Thursday, April 30, 2015

Satu Hari Sebelum Pergi... (untuk berlari lebih kencang lagi)






30 April 2015, malam terakhir menjadi warga Yogyakarta sepenuhnya.

Sebuah sore, bersama hujan dan orang-orang tersayang...

“Niat Nisa dari awal apa? Mencari kerja atau mencari jabatan?”

“Cari kerja, Om”

“Kalau begitu fokuskan untuk bekerja. Kerja, kerja dan kerja. Bekerja dengan baik, fokus dan rejeki akan mengikuti Nisa.”

Ini sepotong perbincangan saya dan Om Agung, ayah sahabat saya Puspa, saat saya bertamu untuk berpamitan meninggalkan Jogja untuk bekerja di Jakarta. Saya sudah berkawan lama dengan Puspa, bahkan sejak hari pertama masuk kuliah. Rumah Puspa juga satu komplek dengan rumah saya, sehingga saya mengenal baik orang tua Puspa: Om Agung dan Tante Hening.

“Nisa, kamu perlu ingat, bahwa di dunia ini selalu ada dua sisi: benar dan salah, suka dan duka, mudah dan susah, dan seterusnya. Jadi nanti, ketika Nisa dalam bekerja menemukan banyak halangan, kesukaran atau sesekali merasa duka, tahu apa yang harus dilakukan?”

“Dilalui dan dihadapi saja,Om!” jawab saya mantap.

“Iya, betul! dilalui saja. Dihadapi. Dinikmati. Karena hidup tidak akan selamanya bahagia, tidak selalu mudah dan terkadang kita akan melakukan kesalahan. Jadi, ketika semua hal-hal itu datang, lalui saja, karena semuanya memang bagian dari hidup dan sifatnya sementara. Diingat-ingat ya”

“Siap, Om!”

“Eh Nis, dengerin tante ya”, kali ini Tante Hening alias Istri Om Agung alias Mamah nya Puspa yang berbicara, “ nanti Nisa akan bertemu banyak orang baru, dengan segala karakter dan tujuan hidup yang berbeda-beda, pinter-pinter pilih temen ya, Nduk... cari teman yang kira-kira membuat Nisa bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi”.

“Siap, Tante... Mohon doanya ya, Tante, biar Nisa bisa nemu temen yang baik dan asik jadi bisa kerasan kerjanya”

“Iya... bener itu, kamu harus kerasan. Buat semua terasa enjoy tu lho, Nis... kalau kamu enjoy, kamu pasti kerasan.Semoga nemu jodoh ya...” lanjut Tante Hening sambil mengedipkan mata.

“Hahahahaha... Amin, Tante...”

“Pokoknya nanti ga usah milih yang macem-macem. Cari yang kira-kira serius dan mau diajak ke jenjang yang benar-benar serius!”, tante Hening penuh ekspresi.

“Ya maunya sih gitu, tante. Maunya sih cepet, tapi kan kalau jodoh udah urusannya Tuhan banget. Nisa susah ngutak-atiknya. Nisa Cuma bisa berdoa kan, Tante, Om”

“Gini ya, Nisa” kali ini Om Agung mengambil alih,”percaya saja bahwa yang namanya hidup, mati, jodoh dan rejeki itu sudah ada yang atur. Kalau kata rohaniawan di gereja Om dulu, ‘kita jangan mendikte Tuhan. Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk kita dan kapan waktu yang terbaik untuk diberikan kepada kita’. Nisa sekarang fokus saja bekerja, jangan menutup hati juga, sembari berdoa untuk dipertemukan dengan jodoh terbaik di waktu yang paling baik. Udah itu saja.”

“Hehehehe... sip deh, Om... semoga waktu yang baik itu enggak terlalu lama ya, Om, Tante, hahahaha”

Saya selalu mati gaya kalau sudah berbicara soal jodoh. Hanya bisa mengaminkan semua harapan dan doa terbaik orang-orang sekitar.

