Friday, December 12, 2014

Beberapa Luka Hanyalah (sekedar) Luka

Sebelumnya, aku ingin bertanya... apakah kalian tahu jika di dunia ini ada beberapa luka yang sesungguhnya tidak benar-benar melukai? Apakah kau percaya?



Kamu pernah terjatuh?, katanya.

"Berkali-kali" jawab saya, "lihat luka-luka ini" saya menunjukan beberapa luka lama yang saya miliki.

Mana yang paling sakit?

Enggak tahu, gue lupa. Tapi ada satu luka di siku gue, luka yang akan selalu gue inget walau bekasnya sudah benar-banar hilang.

Kok gitu?

Waktu gue kelas dua gue pernah jatuh di atas lapangan semen sekolah. Waktu gue lagi lomba lari dulu-duluan sampai kelas sama temen gue. Kami seimbang. Kadang dia di depan gue, tapi lebih sering gue di depan dia. Sampai akhirnya, dia ngedorong gue. Dan gue jatuh

Pertama kali merasa dikhianati ya?

Kali ini saya yang menatapnya, "Sotoy lu mah!", hahahha" saya tertawa mendengar komennya.

Terus apa dong yang buat kamu inget terus sama lukakamu itu?

Anak umur delapan-sembilan tahun di jaman kita dulu pikirannya tuh enggak serumit dan penuh dengan prasangka atau drama kaya anak jaman sekarang!, saat itu gue juga gitu, mana kepikiran kalau gue dikhianati. Bahkan mungkin saat itu gue ga paham apa arti 'khianat', hahahha!

Terus kenapa dong,,,?

Hmmm... apa ya... mungkin kejadian itu yang kemudian memberikan konsep pemikiran kepada gue tentang bagaimana cara menerima luka itu sendiri.

Maksudnya?

Saat gue jatuh karena didorong temen gue itu, dia orang pertama yang nolong gue, dia bilang dia enggak sengaja dan dia minta maaf sama gue di saat itu juga. Saat itu--gue yang posisinya ampe nyungsep di lapangan sekolah yang bersemen--cuma senyum sambil bilang, 'aku enggak apa-apa kok', dan saat itu gue emang enggak ngerasain apa-apa. Gue berdiri dan bersihin baju gue dari pasir."

Teruuuusss??

Terus... sesampai gue di kelas, ada temen cowok gue yang super cengeng ngeliatin tampang gue dengan takjub terus teriak, 'BU GURUUU DAGU NISA BERDARAAAAH!' sambil lari-lari panik, keluar kelas, menuju kantor guru, seolah-olah dagunya sendiri yang berdarah. Gue kaget dong, karena gue enggak sadar sama sekali kalau dagu gue berdarah. Dan darahnya lumayan heboh memang. Dalam hitungan menit, si temen cowok gue yang cengeng itu udah dateng bareng wali kelas gue. Gue ditarik ke UKS. Guru gue juga ikutan heboh kayaknya, gara-gara temen cowok gue yang heboh itu. Dan lo tau, saat gue ditarik ke UKS, gue masih inget banget wajah temen gue yang ngedorong gue. Dia ketakutan.
Lo tahu, kalau gue boleh jujur, hingga gue sampai di UKS pun sebenernya gue enggak ngerasa apa-apa sama dagu dan siku gue. Enggak sakit, enggak perih. Tapi setelah sampai di UKS, saat gue sadar dagu gue berdarah dan ternyata siku gue juga berdarah, gue nangis seketika. Yang ada di kepala gue adalah gue sedang terluka,mengeluarkan darah, dan itu artinya gue harusnya menangis. Padahal sebenernya luka-luka itu sama sekali enggak terasa sakit buat gue. Gue tau gue terluka, tapi gue baik-baik saja.

Kok bisa gitu, Sa?

