Wednesday, February 5, 2014

Tuhan... Aku Tahu Kau Membaca Ini. TERIMAKASIH

6 Februari 2014. Pukul 00.00

Saya hampir menemukan semua jawaban-Mu, Tuhan.

Saya berhasil menemukan hampir semua penjelasan atas pertanyaan yang selama ini saya sampaikan kepada Mu.

Saya berhasil melepaskan beban-beban itu sedikit demi sedikit.

Dan hati saya saat ini terasa lebih ringan. Beban itu tergantikan dengan rasa syukur dan rasa terimakasih.

Terimakasih, Tuhan...





Terimakasih untuk semua hal yang saya lupa untuk menyukurinya...

1. Keluarga



Jika saya harus terlahir kembali di dunia, saya ingin terlahir dari rahim wanita yang sama. Saya ingin memiliki ayah yang sama. Saya ingin memiliki kakak perempuan yang sama. Saya ingin memiliki kakak laki-laki yang sama. Tak mau ada yang berubah.

Kau baik sekali, memberikan seorang Ibu yang selalu meyakinkan bahwa anak-anaknya adalah anak terbaik di dunia. Ibu yang mampu menyembunyikan sedihnya agar anak-anaknya tidak merasa sedih juga. Ibu yang kuat. Ibu yang sabar. Ibu yang selalu meyakinkan bahwa Kau akan selalu ada untuk kami.

Tuhan...
Malam kemarin aku kembali mendengar ibu menangis di dalam solat malamnya. Dia terbata-bata menahan isaknya mungkin agar saya yang tidur saat itu tak terbangun. Tapi sesungguhnya saya mendengarnya. Mendengarnya dengan sangat jelas.
Satu-persatu ia menyebut nama anak-anaknya, nama saya. Satu persatu ia memohon kepada Mu untuk melindungi kami, untuk menjaga kami, untuk memberikan yang terbaik bagi hidup kami. Dia terlalu sering menyebut nama kami sampai ia melupakan untuk menyebut namanya sendiri dan meminta untuk dirinya sendiri.

Tuhan...
Aku menahan nangis juga malam itu. Sungguh Kau sangat baik memberikankan saya Ibu seperti dia. Terimakasih Tuhan. Terimakasih.

Tuhan...
Seperti yang sudah-sudah saya bercerita bahwa ayah yang Kau berikan padaku adalah ayah yang tidak terlalu banyak berbicara. Dulu, saya selalu bertanya mengapa Papah tidak sehangat ayah-ayah teman-teman saya yang lainnya. Dulu, bahkan saat umur saya masih delapan tahun, saya terlalu sering mendebatnya. Mungkin karena saya mulai sadar bahwa watak kami berdua hampir sama. Kami lahir di bulan yang sama, kami punya sikap keras kepala yang sama, gengsi yang hampir sama. Kami (ternyata) sama. Hingga saat ini, ketika saya sakit kemungkinan besar di sana Papah juga sedang sakit. Begitupun sebaliknya. Saya tidak bisa memungkiri keterikatan batin saya kepada Papah jauh lebih erat dan terbaca.

Tuhan...
Saya ingin membahagiakan laki-laki ini. Dia cinta pertama saya. Dia laki-laki yang ingin saya penuhi semua harapannya walaupun ia tidak pernah mengharapkan dan meminta apa-apa kepada saya. Sebaliknya, saya yang selalu meminta kepadanya, dan saya tahu, dalam jawaban 'iya' ataupun 'tidak' dia selalu mengusahakan untuk memenuhinya.


Tuhan... terimakasih. Dua orang tua yang Kau berikan ini sangat istimewa. Terimakasih.


Tuhan...
Aku senang saat Kau merancang dengan sangat indah kehamilan kedua kakak perempuanku yang bernama Mbak Arum. Aku bahagia akhirnya Mbak Arum bisa pulang dari Australia dan menetap sementara di Lombok bersama Papah dan Ibu selama suaminya menyelesaikan tugas belajarnya.