Kemudian Om Agung mulai bercerita beberapa pengalaman beliau tentang konsep jodoh dan rejeki. Salah satunya adalah perjumpaannya dengan Tante Hening yang ‘begitu saja’...

“Pulang dari gereja, entah kenapa Om rasanya ingin ke Rumah Tante... padahal belum pernah ketemu, ngobrol, intinya belum pernah berhubungan sama sekali deh, Nisa! Cuma modal gambar denah rumah tante yang dikasih sama temen om. Jadi temen Om itu beberapa bulan yang lalu menceritakan tentang tante ke Om, terus dia kasih denah rumah tante ke Om. Berbulan-bulan denah itu ada di dompet om, enggak om apa-apain. Dan entah kenapa sore itu Om ingin pergi ke rumah tante”

“Wah itu serius sebelum nya om dan tante belum ada komunikasi sama sekali?”

“Belum ada, wong Tante juga enggak tahu kalau sore itu bakal kedatangan tamu, kok” sambar tante Hening sambil senyam senyum.

“Lah terus gimanaa Om? Enggak canggung tuh?” tanya saya

“Awalnya di tengah perjalanan Om sempet ragu, Nis. Sempet melipir makan sate dulu isi amunisi dan berpikir, ‘ini aku jadi pergi enggak ya?’, yo tapi habis itu, habis kenyang, ya om tancap gas ke rumah tante.”

“Hahahhaha,,, pake acara kelaperan gitu om?”

“Iya, kalau deg-deg-an biasanya laper”

“terus-terus gimana om?”

Kemudian Om Agung menceritakan detil demi detil cerita saat perjumpaan pertama dengan Tante Hening di rumah Tante Hening.

“Kami ternyata satu frekuensi. Walau itu pertama kali kami bertemu dan mengobrol ya kami merasa nyambung dan nyaman” jawab Om

“Kalau istilah anak jaman sekarang, ada chemistry nya gitu lho, Sa...” tambah Tante Hening, kemudian tante melanjutkan, “Si Om pinter, setiap mau ngajak tante pasti udah ngomong duluan sama bapaknya Tante”.

“Ya iya tho... itu bentuk keseriusan Om dan cara Om menunjukan ke Bapaknya Tante kalau Om laki-laki yang bertanggungjawab dan Om mau serius sama Tante” kali ini giliran Om Agung yang menegakkan sandaran.

“Hahahahahaha... kok kayanya sekarang jarang cowok yang bisa berani dan to the point gitu ya, Om?”

“Bukan jarang, belum nemu aja, Sa... inget kata Om tadi... Tuhan memberikan sesuatu bukan di waktu yang kita inginkan, tetapi diwaktu yang terbaik untuk hidup kita, jangan pernah mendikte Tuhan.”

“Beres! Di-ca-tat! Hahaha”

Satu hari sebelum saya meninggalkan Jogjakarta menuju Jakarta untuk bekerja, saya berterimakasih bahwa takdir telah mempertemukan saya dengan orang-orang yang baik seperti mereka. Saya berterimakasih diberikan teman-teman yang tulus mengelilingi saya dan selalu menyamankan hati saya. saya berterimakasih bahwa apapun yang telah terjadi dalam hidup saya selama ini, suka maupun duka, selalu menjadi hal yang menyenangkan untuk saya ceritakan kelak.
Pada akhirnya memang akan datang waktunya di mana kita harus mengakrabi perpisahan. Tetapi jika kita paham, tak ada perpisahan yang terlalu menyedihkan jika hati kita akan tetap berjumpa dalam cinta dan doa. Tak ada jarak yang lebih jauh daripada sebuah proses saling melupakan. Tak peduli berapa puluh, ratus bahkan ribu kilometer kalian terpisah jarak oleh orang yang kalian cintai, jika itu cinta, maka Tuhan akan selalu mengaitkan hati dari masing-masing kita untuk tetap menjaga rasa kebersamaan. Kita akan belajar pada nantinya, bagaimana seseorang yang berada jauh dari kita akan selalu mampu menghapus kesedihan dan selalu mampu membuat kita bahagia. Jadi kalau kalian tanya apakah aku sedih dengan perpisahan ini? Jawabanya adalah tidak.


