Friday, May 22, 2015

Sebuah Gerbong Kereta yang Penuh Rindu Ibu

Satu bulan terakhir ini berdiri bersesakan di gerbong kereta menjadi rutinitas pagi dan sore. Anehnya, saya menikmatinya. Di gerbong kereta yang penuh sesak, sering saya menemukan patahan-patahan cerita yang berserakan dan dijatuhkan Tuhan.

Kali ini, ada sepotong rindu yang dijatuhkan Tuhan kepada saya atas nama IBU.

Di suatu pagi di dalam gerbong kereta yang tertahan di stasiun Jatinegara.
Wanita di depan saya mengeluarkan smartphone nya dan me-chatt seseorang yang ia namai “momy”:

W : Maaaaa...
M : Iya sayang
W : Ma... keretanya ketahan teruuusss nih,, aku takut terlambat sampai kantor :’(
M : Makanya, kalau pagi itu mama bangunin ya langsung bangun
W : Iya... mama cepetin ajalah jam di kamarku biar aku cepat bangun
M : Iya, nanti mama cepetin

Saya tahu tidak sopan untuk ‘mencuri lihat’ percakapan seseorang, tapi posisi dan kondisi benar-benar sangat pas saat itu. (alasan)

Mendadak saya rindu ibu. Ibu yang selalu punya caranya sendiri membangunkan saya. ibu yang selalu mencium kening dan membacakan doa bangun tidur sambil menarik lembut tubuh saya hingga terduduk, walau dengan mata yang masih terpejam.
Saya rindu ibu. Ibu yang selalu bisa meredakan segala kelelahan hati dan pikiran saya. Setangkup roti bakar setiap malam ketika saya sibuk dengan tugas sekolah atau OSIS ketika SMA. Atau bahkan saat ini ketika saya lelah dengan segala hal yang terjadi, ketika tidur di samping ibu, semua hilang seketika.

Ibu seperti obat paling mujabarab bagi saya. Bukan, bukan ‘mungkin’, tapi senyatanya ibu memang obat termujarab untuk saya.

Seketika saya tersenyum begitu saja. mengucap syukur berkali-kali dalam hati dan berkata, ‘Tuhan, terimakasih sudah mengirimkan obat termujarab dalam hidup hamba’. Tidak ada ruang untuk menggerutu karena kereta yang tertahan, saya rela berdiri seharian ketika itu bisa membukakan jalan untuk membahagiakan ibu.

Saya berjanji akan bekerja sungguh-sungguh, bukan untuk membahagiakan ibu dengan gaji yang akan saya dapat sebagai CPNS ini, apalah arti gaji saya bagi kedua orang tua saya. Saya tahu, sangat tahu, Papah dan Ibu tidak pernah berharap untuk dibelikan apapun dengan gaji yang saya miliki, tidak pernah. Yang mereka inginkan hanya melihat anaknya bisa berdiri tegak dengan kakinya sendiri, kuat, kokoh; mereka hanya ingin tahu bahwa anak-anak mereka akan baik-baik saja saat waktu menjaga dan merawat kami telah habis. Walau bagi saya, saya tidak akan pernah bisa sempurna kuat tanpa mereka.

Mungkin saya anak yang paling payah. Tapi Tuhan tahu, setiap hari saya selalu berusaha untuk tidak mudah menangis karena mungkin papah dan ibu berharap tidak memiliki anak perempuan yang cengeng. Setiap hari saya berusaha untuk tidak mengeluh banyak hal yang tidak menyamankan, karena mungkin papah dan ibu tidak pernah ingin memiliki anak penggerutu. Setiap hari saya berusaha untuk melakukan hal sendiri, karena papah dan ibu selalu menginginkan anaknya mandiri. Setiap hari saya selalu berusaha tersenyum kepada sebanyak orang, karena papah dan ibu menginginkan anaknya menjadi orang yang bisa membahagiakan orang lain.

Setiap hari Tuhan tahu bahwa saya selalu berusaha menjadi anak yang diinginkan oleh Papah dan Ibu. Tapi saya yakin, papah dan ibu pun tahu.


5 comments:

  1. Replies
    1. Terimakasih jugaa sudah meluangkan waktu untuk membaca :)

      Delete
  2. terkadang pengen dongengin anak, tapi waktu gak sempat, kadang2 masih sibuk beraktivitas anak sudah tidur, hmmm, makasih dongengnya, sukses selalu menginspirasi

    salam sukses
    Amoorea Sabun

    ReplyDelete