kebangkitan nasional nulis kata-kata seperti ini*


Pelajaran ketiga, jangan pernah takut untuk tidak mendapatkan apa-apa. Karena atas usaha yang keras, tidak mungkin bila kita tidak mendapatkan apa-apa.
Kami memilih jalur Baru Bereum di mana pada akhirnya kami tahu jalur ini lebih sering dipilih pendaki untuk turun bukan untuk naik. Jadi, waktu itu, kemirisan dan rasa sesal yang terasa adalah saat berpapasan berkali-kali dengan orang yang turun daripada yang naik. Dan sesuatu itu tidak selalu tentang hal yang bisa ditunjukan atau bahkan sekedar diceritakan. Belajar untuk percaya dengan waktu dan proses pendewasaan yang semesta berikan kepada kita. Tenang saja. Pada akhirnya atas semua usaha yang sudah dilakukan, kita pasti mendapatkan sesuatu yang cepat atau lambat akan kita rasakan, atau paling tidak akan kita pahami nantinya.

Pelajaran keempat, ya itu tadi... kalau dihinggapi lebah jangan bilang "pait-pait", tapi "sayamanis-sayamanis", dijamin lebahnya langsung pergi: DIJAMIN!

selamat mencoba!


Akhirnya kami berlima sampai di puncak MANGLAYANG yang tak seperti puncak gunung kebanyakan. 1818mdpl. Kami berlima makan siang dnegan makanan buatan Bajaj: Spageti, puding coklat, roti bakar dan kurma Tunisia.

Menu makan kami nggak nyambung? Please ga usah dibahas. Yang penting kami bahagia.


Kami menikmati perjalanan kami walau harus melewati medan yang cukup curam dan merasa semua di luar perkiraan;

Kami menikmati perjalanan kami walau harus minum air mentah di sungai yang rasanya "ada manis-manisnya gitu" dan ada "manik-manik hitam"-nya;

Kami menikmati perjalanan kami walau di puncak kami menemukan sosok mas-mas yang sangat percaya diri dengan setelah celana pendek dan blazer, di puncak Manglayang (kita sih berprasangka baik aja, mungkin mas itu sejenis fashion blogger di alamat blog www.fashionapaajabolehdeh. com entah-lah);

Kami menikmati perjalanan kami walau saat turun harus bertemu dengan segerobolan ABG labil yang mana ceweknya berteriak ke cowoknya "Cowok mah gitu, habis manis sepah dibuang! udah minta tolong difotoin terus kita ditinggalin!" , benar-benar luar biasa anak muda jaman sekarang.


Intinya, semua hal yang terjadi tidak selalu sesuai dengan perhitungan yang kita buat, tapi jika memang benar-benar tidak sesuai dengan perhitungan kita, yang bisa kita lakukan adalah HADAPI DAN BERSENANG-SENANGLAH! Karena itu artinya ada rencana TUHAN yang lebih baik dari perhitunganmu yang sedang menunggu di depan mata!















Tuesday, September 22, 2015

Sastra dan Rasa





Sastra itu menular seperti sebuah senyuman sederhana yang terlontar di udara

Sastra itu terkadang membingungkan, seperti sosoknya yang kau sukai diam-diam

Kita terkadang butuh waktu beberapa saat untuk memahami,

tapi tak butuh banyak waktu untuk mengagumi...

Tuesday, September 15, 2015

PAHAM


Kita butuh (sekali-kali) untuk terluka,

agar kita paham, alam punya caranya sendiri dalam penyembuhan.

Hingga nanti, saat kita terluka lagi, kita akan jauh lebih tenang,

lebih bijaksana, karena kita paham: cepat atau lambat, luka akan menghilang.

Kita akan menyembuhkan diri kita sendiri dari rasa sakit,

kita akan baik-baik saja.

Kemudian, kita tak terlalu takut lagi untuk terluka.

JANJI

Untuk September ini hingga nanti menyambut Januari...




Berjalan sajalah jika kau lelah untuk berlari,

berjalan lebih pelan sajalah jika lelah sudah semakin menjadi-jadi,

merangkak sajalah jika memang sudah sulit untuk sekedar berdiri,

Apasajalah...

asal jangan berhenti.





begitu saja, sudah cukup.




