Monday, March 26, 2012

Buku, Eropa dan Saya



Dulu, sebelum saya benar-benar mengerti, saya tidak pernah bisa membenarkan bagaimana buku bisa menjadi celah bagi manusia untuk melihat dunia. Bagaimana bisa susunan kata bisa membolak-balik keinginan bahkan mimpi seorang manusia yang membacanya. Tapi kemudian saya menemukan penjelasan, setidaknya atas pengalaman yang saya dapatkan saat membaca buku ini. Setiap lembarnya menuntun saya untuk menemukan sebuah serpihan yang hilang dan terlupakan. Sesuatu yang tidak pernah tewujud menjadi rasa ingin tahu karena ketidaktahuan saya akan hal itu. Tapi kini, saya ingin mengetahuinya karena saya sudah sedikit tahu tentang ini—tentang Islam di masa lalu.

99 Cahaya Di Langit Eropa, sebuah buku yang pada akhirnya membawa saya pada pengalaman ini.

Setiap lembar dalam buku ini membuat saya yakin, bahwa tidak ada yang “tak terencana” dalam hidup manusia. Setiap orang yang kita temui dengan sengaja maupun tidak disengaja adalah suatu alur yang sesungguhnya terencana. Perjalanan Penulis (yang sebenarnya) dalam rangka menemani studi suaminya kemudian berubah menjadi perjalanan untuk kehidupan pribadinya yang kini menjadi perjalanan kami—para pembaca buku ini.

Saat memulai membaca halaman demi halaman buku ini, rasanya seperti membuka segel-segel jendela yang memungkinkan saya mengintip bagaimana wujud Eropa. Kata-kata yang dirangkai seolah menuntun imajinasi saya untuk meraba suasana yang diceritakan oleh Penulis. Kemudian, cerita demi cerita yang terpaparkan seolah menyetopkan sekat waktu, membiarkan pikiran saya untuk berkenalan dengan masa lalu, ribuan tahun yang lalu.

Sebelum saya menelusuri buku ini, saya memiliki mimpi untuk menapakan kaki di tanah Tuhan yang penuh dengan keindahan arsitekturnya di masa lampau ini. Eropa, Eiffel, adalah tempat impian yang cukup sering tergambar dalam benak saya saat menutup mata sebelum terlelap. Saya mengaggumi Eropa karena keindahannya. Tapi kemudian, setelah saya membaca buku ini, entah mengapa saya meresa alasan atas mimpi saya terlalu dangkal. Ketika saya mulai berjabat tangan dengan sejarah yang dipaparkan dalam buku ini, ketika saya bisa menemukan jejak-jejak peradaban Islam dari informasi-informasi yang disajikan. Saya terperangah. Saya sungguh dangkal. Betapa di zaman itu—ratusan tahun yang lalu—Islam pernah bersinar di tangan para pemimpin yang melihat perbedaan dengan bijaksana. Bagaimana sebuah sejarah yang syarat pelajaran tentang kehidupan masyarakat, yang seharusnya disebarkan, saat ini seolah hanya menjadi kepingan sejarah yang tidak seru untuk diceritakan.


Bagi saya, buku ini tidak sedang bercerita tentang Islam pernah sangat Berjaya, Islam pernah menguasai lebih dari setengah bagian dunia. Tapi buku ini bercerita bagaimana Islam adalah agama ang tidak terlalu berkutat dalam istilah minoritas dan mayoritas. Bagaimana sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai perbedaan itu dengan sangat bijaksana. Saat ini saya sadar, sudah seharusnya kita turut “menemukan” sejarah, mengkonstruksikannya, kemudian belajar darinya. Di bagian inilah bagi saya Penulis berhasil mewujudkannya. Penulis menemukan satu demi satu mata rantai sejarah Islam yang terangkai menjadi alur cerita yang pernah diecap oleh peradaban Islam. Beberapa mata rantai menjadi bukti, namun beberapa mata rantai yang lainnya masih menjadi misteri yang harus terus digali.
Pada akhir lembar di buku ini, semakin banyak harapan yang meledak-ledak dalam benak saya. Saya terus bermimpi, kelak, ada serpihan dari sejarah Islam yang bisa saya temukan dan saya bagi. Pada akhirnya, Louvre Museum lah yang sering singgah dalam benak saya. InsyaAllah, Allah akan membawa saya kesana. Bagaimana pun caranya, yang harus saya lakukan saat ini adalah meyakininya. Mohon diamini. 

Monday, March 5, 2012

BAGI SAYA...

Bagi saya;

Akan selalu ada batas mengalirkan air mata tapi tidak akan ada batasan untuk membagi tawa,
karena terkadang, kita tidak mampu mengelak dari sebuah kesedihan,
tapi kita selalu bisa tersenyum dalam setiap keadaan.
Karena menjadi bahagia adalah sebuah pilihan.

Seandainya kita mampu menyadari bahwa banyak hal sederhana yang bisa terasa sangat menyenangkan
karena terkadang, kebahagiaan berSembunyi di antara tumpukan-tumpukan kenangan usang yang hampir dilupakan
karena terkadang, suka cita hadir dalam sebuah kebersamaan yang sederhana
karena terkadang, pelajaran hadir dalam sebuah kesedihan yang menyakitkan.

Tawa tidak selalu datang dari sebuah hal yang dirasa lucu,
tawa bisa menyelinap dari tetesan air mata dan rasa kecewa.

seperti hampa yang tidak selalu datang dari sebuah kesendirian,
hampa bisa menyapa dalam sebuah keramaian tanpa makna.

Ada manusia yang memperjuangkan mimpinya dengan menggadai cinta.
Ada manusia yang menggadaikan mimpinya untuk mendapatkan cinta.

Maka apa makna mimpi dan cinta?

kedua-duanya adalah hal yang diharapkan, dimiliki dan ingin
diwujudkan dalam kehidupan bukan?
Maka seharusnya tidak ada yang digadaikan untuk mendapatkan salah satunya.

sekali lagi, itu bagi saya.

Tapi bagi kita semua; Hidup adalah pilihan.

Jadi, pilihlah pilihan yang membuat kita merasa bahagia,,,

bahagia dan membahagiakan


Photo diambil saat saya dan beberapa teman saya berada di tengah kejemuan rutinitas kuliah dan tugas organisasi. Kemudian, kami bisa menemukan keceriaan di tengah kejemuan itu. Kuncinya: kebersamaan