Friday, November 11, 2011

APA YANG DIINGINKAN SETIAP MANUSIA DI USIA SENJA?



Saya diberitahu oleh sahabat saya. Dia khawatir melihat kondisi saya setelah tahu penyakit ini. Dia bilang, “Mungkin memang benar penyakit ini diberika Tuhan untuk kamu, dan Dia berhak untuk menentukan jalan hidup kamu. Semua terserah Tuhan… dan tugas kita berserah… berserah, bukan terserah…”
-seorang Bapak, yang belum sempat saya tanyakan siapa namanya-


Pagi itu di stasiun Gambir pukul 07.45 WIB, saya menunggu kedatangan kereta saya yang dijadwalkan tiba pukul 08.45. Di awali dengan sebuah sapaan biasa. Lalu membagi cerita yang luarbiasa
B : Selamat pagi, apa bangku ini kosong?
S: Silahkan Pak 
B: Mbaknya menunggu kereta kemana?
S: Yogyakarta. Taksaka Pak. Bapak?
B: Oh, saya menunggu kereta ke Bandung. Mbaknya asli Jogja?
S: Ah,, saya bingung jawabnya apa Pak… saya sempat 4 tahun di Jakarta, tapi semenjak kuliah saya menetap di Jogja. Kesini karena ada panggilan kerja Pak. Bapak sendiri asli sini?
B: Tidak. Rumah saya di Bandung. Saya habis jenguk istri, istri saya kerja di sini jadi saya harus pulang-pergi Jakarta-Bandung.
S: Oh… Istri bapak kerja di Jakarta, Bapak kerja di Bandung? *dengan sok tahunya*
B: Ah,,, enggak Mbak… saya pengangguran, tidak bekerja .
S: *Aduuuuhhh nisaaa… salah nanya kan lo…* *cengar-cengir dan tersenyum*
B: Dulu saya bekerja, tapi semenjak saya sakit, saya dilarang bekerja oleh dokter…
S: *menanyakan penyakit bukan suatu ide yang bagus, jadi saya sempet bingung mau merespon apa. Dan akhirnya, lagi-lagi sok tahu....* aaaah… mungkin memang sudah saatnya bapak istirahat, menikmati waktu-waktu saat ini bersama anak dan cucu Pak… 
B: Saya tidak punya anak Mbak…
S: *(0.o) heeh?!! Aduuuh saya salah lagi nanyanya!! Rasanya pengen lompat ke rel kereta!* ah… gitu ya Pak… ahahahaa… *tertawa maksa*
B: Iya,,, saya pengangguran dan tidak punya anak. Jadi dari hari senin sampai kamis saya bujangan, jumat sampai minggu waktu saya untuk nyonya (nyonya=istri)
S: Oh.. begitu… hehehe… *dua kali salah nanya, saya lebih berhati-hati*
B: Mbaknya lulusan mana? UGM?
S: Iya Pak… hehee…
B: Jurusan Apa?
S: Hukum Pak…

Lalu perbincangan kami terus berlanjut dengan tanya-jawab seputar keluarga. Saya menjawab seperlunya, tapi tidak dengan si Bapak. Terkadang saya berpikir apa yang ia sampaikan terlalu pribadi untuk dibagi kepada orang asing yang baru ia kenal beberapa menit di stasiun seperti saya.

B: Kenapa tidak lanjut s2? Ayah kamu mampu tho membiayakan kamu?
S: Hehe… Tapi saya ingin bekerja dulu Pak. Kalaupun nanti saya diberi kesempatan untuk lanjut s2, saya ingin membiayai nya sediri Pak. Hehehe…
B: Yah… apapun jalan pikiran kamu, mungkin itu yang terbaik buat hidup kamu, walau saya pikir akan lebih baik kamu melanjutkan S2 dibanding bekerja. Tapi… terkadang, sesuatu yang menurut orang lain suatu kesempatan emas, bagi kita malah tampak biasa-biasa saja buat kita kan? Mungkin di sisi lain banyak temanmu yang ingin melanjutkan S2 tapi terhalang biaya dan terpaksa bekerja, tapi kamu malah sebaliknya… tapi itu pilihan kamu, teruskan saja. *si Bapak tersenyum*
S: *mengangguk-angguk* hehehe… iya Pak, mohon doanya biar tes ini saya bisa lulus.
B: Yah *sambil mengangguk-angguk* kalau nanti kamu lolos, bekerjalah dengan sungguh-sungguh, karena ini jalan yang kamu pilih. Tapi kalau belum lolos jangan putus asa dan minder. Tuhan sudah punya garisan untuk setiap rezeki manusia. Terus mencoba dan berdoa pokoknya!