Annisa Rahmah

Saturday, July 25, 2015

Rumah dan Rindu


Untuk setiap sudut yang pernah kau habiskan dengan tawa dan air mata; keramaian dan kesendirian; kesibukan dan kebosanan; atau mungkin kau habiskan untuk merebah lelah dan melepas penat, maka pantas kau sebut RUMAH. RUMAH adalah tujuan terakhir yang kau punya saat kau kebingungan untuk menentukan tujuan, karena selalu ada alasan untuk pulang ke RUMAH. Entah suasana ataupun segala hal yang ada di dalamnya.

Saat kau memutuskan untuk pergi, karena kau HARUS pergi, maka selalu saja ada sepotong hatimu yang kau tinggal di RUMAH. Sepotong hati tentang segala rasa yang bersumber dari kenangan yang kau ciptakan di dalamnya. Sepotong hati ini yang akan memanggil bagian hati yang kau bawa pergi untuk sesegera mungkin PULANG.

RUMAH bagi saya adalah sumber kerinduan.
Tempat saya menyulam waktu dalam sebuah rindu.
Tempat di mana saya merasa saya tidak perlu menjadi siapa-siapa selain diri saya sendiri.
Tempat saya akan selalu diterima kapanpun dan dalam kondisi apapun.



Tuesday, July 14, 2015

(semacam) LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA PRODJEK BAHAGIA

Terimakasih karena telah bersedia untuk berbahagia bersama...

Terimakasih karena telah membuktikan bahwa niat baik akan selalu dibukakan jalan serta kemudahan...

Terimakasih karena telah bersedia berbagi dan menciptakan kebahagiaan yang lain kepada lebih banyak orang...

Terimakasih karea telah turut serta secara fisik maupun doa...

Terimakasih untuk semua hal yang karena kalian banyak kebahagiaan tercipta, dan semuoga juga di hati kita.

Berikut laporan pertanggungjawaban penggunaan dana yang kita kumpulkan sama-sama dan kita bagikan sama-sama dalam PRODJEK BAHAGIA di Bulan penuh cinta ini.

Total dana yang terkumpul Rp22.745.000,-


Momen-momen BAHAGIA saat menyalurkan dana umat oleh para Relawan Prodjek BAHAGIA

Santunan Panti Asuhan (Buka Puasa Bersama, Makan Sahur, Santunan Dana Kas, Santunan Paket Sembako)



Pengadaan dan distribusi Perlengkapan Shalat yang disebar di tempat-tempat umum baik di wilayah Jakarta maupun Jogjakarta


Transfer Dana untuk Korban Rohingya melalui ACT (hingga saat ini, bukti pembayarannya belum diemail, tapi insya Allah dana kita sudah sampai di ACT dan insyaAllah akan disampaikan)


Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)

Sekali lagi terimakasih...

Pun kepada Allah SWT, saya bingkiskan terimakasih yang luar biasa dari hal-hal yang tak sengaja saya pelajari dalam kegiatan PRODJEK BAHAGIA ini.

Kepada kalian, para pencipta kebahagiaan,,, semoga kita bisa bertemu di Ramadhan berikutnya. Di Prodjek Bahagia selanjutnya. Dengan lebih banyak kebahagiaan yang bisa kita usahakan dan ciptakan.


Jangan lupa tersenyum,
Jangan lupa bersyukur,
Jangan lupa berbahagia...


Wednesday, July 8, 2015

LUPA yang terpikirkan

Yang terjadi sebenarnya adalah kita LUPA; bahwa saat kita telah mendapatkan apa yang kita inginkan, di sisi lain, itu artinya kita sedang merelakan suatu hal untuk dilepaskan...

Pagi ini saya berpikir,

Mengapa banyak orang yang masih merasa hampa padahal ia sudah memiliki apa yang ia inginkan?

Mengapa banyak orang yang masih bersedih padahal ia punya banyak alasan untuk bahagia?

Mengapa banyak orang yang selalu merasa kekurangan ketika bahkan ia memiliki lebih dari cukup?


Kau tahu, cukup adalah cukup. tidak kurang dan tidak lebih.

Seseorang pernah menyampaikan ini kepda saya: Jika sedikit sudah cukup, maka untuk apa banyak?

awalnya saya tidak mengerti apa maksudnya. Tapi setelah saya renungkan lagi, saya pikir dia benar; jika sesuatu yang sedikit sudah mencukupkan, maka saya tidak perlu lebih banyak lagi.