Kau menjawab doa ibu, doa Papah, dan doa saya agar Obi--cucu pertama ibu dan Papah--bisa lebih lama bersama kakek dan neneknya. Karena selama ini, terlalu miris untuk saya melihat Papah dan Ibu yang hanya bisa melihat cucu pertamanya dari vidio atau sekedar skype-an. Kau baik sekali, Tuhan...
Kau memang selalu baik.

Tuhan...

Saya...

Saya menyayangi kakak-kakak saya. Akhirnya saya mengakui bahwa saya menyayangi mereka. Hampir selama hidup saya, saya merasa iri kepada teman-teman saya yang memiliki kakak-kakak yang hangat dan melindungi mereka. Hampir selama hidup saya, saya merasa bahwa saya hanya mempunyai kakak perempuan yang bawel yang tidak pernah mau mengajak saya bermain bersama. Saya merasa mempunyai kakak laki-laki yang tidak terlalu mempedulikan saya dan melindungi saya. Tapi... saya tahu saya salah. Saya mulai memahami bahwa kakak perempuan saya maupun kakak laki-laki saya adalah kakak-kakak yang peduli dengan adiknya, dengan saya. Mungkin cara mereka yang berbeda. Tapi saya memahaminya sekarang, sesungguhnya kami saling peduli dan menyayangi dan melindungi dengan cara kami bertiga. Dan saya berterimakasih kepada Mu atas hal ini.


Tuhan...
Terimakasih Kau membiarkan saya tumbuh dalam keluarga yang mengajarkan arti bersyukur, arti saling memberi, arti saling mengerti dan memahami, dan arti saling menyayangi satu sama lain. Dalam keluarga ini saya belajar bahwa berkeluarga sama halnya dengan saling bekerjasama, saling bertahan untuk saling mempertahankan dan saling menyukuri karena saling memiliki satu sama lainnya. Bahwa keluarga adalah tempat terbaik untuk kami pulang, selelah, sesedih dan seberantakan apapun hari kami.

Saya belajar itu, Tuhan...

Terimakasih.


2. Sahabat dan orang-orang yang saya sayangi


Tuhan...
Kau baik sekali untuk hal yang satu ini. Kau pertemukan saya dengan manusia-manusia yang memberikan banyak pelajaran kepada saya. Iya, Tuhan, saya belajar sesuatu atas setiap nama manusia yang datang dalam hidup saya. Karena saya tahu, Engkau mempertemukan dua manusia selalu dan hampir pasti dengan sebuah alasan, dan mereka yang cukup beruntung akan selalu menemukan alasan itu untuk kemudian belajar. Saya sedang mencoba untuk belajar akan hal ini, Tuhan.

Tuhan...
Banyak nama wanita yang datang di dalam hidup saya yang kemudian memudahkan saya untuk tahu bagaimana menjadi wanita yang anggun, kuat, pintar, cantik, soleha, ceria, menyenangkan dan wanita yang bersyukur atas dirinya sendiri. Dan percayalah Tuhan, atas nama-nama wanita yang datang dalam hidup saya, saya sedang belajar untuk menjadi wanita yang baik di mata Mu dan di mata saya sendiri. Saya akan lebih banyak tersenyum, karena riasan terbaik wanita adalah senyuman yang tulus. Senyuman yang bisa membuat orang di sekitarnya juga tersenyum dan bahagia berada di sekelilingnya. Saya akan belajar untuk menjadi wanita seperti itu.