Toh, pada akhirnya akan ada waktunya masing-masing dari kita harus tetap pergi ke antah-berantah. Menemukan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah kita tahu. Bertemu dengan banyak orang baru dan belajar memahami tingkah-lakunya tanpa menghakimi mereka dengan terburu-buru. Mungkin kita akan ketakutan pada awalnya. Meragukan diri sendiri untuk memulainya. Tapi adakah yang lebih buruk dari sekedar diam? Menunggu waktu yang dirasa tepat untuk meluluhkan ketakutan dan mulai melangkah saat kita benar-benar merasa nyaman? Jika kau memilih demikian, mungkin kau hanya akan menjadi sisa-sisa dari bagian yang tertinggal dan diinjak-injak oleh waktu serta kesempatan.




Malam ini saya mencoba mengingat-ingat lagi tentang saya ketika tinggi badan belum sampai 1 meter tapi mimpi saya tak pernah dibatasi kekhawatiran apapun. Saya ingin jadi sailormoon, tapi gagal karena setelah bertahun-tahun saya menerima kenyataan bahwa kucing saya tidak bisa berbicara dan memberikan alat pengubah wujud menjadi sailormoon. Kemudian saya bermimpi untuk menjadi power ranger. Berharap masih ada lowongan untuk mejadi power ranger ungu. Gagal lagi. Karena hingga saat ini power ranger ungu tidak pernah ada. Kemudian saya bercita-cita menjadi polisi wanita, dan entah kenapa kemudian saya mengubahnya menjadi dokter, kemudian dokter hewan agar bisa merawat kucing saya kalau sakit. Ternyata nilai pelajaran IPA saya tidak terlalu bagus dan saya ingin menjadi seorang hakim seperti Papah saya. impian itu semakin dekat saat saya diterima di fakultas hukum UGM. Tapi kemudian saat saya paham bahwa menjadi hakim bukanlah perkara mudah karena pertanggungjawabannya dunia akhirat, saya memilih untuk menjadi pemimpin redaksi majalah. Saya tidak yakin saya bisa menjadi pemimpin majalah yang berbau politik ataupun hukum karena itu pasti membosankan bagi saya, dan saya ubah lagi untuk menjadi pemimpin redaksi majalah fashion. Di suatu kesempatan saya bisa ambil bagian sebagai desainer yang memamerkan baju hasil olah pikir saya sendiri, dan malam itu kembali saya mengubah mimpi saya menjadi fashion designer.


Entah apa dan bagaimana, saya selalu ingin membuat sesuatu yang bisa membuat orang bahagia menjadi diri mereka apa adanya. Saya ingin menjadi fashion designer paling tidak untuk orang-orang terdekat saya. kemudian saya juga ingin mejadi penulis yang menulis sebuah buku dongeng yang—sederhana saja tujuannya—saya bisa meninabobokan anak-anak saya kelak dengan dongeng karangan ibunya sendiri.


Kemudian, di suatu siang di kantin kampus, Dekan saya bertanya kepada masing-masing dari kami tentang apa cita-cita kami. Ada yang ingin menjadi dosen, ada yang sudah diterima di OJK, ada yang ingin menjadi hakim, kemudian sampai pada gilaran saya, “Nah Nisa, apa cita-cita kamu?”

Dan saat itu saya diam sejenak. Saya tidak terlalu yakin tentang apa cita-cita saya sesungguhnya.

“Apa?” kata dekan saya mengulangi sambil menatap mata saya.

“Mmmm... Ibu rumah tangga, Pak” hening.