Karena pada akhirnya gue paham, ada beberapa luka yang kita dapat dan memang tidak membuat kita merasa terluka. Seberapapun hebohnya luka itu. Seberapapun orang mengasihani kita, jika memang tidak menyakitkan, seharusnya kita tetap percaya bahwa kita baik-baik saja. Seharusnya gue enggak menangis saat di UKS dulu. Seharusnya gue enggak latah ikutan heboh dan panik saat wali kelas gue dan temen cowok gue yang cengeng itu melihat darah di baju seragam gue. Karena pada akhirnya, yang paling tau rasa dari luka itu adalah gue sendiri.

Terkadang, kita merasa sedih bukan karena rasa sakit dari luka yang kita miliki, tapi dari tatap kasihan dan kekhawatiran berlebihan orang lain.


Atas luka yang sama atau sejenis, mungkin akan terasa berbeda untuk setiap orang. Jadi jangan pernah membuat seseorang benar-benar merasa terluka hanya karena kita terlalu khawatir, mengasihaninya dan memandang sedih hidupnya. Karena mungkin kekhawatiran berlebih kitalah yang akan menjadi luka sesungguhnya untuk mereka.
Sebaliknya,
Gue belajar untuk tidak mudah terpancing untuk merasa sedih atas penilaian orang-orang di sekitar yang mengasihani saat gue jatuh atau gagal atas suatu hal. Selama gue merasa baik-baik saja, gue akan tetap seperti orang yang baik-baik saja. Selama gue merasa tidak perlu menangis di bawah shower kamar mandi atau nyakar-nyakar tembok pos satpam komplek, ya gue bakal tetep ketawa-ketawa aja.


Ooo.. I see... aku pernah baca buku psikologi perkembangan anak gitu, saat anak kecil terjatuh, kebanyakan yang membuat mereka menangis itu bukan karena rasa sakit jatuhnyam tapi karena menangkap ekspresi khawatir orang-orang sekitarnya. Itu kenapa dianjurkan enggak perlu terlalu heboh saat melihat anak kecil jatuh. Hatus tenang dan bantu dia untuk berdiri lagi sambil meyakinkan anak kecil itu bahwa semuanya baik-baik saja.

Yup! gue juga pernah baca tuh, tapi lupa deh di mana. Terkadang kita enggak sadar kalau rasa sayang kita yang terlalu berlebih malah melemahkan orang yang kita sayang.

Sa... terus temen kamu itu gimana? kenapa dia enggak ngasih tau kamu kalau dagu kamu berdarah? harusnya dia orang yang pertama kali lihat dan tahu kan?

Dia minta maaf untuk kedua kalinya. Dia enggak berani bilang kalau dagu gue berdarah karena dia takut gue bakal nangis. Dan saat ini gue sadar bahwa apa yang dia lakukan adalah jauh lebih bijak daripada temen cowok gue yang cengeng and heboh tadi. Tapi jangan salah, saat itu, saat dia minta maaf kedua kalinya, justru gue marah sama dia, enggak mau ngobrol sama dia selama beberapa hari. Dan sekarang gue paham, yang gue lakukan saat itu adalah salah dan enggak mau gue ulangin di masa tua gue ini! Hahahaha...

Kadang kita kecewa terhadap orang-orang yang bersikap biasa saja saat kita terjatuh. Tidak menunjukan atensi dan kekhawatiran. Tapi bisa jadi, mereka seperti itu karena mereka percaya bahwa kita akan baik-baik saja dengan luka itu. Mereka percaya bahwa kita lebih kuat daripada pendapat orang lain yang tidak begitu mengenal kita. Alih-alih dia menyatakan kesedihannya terhadap luka yang kita punya, dia akan datang untuk memastikan bahwa kita benar-benar baik-baik saja dengan hal-hal yang sederhana yang membuat kita tertawa di depannya. Dan dia tahu bahwa kita benar-benar tertawa, bukan sedang berusaha tertawa.

Perhatian dan rasa kasih sayang itu seharusnya punya banyak bentuk kan? dan ada beberapa orang di dalam hidup kita yang akan datang dengan banyak bentuk atas perhatian dan rasa sayangnya kepada kita, selain tatapan kasihan.













No comments:

Post a Comment