Dan, Tuhan...
Atas nama laki-laki yang datang sebagai sahabat dan orang yang saya sayangi, saya pun sangat menyukurinya. Kebanyakan dari mereka mengajarkan bagaimana caranya melihat dunia dengan lebih mudah. Kebanyakan dari mereka mengajarkan hal-hal kecil yang terkadang lupa saya syukuri. Mereka mengajarkan caranya menertawakan banyak hal dan membuat hidup ini terasa lebih mudah. Mereka semua laki-laki yang baik. Entahlah Tuhan, walau saya paham bagaimana beberapa dari mereka menjalani hidup mereka dengan jalan yang sangat berbeda dengan cara hidup saya, tapi saya selalu merasa terlindungi jika dekat mereka. Mungkin saya tidak pernah menjadi wanita yang spesial buat mereka, tapi saya selalu merasa bahwa mereka tidak pernah membiarkan saya menangis. Dan karenanya, saya akan lebih sering tersenyum di depan mereka. Walau mereka juga sering tertawa kalau "penyakit-jatuh"-saya kumat


3. Bumbum


Tuhan... Akhirnya saya menemukan jawabannya!

Mengapa Engkau membuat Bumbum sakit.

Dan karenanya, saya harus mengurungkan keinginan saya untuk membeli running-shoes yang sangaaaaaaat saya inginkan karena uang yang saya siapkan untuk membeli sepatu harus terpakai untuk perobatan Bumbum. Sebenarnya, saya bisa saja membiarkan Bumbum sakit atau membuangnya. Toh Bumbum sekarang bentuknya sudah tidak lucu lagi. Bulunya rontok, badannya kurus walau makannya sangat banyak. Bumbum juga sering buang air kecil dan besar di sembarang tempat. Saya sangat bisa untuk membuanganya, Tuhan. Tapi... pada akhirnya saya tahu, Kau sedang ingin mengajarkan apa kepada saya...

Kau sedang mengajarkan tentang "tetap setia"

Bumbum hanya seekor kucing pemberian sahabat, tapi tidak untuk dua tahun yang lalu. Bumbum selalu setia menemani saya menyelesaikan skripsi. Ia selalu tidur di dekat saya ketika saya demam dan sendirian di rumah. Bahkan saat itu, melihat Bumbum yang tidur nyenyak dengan bulunya yang seperti bantal itu selalu membuat saya tersenyum dan semuanya terasa lebih baik. Iya, Tuhan, Kau sedang menguji sejauh apa saya akan setia dengan sesuatu yang dulu setia kepada saya.

Kau ingin menguji hambaMu ini apakah ketika semua kelucuan Bumbum sebagai kucing hilang, saya akan tetap memeliharanya?

Iya, Tuhan, saya akan tetap memeliharanya. Membayar masa-masa di mana Bumbum setia menemani saya.

Memelihara Bumbum saat ini pasti akan lebih berat daripada sebelumnya.

Setiap pagi harus membersihkan kandangnya. Memberikannya makan lebih sering. Memberikan minum lebih sering. Memandikannya dengan air hangat dan anti bakteri seminggu sekali. Dan membiarkan dia tetap hidup. Membiarkan Bumbum tahu bahwa saya akan selalu menjaganya walau hanya bisa melihatnya dari luar kandang.

Tuhan... atas tes kesetiaan ini, saya harap saya mendapatkan nilai yang bagus dari Engkau. :)


4. Patah Hati


Tuhan...
Kali ini saya harus tertawa dan mengakui bahwa Engkau benar-benar mendengar permintaan saya beberapa tahun yang lalu.

Saya ingin merasakan bagaimana rasanya patah-hati.

Mungkin itu permintaan paling konyol yang pernah Kau dengar dari hambaMu. Tapi, saat itu sungguh saya ingin mengetahui bagaimana rasanya patah hati. Duapuluh empat tahun saya tumbuh dengan tidak seperti wanita kebanyakan. Beberapa kali saya jatuh cinta dengan seorang laki-laki, dan saya selalu memilih untuk menyukainya diam-diam. Itu bukan karena saya penganut 'anti pacaran' bukan, tingkat iman saya belum sampai di titik itu ;p

Saya memilih menyukai dan menyayangi seseorang secara diam-diam karena (waktu itu) saya tidak begitu yakin apakah saya adalah wanita yang cukup pantas untuk disukai. Tidak anggun, tidak cantik, tidak menggemaskan, selalu melakukan hal-hal bodoh di luar keinginan, sering jatoh dan terpeleset dan entahlah... banyak hal dalam diri saya yang menurut saya tidak memenuhi kriteria wanita idaman. Jadi. selama dua puluh empat tahun saya tidak pernah menjalin hubungan yang orang-orang sebut 'pacaran'. Saya terbiasa untuk merasa 'turut-bahagia' ketika laki-laki yang saya sukai dikabari menyukai wanita lain yang sudah-barang-tentu-lebih-baik-dari-saya. Tapi hari ini, saya paham bahwa saya salah. Seharusnya saya lebih bisa mengistimewakan diri saya. Menyadari bahwa saya adalah wanita yang juga layak untuk diperjuangkan ;)


Beberapa waktu yang lalu, seorang laki-laki mengatakan bahwa ia menyayangi saya.
Kami bersahabat kurang lebih satu tahun ini. Selama satu tahun ini, apabila saya dekat dengannya, saya selalu merasa memiliki kakak laki-laki yang melindungi, merasa memiliki sahabat laki-laki yang mau mendengarkan, merasa memiliki sosok laki-laki yang saling menguatkan. Saya pun menyayanginya. Dan pada akhirnya, saya membuat keputusan untuk menerimanya sebagai laki-laki yang spesial dalam hidup saya.
Di awal hubungan kami, saya berharap kami akan selalu menjadi dua sahabat yang baik, kakak-adik yang saling melindungi dan memiliki hubungan yang sederhana namun bermakna. Tapi menjalin sebuah hubungan ternyata tidak mudah. Singkat cerita, kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini. Dan Tuhan, akhirnya saya merasakan patah hati.


Di hubungan kami yang sangat singkat, saya melihat bahwa dia tidak menjadi sebahagia dirinya saat kami masih bersahabat. Dia jarang tersenyum. Dia berubah, dan saya merasa bertanggungjawab atas perubahan yang menyedihkan ini. Sampai pada akhirnya saya menemukan jawaban tentang apa yang harus saya ambil agar berhenti melihatnya bersedih. Suatu ketika, seseorang berkata kepada saya,

Nisa... Kamu harus mampu memahami perbedaan menyayangi dan takut kehilangan. Terkadang kita keliru, bahwa rasa takut kehilangan adalah bagian dari rasa menyayangi. Menurutku itu tidak tepat. Seharus kita bisa menyayangi seseorang tanpa rasa takut kehilangan. Seperti kamu dulu yang memilih mencintai dengan diam-diam; walau kamu tahu dia menyukai wanita lain, walau kemungkinan besar kamu tidak akan memilikinya, kamu tetap memilih untuk menyayanginya. Karena aku masih ingat ucapanmu, 'atas semua perasaan yang aku punya terhadapnya, itu tanggungjawabku. Mungkin aku akan sedih, terluka ataupun menjadi lemah, aku yakin aku akan menanganinya sendiri. aku yakin aku mampu menyelesaikan semua kelemahan itu sendiri', saat itu aku belajar banyak dari ucapan kamu, Nisa. Kamu mencintai dan menyayangi seseorang tanpa takut kehilangan. Dan saat itu aku berpikir bahwa kamu benar. Karena seharusnya kita paham, memiliki ataupun tidak memilikinya, seharusnya tidak pernah mengubah perasaan yang ada. Aku rasa itu lebih tulus. Dan sekarang... mungkin kamu harus kembali pada pemikiranmu yang dulu. Melepaskannya, dan melihatnya kembali tertawa dengan ataupun tidak dengan mu"

Iya, Tuhan... Saya melepaskannya.
Saya ingin belajar menyayangi sesuatu tanpa takut merasa kehilangan.
Saya ingin belajar menyayangi sesuatu bukan karena semata ia milik saya, tapi karena saya ingin menyayanginya.
Saya ingin belajar membiarkan apa-apa yang harus datang dan apa-apa yang harus pergi.