“Kamu tidak perlu menjadikan ibu-rumah-tangga sebagai cita-cita kamu, Nisa. Semua wanita akan mejadi ibu rumah tangga. Pikirkan hal lain yang ingin kamu lakukan. Untuk aktualisasi diri kamu, ilmu yang kamu punya”

Saya diam.

“Nisa, mau jadi penulis, Pak” jawab teman saya

“Ya! Itu bagus! Menjadi penulis tentang hal-hal sosial dalam masyarakat. Hukum, politik, sosial, budaya.” Kata Pak Dekan.

Saya masih diam. Menatap teman saya yang baru saja membantu saya menjawab tadi. Di dalam hati saya mengatakan, ‘maaf pak, mungkin mahasiswi bapak yang satu ini belum bisa diandalkan untuk menulis hal-hal yang seperti bapak katakan. Mungkin benar, di lubuk hati yang terdalam saya ingin sekali bisa menjadi penulis. Tapi bukan penulis yang seperti bapak bilang. Saya ingin menulis dongeng, cerita pengantar tidur anak-anak yang bisa membantu mereka menemukan nilai-nilai baik yang sering terlupakan untuk disampaikan. Saya ingin menjadi bagian sederhana seseorang dalam menghabiskan masa kecilnya dengan imajinasi yang bisa membuat mereka lebih mengerti tentang kesederhanaan hidup. Menyampaikan pesan sebelum ia menutup mata dan bermimpi. Saya ingin menjadi seperti itu. Karena saya tumbuh seperti itu. saya selalu ingat ibu yang selalu mendongengkan saya banyak cerita sederhana sebelum saya tertidur. Ibu yang selalu diakhir cerita menjelaskan pesan moral dari cerita tersebut kemudian mengcup kening saya dan membimbing saya untuk membaca doa sebelum tidur.


Dan saya ingin membuat banyak anak merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan saat itu.


Berhenti di sini, dan mari kita lihat kenyataannya saat ini: saya adala CPNS Kementerian Riset dan Tekonologi Pendidikan Tinggi. Suatu hal yang sama sekali tidak pernah menajdi bagian dari mimpi saya dan bahkan saya bayangkan sebelumnya. Apakah saya bersedih? Tidak sama sekali. Saya bahagia dan bersyukur atas rejeki yang saya dapat. Karena malam ini saya harus mulai memercayai bahwa Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk saya, tahu kapan saya bisa mendapatkan apa yang saya inginkan. Saya tidak akan mencoba mendikte Tuhan. Yang saya yakini saat ini, kebaikan akan selalu mendatangkan kebaikan. Dan tiba-tiba saya mengingat hukum kekealan energi: energi tidak dapat dimusnahkan, energi bisa diubah wujudnya. Maka saya berpikir dan berharap kepada Tuhan agar saya tetap mengekalkan energi baik yang datang kepada saya, dan mengubah energi buruk menjadi energi baik di manapun saya berada dengan kekuatan penuh yang saya punya.

Hey,,, bukankah itu terdengar tidak jauh berbeda dengan tugas sailormoon dan power rangers? Mungkin saya sudah dalam proses mewujudkan mimpi saya itu, hanya saja dalam bentuk yang lebih real dan diterima dengan logika.





2 comments:

  1. nisaaaa, hal ini yang aku rasain juga. ketika aku memasang target-target hidup, kemudian Tuhan dengan mudahnya mengubah segalanya. dan setiap jalan yang dibuka selalu berkali-kali lipat lebih baik. Bener kata papa mama nya Puspa, Pasrah aja, Tuhan yang tahu hal yang paling baik untuk kita. Selamat menjadi CPNS juga Nisa. ayo jadi kerikil kecil yang bisa membuat perubahan di Negeri ini. *toss..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Ndar... semoga apa yang kita dapatin sekarang emang rejeki dan ja;an yang paling baik dipilihin Tuhan buat kita ya... btw, thanks udah mampir ndar ke blog gue yang isinya nyampah doang ini,,, hahahah,,,

      Delete