Thursday, November 15, 2012

Surat Untuk Krisna


Untuk Krisna yang entah apakah masih di tempat seharusnya...




Hai Krisna, tidak terasa sudah hampir sepuluh tahun kita tidak bersua. Tidak berbagi tugas ataupun bergantian tempat.

Hampir sepuluh tahun kita tidak saling menyapa atau sekedar memanggil nama. Kau di mana? masihkah kau berada di tempat seharusnya?

Krisna, dimanapun kau berada, aku tahu kau akan membaca ini. Aku tahu kau akan selalu membaca semua tulisan yang kubuat dengan penuh rasa.

Aku sudah 23 tahun sekarang. Menjadi mahasiswa S2. Aku masih suka membaca dan menulis, tapi bedanya sekarang aku tak punya cita-cita seperti sepuluh tahun yang lalu.

Aku ingat dulu kau suka kepayahan saat mendengar cita-citaku yang berganti dua bulan sekali. Waktu itu aku bilang aku ingin jadi dokter hewan, biar bisa kuobati kalau-kalaui si meong sakit.

Lalu ganti lagi cita-citaku, aku bilang aku ingin jadi pelukis. Aku ganti cita-citaku saat itu karena kutemukan foto masa TK bersama ibu dengan membawa piala juara tiga lomba menggambar. Katamu, lakukanlah apa yang kau sukai. Lakukan semuanya dengan tulus dan tersenyum. Kau tahu aku selalu tersenyum saat menggambar tokoh waltdisney dari buku ensiklopedia pemberian ibu yang sesungguhnya jarang kubaca selain kulihat gambar-gambarnya.

Setelah itu, aku ganti apa lagi cita-citaku, ya Krisna? Ah! aku ingat! aku bilang aku ingin menjadi polwan! Aku bilang aku ingin menegakkan kebenaran. Teringat waktu SD aku berkelahi dengan si Amang! badanku biru-biru, tapi aku tidak menangis! karena katamu, seorang Polwan tidak boleh banyak menangis. Sampai akhirnya bibik tahu punggungku penuh lebam, habislah nasib si Amang.Saat itu kuputuskan, susah juga menjadi Polwan.

Kuganti lagi cita-citaku jadi penyanyi. Sering kau tertawa melihatku bergaya di depan kaca sambil bernyanyi dan meniru gaya artis ibu kota. Kau bilang suaraku lumayan. Tidak jelek, tapi tidak bisa dikatakan bagus juga. Kau selalu jujur menilaiku walau kau tau itu akan membuatku nelangsa.

Lalu aku pindah ke Jakarta. Aku tidak bisa bertemu dengan mu lagi. Tak ada lagi kawan yang bisa kuajak bercerita tentang cita-cita. Tak ada lagi kawan yang menepuk pundakku sambil berkata "jadilah apapun yang kau cinta, karena aku selalu yakin kau bisa untuk menjadi apapun, Nisa!" Aku rindu saat itu, Krisna.

Sayangnya, kata-katamu terlalu dalam membekas di benak dan pikiranku. Aku menjadi bebal, selalu menginginkan menjadi manusia yang serba bisa. Aku belajar menulis, belajar menggambar, belajar menyanyi, belajar fotografi aku ingin menjadi apapun yang aku cinta, sampai aku sadar aku kehilangan cita-cita.

Suatu saat aku ada di tahap hampir gila, Krisna. Entah apa rencana Tuhan, tapi setiap pagi ada suara yang membisikanku bahwa aku akan mati hari ini. Aku gelisah dan tak kepalang gundah. Sampai akhirnya seorang sahabat memelukku dan berkata,

"subhanallah Nisa, tidak semua manusia diingatkan akan kematian oleh Allah dengan cara langsung yang demikian. Jangan berpikir macam-macam. Ini cara Tuhan mengingatkan kita semua akan kematian. Ini kesempatan untuk kamu menjadi manusia yang lebih baik. Ingat lagi, Nisa... adakah janji kamu kepada Allah yang belum ditunaikan? tunaikan sekarang, selaesaikan utang, peringatan ini harus dijadikan alarm untuk menyelesaikan semua kewajiban"

Tuhan Maha Besar, Krisna. Aku diberikan sahabat yang tulus dan selalu mengingatkan dalam kebaikan. Aku ingat kalau aku berjanji kepada Tuhan untuk berhijab, dan alhamdulillah sekarang aku berhijab. Kalau kau bertemu dan melihatku saat ini, tidak ada lagi perempuan dengan kaos oblong dan celana pendek yang selalu kau temui sepuluh tahun yang lalu. Aku berubah, Krisna. InsyaAllah menjadi lebih baik.
Sejak saat itu, aku selalu melakukan apa yang aku cintai--seperti yang selalu kau bilang sepuluh tahun silam.

Soal bisikan itu, bagaimana kalau aku (sungguh) mati besok? aku tidak mau menjadi manusia yang hidup hanya untuk masa depan yang belum tentu menjadi kenyataan. Sekarang, aku menjadi manusia yang hidup untuk saat ini, yang belajar dari hari kemarin. Tak ada porsi lebih untuk memikirkan masa depan. Jalani saja. Sampailah akhirnya, aku kehilangan cita-cita dan tak tau aku ingin menjadi apa.

Takut aku saat teman-temanku berkata ingin menjadi Hakim, Karyawan BANK, Karyawan Perusahaan Migas, menjadi Pengacara, Notaris dan lain-lain. Sungguh bahagianya mereka yang memiliki cita-cita, Krisna.

Kalau ditanya aku ingin menjadi apa, aku selalu berbisik aku ingin menjadi seorang Penulis. Aku ingin banyak cerita yang bisa kubagi dan menginspirasi banyak orang. Aku ingin menjadi apapun yang bisa membahagiakan banyak orang, yang bermanfaat untuk banyak orang, entah apa namanya, Krisna...


Krisna,,, Bisakah kau menjengukku di sini? bercerita sebentar tentang bagaimana seharusnya aku berperilaku agar aku bisa menjadi cita-citaku. Aku sudah bukan lagi perempuan kecil yang cengeng. Aku sudah bukan lagi perempuan kecil yang takut pergi sendirian. Aku bukan lagi perempuan kecil yang tempramental dan main pukul kanan-kiri bila ada yang melawan.

Tengoklah aku sebentar, Krisna... Beri tahu aku harus menjadi apa, seperti dulu.

Sebentar saja.




2 comments: