Friday, June 12, 2015

Di Suatu Pagi....

Pagi ini saya ingin berjalan lebih lambat. Tidak ingin terburu-buru waktu. Atau mungkin lebih tepatnya, sesekali saya harus membiarkan diri saya untuk menciptakan ritme kehidupannya sendiri.

Hati ini masih sedih. Kemarin, saya harus berusaha mengikhlaskan Tab saya yang saya yakini diambil oleh sekawanan pencopet di Kopaja 502. Iya, saya berusaha untuk ikhlas. Paling tidak saya memercayai bahwa sebuah kehilangan selalu punya pesan untuk membuat kita lebih paham tentang arti menjaga dan berhati-hati.

Tapi sedih dan ikhlas adalah dua hal yang berbeda. Kau bisa melepaskan apa saja yang hilang dari hidupmu. Menerimanya dengan kelapangan hati dan meyakini bahwa mungkin memang sudah waktunya kau melepaskannya dari kehidupanmu. Tapi, siapa yang kuasa melawan sedih dari kehampaan atas sebuah kehilangan?

Aku bisa saja tertawa dan tersenyum lebar sambil mengatakan, "Ya sudahlah, mungkin memang sudah waktunya Tab itu hilang" atau, "Tidak apa-apa, aku ikhlas dan aku yakin ssemuanya akan baik-baik saja setelah ini", saya bisa melakukannya. Tapi jika saja ada yang bertanya, apakah saya sedih kehilangan Tab itu? jawabannya adalah IYA.


Sedih tidak harus punya alasan mengapa ataupun kenapa. Saat sesuatu hilang dalam hidup kita dan kita menyadari akan kehilangan itu, maka itu artinya kita harus berusaha untuk terbiasa dengan kehilangan itu, dan itu bukan perkara mudah.

***

Pagi hari, Pukul 06.35, stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat

Menuju kantor, Jalan Thamrin.


Kehidupan di Jakarta sepertinya dimulai lebih awal. Sudah ada ratusan manusia yang bergegas menuju kantor mereka masing-masing. Banyak dari mereka yang berjalan setengah berlari. Pagi ini, saya tidak terlalu peduli. saya biarkan kaki berjalan lebih lambat. Menikmati kejanggalan yang saya bawa dalam hati pagi ini.

Langkah pertama saat kaki saya menapaki trotoar jalan menuju Tugu Tani, saya melihat ke langit. B

agi saya, langit yang tidak punya batas selalu memberikan kelegaan tersendiri di hati.

'Tuhan, apakah saya sudah di jalan yang benar untuk hidup saya?' seseorang dalam pikiran saya bertanya.

'ini bukan tentang benar dan salah, ini tentang pilihan yang sudah kau buat dan disetujui oleh Tuhan. Maka sekarang yang harus kau lakukan adalah menjalani saja.' jawab orang lain yang ada di kepala saya.

Pagi ini saya bertanya lagi dalam hati, apakah ini adalah jalan yang seharusnya saya telusuri setiap pagi? apakah yang sudah saya dapatkan beberapa bulan ini adalah hal yang benar-benar saya ingini?

Langkah saya yang pagi ini saya setting berjalan lebih lambat semakin melambat saat mata saya menemukan satu keluarga terdiri dari laki-laki dan wanita dewasa beserta seorang anak yang sedang jongkok di pinggir jalan sambil menyantap satu nasi bungkus bersama-sama. Mereka bertiga memakan sarapan mereka dengan sangat lahap. Saat saya melewatinya, saya melihat nasi putih dan telur ceplok yang menjadi sarapan mereka hari ini. Satu bungkus nasi putih berlauk satu telor ceplok untuk sarapan satu keluarga?

Kau tahu, inilah hebatnya Jakarta.

Alih-alih kau menggurutu dengan segala kompetisi yang ada di kota ini, kau bisa belajar banyak dari setiap jengkal jalan yang ada di sini. Kau akan menemukan wajah-wajah bahagia, kesepian, pengharapan, penantian dan banyak hal jika kau mau lebih peduli.

'Kau benar, ini bukan lagi tentang benar atau tidak sebuah pilihan, tapi ini tentang bagaimana kita akan menjalani hidup yang benar dan menyenangkan', seseorang dalam pikiran saya berkata lagi.

Tiba-tiba teringat dengan meja makan di sabtu pagi yang penuh dengan aneka jajanan pasar yang ibu beli di tukang sayur, masakan rumahan yang dimasak oleh bibik serta suasana yang hangat dan nyaman. Aku punya itu semua. Aku punya hal yang selalu aku anggap sederhana dan sekarang saya paham bahwa tidak semua orang bisa merasakan kesederhanaan itu.

atau mungkin, tak ada yang sederhana dalam sebuah kebersamaan keluarga?

'Apakah kau merasa lebih baik Nisa?' seseorang yang hidup dalam diriku dan aku namai Krisna bertanya pada ku.

'Semoga dengan apa yang kau lihat kau bisa paham, kehilangan akan selalu terasa menyedihkan ketika kita lupa caranya menghargai apa-apa saja yang masih diizinkan Tuhan untuk kita miliki.
'Manusia selalu seperti itu, mereka bersedih karena mereka selalu memfokuskan pada apa yang hilang, bukan apa yang masih ada dan harus dijaga.
'Manusia memang selalu seperti itu, menanyakan tentang apa yang salah atas sebuah kehilangan dibanding merelakan dan meyakinkan hal baik apa yang akan terjadi setelah kehilangan ini?
'Saat kau ingin mendapatkan satu hal, maka kau harus melepaskan yang lain, tapi terkadang kita terlalu serakah untuk terus memilikinya sementara juga ingin memiliki hal yang lain. Saat Tuhan mengambil suatu hal darimu, maka percayalah, Tuhan akan menggantikan dengan hal yang lebih baik. Tuhan hanya tak ingin kau menjadi manusia yang tamak.
'Nisa... keraguan, kebingungan dan kebimbanganmu mungkin adalah tanda bahwa mungkin kau sedang tersesat dengan segala prasangka yang ada di pikiranmu.
'Tak apa-apa... terkadang kita butuh menghilang, tersesat sedalam-dalamnya pikiran, agar kita kembali ingat apa yang sebenarnya ingin kita temukan.

'Kau tahu, Krisna, aku merasa bahwa kehilangan tabku menjadi tidak ada nilainya saat aku melihat pemndangan satu keluarga tadi. Pencopet-pencopet itu bisa saja mengambil tabku atau harta lain yang aku punya, dan percayalah aku masih bisa mengingkari kesedihan atas kehilangan-kehilanga itu. Pengingkaran kesedihan artinya aku masih mampu meredakannya. Tapi pencopet-pencopet itu mungkin tidak akan pernah memiliki hidup seberuntung aku, yang sampai-sampai aku tak mampu mengingkari kebahagiaan dan rasa syukur yang aku punya!'

Pagi ini, saat saya memilih berjalan lebih lambat. Membuka mata lebih lebar. Meberi ruang untuk hati dan pikiran berbincang, saya bisa merasakan kedamaian yang lebih penuh di dalam hati.

Kau tak akan mendapatkan apa-apa dengan meratapi kehilangan selain kesedihan yang akan menggenang di hati.
Ikhlas tidak akan mudah, tapi berusaha memahami hidup dengan melihat banyak wujud kehidupan adalah proses yang tidak mustahil.

Jangan terbiasa untuk hidup hanya di satu tempat. Bergeraklah, dan biarkan kita bertemu rupa-rupa hidup lainnya yang belum pernah kita temui sebelumnya. Agar kita paham bahwa Tuhan sudah menyiptakan keberuntungan untuk setiap orang dengan bentuknya masing-masing.

Saat kau bingung dengan kejanggalan hati seperti yang saya miliki di pagi ini, mungkin sesekali kau bisa menyiptakan ritme langkah kaki yang kalian ingini. Entah lebih cepat. Entah lebih lambat.

Berhenti sejenak tak masalah, asal bukan untuk sekedar meratapi.


No comments:

Post a Comment