Friday, April 5, 2013

JATUH-CINTA, PATAH-HATI



Malam ini saya berpikir, mungkin benar bahwa cinta (sesungguhnya) milik manusia yang sunguh-sungguh mencintai. Manusia yang sungguh-sungguh akan bersedih ketika cintanya pergi dengan seribu alasan atau mungkin tanpa alasan sama sekali...



Siapa yang belum pernah merasakan jatuh cinta? Mungkin untuk manusia seumuran saya, pertanyaan tadi hanya sejenis retorika yang tidak perlu dijawab. Tapi ketika pertanyaan saya ubah menjadi, Siapa yang belum pernah merasakan patah hati? Mungkin ada satu, dua atau tiga manusia yang menyebut namanya, termasuk saya sendiri.
Entahlah, menjadi manusia yang tidak pernah merasakan patah hati sebenarnya bukan sebuah prestasi hidup yang cukup bisa dibanggakan (tapi cukup bisa untuk disyukuri ;p ) menurut saya. Bukan saya ingin merasakan patah hati. Tapi mungkin, setiap manusia perlu tahu tentang patah hati itu sendiri. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk menjadi penguat ketika orang terdekat kita mengalami patah hati. Untuk melahirkan empati atau simpati bagi mereka yang sedang patah hati.

Sempat saya pernah merasa sangat begitu arogan atas perasaan seseorang. Tumbuh dengan doktrin menjadi wanita yang mandiri, saya tidak terlalu sering menggantungkan kehidupan saya dengan banyak orang. Terbiasa menyembuhkan rasa lelah sendiri. Terbiasa menghilangkan rasa takut sendiri. Terbiasa untuk mengahapus rasa lemah dengan mendoktrin diri bahwa saya bisa mengerjakan semuanya sendiri. Saya tumbuh dengan rasa kepekaan yang (mungkin) tidak seharusnya. Saya tidak terlalu suka dengan adegan dramatikal dimana wanita menangis-nangis karena ditinggal lelakinya, atau sebaliknya, laki-laki yang harus mengemis-ngemis cinta wanita yang sesungguhnya tidak terlalu pantas untuk diperjuangkan. Saya terbiasa dengan putaran hidup saya yang menurut teman-teman saya terlalu logis dan kadang tidak berperasaan. Iya.. tidak berperasaan...

Kejadian ini akan selalu saya ingat, saya camkan, dan saya pahami sebagai pelajaran hidup.

Sekitar tiga tahun yang lalu, sahabat saya patah hati untuk kesekian kalinya oleh lelaki yang sama. Saat itu, di patah-hati-nya yang kedua, kemudian dia jadian untuk ketiga kalinya (lagi) dengan-laki-laki-yang-sama, saya berucap “besok-besok kalau lo balikan lagi sama dia, terus lo nangis kaya gini, please jangan cari gue. Dari awal gue udah peringatin lo. Gue ga mau maksa apapun keputusan lo, gue yakin lo dah cukup dewasa untuk mengambil langkah. Tapi itu tadi... kalau dia nyakitin lo kaya kemaren-kemaren,, lo jangan hubungin gue”.


Tidak sampai sebulan, sahabat saya kembali patah hati untuk ketigakalinya. Dan bisa ditebak, yang saya lakukan adalah menghindar. Menjauh. Bukan karena tidak peduli, tapi saya menghindari hal buruk yang mungkin saya ucapkan kepada dia yang kondisinya sedang labil. Melihat tingkah depresi sahabat saya, dan kondisi saya yang “terlihat” acuh dan menjauh, sahabat saya yang lain mengajak saya berbicara.. kurang lebih pembicaraannya seperti ini...