S: hahaha… iya Pak…
B: Kalau nanti diterima, berarti siap-siap jauh sama pacar ya… kaya Bapak dan nyonya *si bapak tertawa*
S: Aaa,,, itu… saya belum punya pa..ca..ar.. paa..k.. hehehe…
B: OYA?! Kamu yakin?! Seleksi ketat ya tampaknya…
S; Aaa,,,aaa,,, bukan seleksi ketat Pak.. tapi emang blm ada yang diseleksi… *miris*
B: Kenapa?
S: Kenapa apa Pak?
B: Apa yang salah?
S: Haaa? Apa yang salah gimana Pak? Emangnya kalau enggak punya pacar suatu kesalahan ya Pak? *tertekan*
B: HAHAHAHAA… dengarkan ini ya… hidup, mati, jodoh, itu sudah ada yang atur! Tidak ada yang salah degan kondisi kamu saat ini! Percaya saja Tuhan sedang mempersiapkan yang terbaik untuk kamu, asal kamu yakin!!
S: *senyum sumringah* amiiin Pak.. hehehe…

Lalu perbincangan kami melanglang buana kesana-kemari… tapi di setiap sesi tanya-jawab ini si Bapak selalu memancing saya untuk bertanya tentang penyakitnya..

S: Maaf Bapak, kalau boleh saya tahu, bapak sedang sakit apa?
B: hmm… ada infeksi di pancreas saya. saya tidak ingat istilah kedokterannya. Saya harus menjalani oprasi tujuh kali agar infeksinya tidak menyebar hahhaa…
S: *Bingung harus merespon seperti apa* *kenapa bapaknya malah ketawaa???*
B: Penyakit yang datang tiba-tiba… karena penyakit ini saya harus berhenti bekerja dan membiarkan istri saya yang bekerja… yah… tapi itu sudah digariskan oleh Tuhan, saya bisa apa. Hem… Ada hal yang ingin saya beritahu kamu, inipun saya tahu dari teman saya. Ceritanya dia khawatir melihat kondisi saya setelah tahu penyakit ini. Dia bilang, “Mungkin memang benar penyakit ini diberika Tuhan untuk kamu, dan Dia berhak untuk menentukan jalan hidup kamu. Semua terserah Tuhan… dan tugas kita berserah… berserah, bukan terserah…”
S: Hmm…
B: Beberapa tahun yang lalu, saya sering berlibur ke Jogja bersama istri saya. kami wisata kuliner, memburu novel-novel bekas yang berbahasa Inggris,, setiap minggu. *sambil tersenyum dengan mata menatap sendu ke depan*
Saya hanya bisa tersenyum dan menyediakan telinga dan perhatian kepada bapak tersebut. Mungkin memang itu yang dia perlukan saat ini—didengar.
B: Tapi itulah hidup. Berputar. Dan selalu ada tempat bagi yang cukup pintar untuk tetap menikmati segala kondisi dengan bersyukur.
S: Iya Pak…


Tak lama kereta saya datang. Saatnya berpamitan dengan sosok di sebelah saya yang bahkan saya tidak tahu siapa namanya.
Di dalam kereta, sembari memperhatikan semua objek yang bergerak tertinggal di luar jendela, saya berpikir:
Apa yang diharapkan seorang manusia di usia senjanya? Duduk di teras rumah memandangi kebun bunga kecil perkarangannya, menyeduh the dan berbagi cerita dengan pasangan senjanya. Menunggu kedatangan anak-anaknya yang beranjak dewasa; memandang senyuman cucu-cucu yang tertawa, menangis ataupun menari lincah. Iya, hal-hal sederhana yang luar biasa seperti itulah yang diharapkan setiap manusia di usia senjanya. Tapi, bagaimana dengan Bapak tadi… bahkan dia tidak memiliki kesempatan untuk memimpikan itu semua. Pasangan yang selalu ada di sampingnya, anak-anak, apalagi gelak ceria polos cucu dan keturunan lainnya. Di usia senja ia harus bertarung dengan penyakit pangkreasnya. Jauh dari istri tercinta. Dan tidak memiliki anak untuk berbagi sakit yang mungkin ia rasa”





Sepersekian menit pikiran saya kosong. Menghela nafas panjang berkali-kali, memikirkan kesepian yang mungkin dirasakan si Bapak. Kemudian saya tersenyum , dan kembali mennghela nafas,,,

“Tuhan, inikah caraMu bercerita kepada ku? Aku berpikir untuk memahami seberapa kuat manusia yang kutemui tadi. Mungkin dalam hidupnya tak ada kesempatan untuk memimpikan kesederhanaan harapan di masa tua, tapi selalu ada kesempatan baginya untuk bahagia menikmati hidupnya… bersyukur. Dia tersenyum mungkin dalam sedih dan lemah yang ia miliki Tuhan, tapi Kau kuatkan dengan iman yang kuat dan rasa syukur yang besar di hatinya. Dan dia pasti menjadi salah satu manusia yang bahagia dengan kesederhanaan Mu ini. Kesederhana manusia tua, kesederhanaan dalam bentuk lain. Iya Tuhan. Dia bahagia.”

No comments:

Post a Comment