Bukankah Kau mengajarkan seperti itu, Tuhan?
Bahwa kami manusia sesungguhnya tidak memiliki apa-apa di dunia ini.
Tapi bagi saya, saya memiliki Mu, Tuhan. Dan itu akan selalu cukup.

Hari ini, saya menemukan jawaban patah hati saya, Tuhan. Dan saya tersenyum lebar saat ini.
Terimakasih Kau mengajarkan hal yang sangat indah lewat patah hati ini. Dan kau tahu bahwa aku akan baik-baik saja.



5. Ketidakpastian


Saya menemukan sebuah blog dengan tulisan super indah dari seseorang yang memiliki akun twitter @beradadisini. Judul tulisannya "The Answer". Ya, dia sangat benar ketika dalam tulisannya ia mengatakan bahwa sesungguhnya tidak ada yang harus dikhawatirkan dari sebuah ketidakpastian. Karena dunia ini adalah ketidakpastian itu sendiri.

Saya tidak akan tahu pasti akan menjadi apa kelak. Yasudah.
Saya tidak akan tahu pasti akan bersama siapa saya akan menghabiskan waktu hidup saya kelak. Yasudah.
Saya tidak akan tahu pasti akan seperti apa hidup saya kelak. Yasudah.

Karena hidup memang tidak pernah pasti. Karena masa depan tidak akan pernah benar-benar menjadi milik kita. Bahkan sering saya menemukan ketidakpastian dalam sebuah hal yang tampak sebagia sebuah kepastian.

Ya. Tidak ada yang pasti.

Bagi saya, suatu hal yang pasti dalam hidup saya adalah bahwa saya akan mati. Entah hari ini, besok, minggu ini, bulan depan, tahun depan, sepuluh tahun lagi, duapuluh tahun lagi, tigapuluh tahun lagi, entah kapan, tapi saya pasti akan mati, Tuhan. Bertemu dengan Mu dan mempertanggungjawabkan kehidupan yang telah Engkau berikan kepada saya.

Karenanya, atas ketidakpastian sebuah kepastian yang saya sebut mati ini, mulai hari ini saya akan hidup dengan sebaik mungkin. Hidup dengan rasa syukur yang penuh. Melakukan banyak hal yang membuat saya bahagia. Membahagiakan sebanyak-banyak orang. Menyayangi sebanyak-banyaknya orang. Melakukan hal-hal kecil hingga besar untuk menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Memaafkan hal-hal yang harus dimaafkan. Melupakan hal-hal yang lebih baik dilupakan. Membiarkan orang-orang mencintai dan menyayangi saya. Menghargai hidup dan mencintai diri saya sendiri, Tuhan.

Jadi... hari ini saya akan menulis hal-hal yang akan saya wujudkan dalam hidup saya. Karena tidak ada yang pasti dalam hidup ini, biarlah saya bermimpi, Tuhan. Merencanakan hal-hal indah yang ingin saya dapatkan di dalam hidup saya saat ini...

1) Menyelesaikan Tesis!
ini tanggungjawab dan kewajiban saya teradap diri saya sendiri dan orang tua saya. Saya yakin saya bisa menyelesaikan tesis saya dengan baik asal Kau tetap sabar membantuku. Terimakasih sudah memberikan pembimbing Pak Ari Hernawan. Entahlah, tapi saya memiliki perasaan baik terhadap beliau. Saya tahu saya akan belajar banyak dari beliau. Seperti saya belajar banyak dari Prof. Jenie. Tidak sekedar tentang tesis, mungkin akan banyak hal yang bisa saya dapatkan dari beliau.
Saya akan berusaha untuk mendapatkan nilai terbaik untuk membahagiakan kedua orang tua saya. Saya ingin bisa jadi wakil mahasiswa yang berpidato di hari kelulusan saya dan berkata di depan semua orang bahwa saya sangat berterimakasih kepada kedua orang tua saya. Entahlah saya bisa atau tidak, tapi saya akan berusaha!! saya berjanji akan berusaha!!