Karena sedikit tidak selalu berarti kurang; dan banyak tidak selalu berarti cukup; tapi cukup adalah cukup, tidak bisa didefinisikan dengan sedikit atau banyak. Cukup adalah kualitas, bukan kuantitas.

***

Kembali pada pertanyaan-pertanyaan tadi...

Mengapa ketika kita memiliki semua hal yang kita inginkan, kita tidak juga pernah merasa cukup?

karena mungkin, hukum yang berlaku adalah: kita yang tidak pernah diizinkan untuk memiliki semua hal.



Seorang teman berhasil mendapatkan beasiswa di salah satu universitas luar negeriyang ia mimpikan sejak lama, tapi kemudian ia harus merelakan melepaskan waktu bersama keluarganya di Indonesia.

Seorang teman yang lain bahagia akhirnya ia bisa dipertemukan dengan jodohnya dalam sebuah perkawinan yang ia hargai sebagia sebuah kesakralan, tapi kemudian, ia paham ia harus meninggalkan karirnya yang selama ini ia bangun untuk mendampingi suaminya dinas di luar Pulau Jawa

Atau ada seorang teman yang pada akhirnya mendapatkan kerjaan yang ia impikan selama ini, tapi kemudian kondisi membuatnya harus rela melepaskan studi s2 nya.

Saat kita mendapatkan suatu hal yang kita inginkan itu tidak serta-merta berarti kita 'mendapatkan', bisa jadi dengan 'mendapatkan sesuatu' adalah tanda bagi kita untuk melepaskan sesuatu.


Ada kondisi dimana kita harus melepaskan sesuatu untuk hal yang kita inginkan. Tapi kembali lagi bahwa dalam hidup berlaku konsep 'relatif' tidak ada yang baku, semua bisa terjadi dengan cara yang beragam, sehingga mungkin ada kalanya kita harus melepaskan sesuatu yang belum ingin kita lepaskan untuk sesuatu yang sesungguhnya pun belum kita inginkan.

Siapa yang bisa menebak rencana Tuhan?

Sesuatu yang belum ingin kita lepaskan bisa jadi adalah hal yang tidak terlalu baik untuk terus kita pertahankan, sebaliknya, sesuatu yang belum kita inginkan bisa jadi adalah keperluan yang belum kita sadari dan perhitungkan.

Adil?

Nilai adil yang dimiliki Tuhan tidak pernah bisa diurai oleh manusia. Saya hanya berpikir mungkin ini semua terjadi karena sesungguhnya kita memang diberikan keterbatasan "ruang" untuk mendapatkan segala hal apa yang kita inginkan. Bukan karena Tuhan terlalu pelit untuk memberikan kita banyak hal, tapi agar kita paham bahwa kita sebagai manusia memiliki keterbatasan bahkan untuk sekedar 'menerima'.


Saya mulai paham, bahwa saat saya mendapatkan sesuatu yang saya inginkan,saya tidak bisa mutlak senang, karena itu artinya saya harus bersiap untuk melepaskan apapun yang telah saya miliki sebelumnya; baik yang telah ingin saya lepaskan maupun tidak.

Saat Tuhan memberi, maka bersiaplah untuk melepaskan...

Saat Tuhan mengambil, maka bersiaplah untuk menerima...

Saat kau kehilangan, maka bersiaplah untuk sebuah kedatangan...

Saat kau dihadapkan perpisahan, maka bersiaplah untuk menyambut pertemuan...


Maka...


Jangan takut untuk melepaskan,
Jangan takut untuk kehilangan,

karena keduanya datang bersama, kedatangan dan pertemuan (yang baru)

Maka...


Mengapa banyak orang yang masih merasa hampa padahal ia sudah memiliki apa yang ia inginkan?

Mengapa banyak orang yang masih bersedih padahal ia punya banyak alasan untuk bahagia?

Mengapa banyak orang yang selalu merasa kekurangan ketika bahkan ia memiliki lebih dari cukup?


mungkin jawabannya adalah...

Karena sesungguhnya kita tidak pernah bisa memiliki semua hal yang kita inginkan; Saat sesuatu kita dapatkan, KITA SERING LUPA mempersiapkan hati untuk melepaskan suatu hal lainnya.

karena... sekali lagi...

Kita sebagai manusia sering lupa, bahwa kita penuh dengan keterbatasan, bahkan untuk sekedar 'menerima'.