Sahabat 1 : Lo kenapa ngejauh sih, Sa? Bukannya lo paling deket sama dia?
Saya : Gue udah peringatin dia dari awal enggak sekali-dua kali, berkali-kali, jadi biar dia belajar untuk bertanggungjawab dengan dirinya sendiri. Bertanggungjawab sama pilihannya sendiri.
Sahabat 2 : Tapi dia butuh support kita semua... kondisinya sekarang lebih parah dari yang kemarin-kemarin..
Saya : Kan ada lo berdua.
Sahabat 2 : Sa,,, lo ga bisa gitu...
Saya : Gue Cuma mau dia sadar! Dia udah dewasa! Harusnya bisa memprioritaskan mana masalah yang penting dan yang kurang penting!
Sahabat 1 : Kurang penting? Maksud lo?
Saya : Ya liat aja,,, ngapain juga harus nangisin cowok enggak penting kaya si itu!!
Sahabat 1 : Cowok itu memang enggak penting buat elo, enggak penting buat kita!! Tapi bukan berarti cowok itu enggak penting juga buat sahabat kita!! Kita enggak pernah tahu seberapa besar perasaan yang sahabat kita punya untuk cowok itu!! Lo enggak boleh egois dengan segala pemikiran lo, Sa!


Saat itu,,,

saya diam.

Saya akui bahwa apa yang dikatakan sahabat saya benar. Kita tidak pernah tahu seberapa besar rasa bahagia dan harapan yang dimiliki seseorang yang sedang jatuh cinta. Kita tidak pernah tahu seberapa besar mimpi dan janji yang menghiasi kepala-kepala mereka yang sedang mabuk asmara. Dan kemudian... kita tidak pernah tahu seberapa dalam luka yang tertinggal di hati mereka yang sedang patah hati. Ketika cinta yang membuncah-buncah tadi, harapan yang mengawang-ngawang indah pergi begitu saja tanpa permisi. Iya. Benar. Kita tidak akan pernah tahu seberapa perasaan yang disimpan oleh setiap insan ketika itu berkaitan dengan jalinan sayap cinta dan harapan. Lalu kemudian “patah” begitu saja.

Tidak ada panduan yang berlaku secara baku: bagaimana jatuh cinta yang benar; atau; bagaimana cara menghadapi patah hati yang tidak berlebihan. Tidak ada. Dan saya rasa tidak akan pernah ada. Karena sekarang saya paham, cinta datang dengan cara yang berbeda dan tidak sama antara manusia satu dengan manusia lainnya. Begitupun ketika kau merasa patah hati. Hati akan melepas ikhlas dengan jangka waktu yang berbeda ketika harapan cinta itu pecah berkeping-keping. Ditambah lagi kerja otak yang sulit diharmonisasikan dengan kondisi hati yang ingin segera melupakan kenangan-kenangan yang pernah ada.

Akan tetapi...

Lepas dari itu semua, bukankah Tuhan selalu punya rencana rahasia dibalik kehidupan manusia?

Hati itu dipilih, bukan memilih. Tak perlulah kita terlalu memaksakan diri untuk mencintai seseorang karena sebuah alasan yang diada-adakan.

Hati cukup dewasa untuk mencintai seseorang dengan “begitu saja”.

Hingga saatnya, kita bisa memahami bahwa jatuh cinta bisa kepada siapa saja. Kapan saja. Entah kapan. Entah dengan siapa. Tanpa perkiraan yang pasti, tanpa pendugaan yang jelas. Mengalir begitu saja.

Buat dirimu yang sedang jatuh cinta, sedang merasa cukup mampu menyanyangi dan disayangi, saya ucapkan selamat menikmati keindahan itu...

Buat dirimu yang terluka, lunglai karena separuh hati yang hilang,,,
Maka bertahanlah untuk tetap menguatkan diri terus melangkah menjauhi masa lalu itu.

Atas semua rasa bahagia dan rasa sakit itu, yakinlah Tuhan sedang “mengerjakan” sesuatu untuk kebaikan hidup kita.



2 comments:

  1. nice post, boleh saya repost dengan mencantumkan sumber? :)

    ReplyDelete
  2. Silahkan :)

    terimakasih sudah berkunjung

    ReplyDelete