2) Saya ingin menjadi PENULIS!
Entah akan apa yang saya tulis, dan entah akan diterbitkan atau tidak, tapi saya yakin saya bisa menjadi PENULIS! Saya akn terus menulis. Karena saat saya menulis saya selalu bahagia. Saya ingin memiliki buku yang bisa membuat banyak orang tersenyum, Tuhan. Saya ingin tulisan-tulisan saya bisa menolong banyak orang untuk menemukan Mu. Saya ingin tulisan saya menguatkan siapa saja yang membacanya. Tuhan, bantu saya! Bantu saya untuk melangkah ke situ. Izinkan saya terus bahagia karena terus menulis...

3) Saya ingin menjadi GURU!
Ada ilmu yang menjadi tanggungjawab saya untuk dibagikan. Saya selalu menginginkan menjadi sosok guru. Sosok yang banyak bercerita tentang hal-hal yang bermanfaat. Sosok yang cukup baik untuk dijadikan panutan. Dan saya ingin menjadi sosok guru yang juga sering mendengarkan. Jadi Tuhan... bisakah kelak saya menjadi seseorang yang mengajarkan banyak hal kepada orang lain dan menjadi orang yang memiliki kesempatan untuk banyak mendengarkan cerita hidup orang lain?
Sisa hidup saya akan saya habiskan dengan bercerita, mendengarkan dan menulis. Memikirkannya saja saya merasa bahagia sekali. Entah sesungguhnya wanita akan selalu dituntut menjadi guru yang baik, setidaknya untuk anak-anaknya kelak. Mendengarkan cerita mereka saat di sekolah, menceritakan dongeng sebelum mereka tidur dan menulis hal-hal indah dalam hidup kami. Saya pasti bisa menjadi guru yang baik!! Dan izinkan saya untuk menjadi seperti itu, Tuhan.


Mulai saat ini, beginilah saya akan melihat masa depan. Saat saya akan mencapai suatu tujuan, saya tidak harus tahu seberapa jauh saya akan melangkah dan seberat apa rintangan yang ada di depan sana. Saya hanya butuh yakin bahwa saya akan berjalan terus. Saya hanya butuh yakin bahwa saya akan terus melangkah, selangkah demi selangkah. Saya hanya butuh yakin bahwa saya cukup kuat untuk bertahan. Hal ini yang saya pelajari saat saya pergi ke Ranu Kumbolo. Tak peduli seberapa jauh saya harus melangkah, saya yakin bahwa saya akan sampai ke sana. Tak peduli berapa kali saya terjatuh, saya yakin saya akan baik-baik saja dan akan tetap sampai kesana. Dan saya sudah membuktikannya. Saya BISA. Jadi kali ini saya juga pasti bisa! :D

Tuhan...

Terimakasih.

Terimakasih atas semua penjelasan ini. Sekarang saya paham.

Sekarang saya paham bahwa dengan kehidupan yang luar biasa ini seharusnya saya bisa menjadi manusia yang luar biasa juga.

Tuhan... saya akan selalu percaya dengan kebaikan Engkau. Maka, jadikanlah saya manusia yang penuh keikhlasan, syukur dan sabar...

Tuhan... sepertinya saya semakin jatuh cinta kepada Mu...


-Annisa Rahmah-













2 comments:

  1. "Saya ingin tulisan saya menguatkan siapa saja yang membacanya." you made it ! Saya selalu dapet 'pencerahan' setelah baca blognya mba, haha. :D

    ReplyDelete