Friday, May 27, 2011

Tiga Tahun Tujuh Bulan

Tiga tahun tujuh bulan. Tujuh bulan lebih lama dari waktu yang saya butuhkan ketika harus menyelesaikan proses belajar di SMP ataupun SMA. Waktu yang seharusnya cukup panjang untuk belajar banyak hal kehidupan—yang tidak sekedar teori kuliah kelas—tentang menjadi seorang individu dalam masyarakat, individu sebagai bagian dari kelompok, maupun individu sebagai seorang manusia—sebagai diri saya sendiri.
Tiga tahun tujuh bulan. Dari sebuah institusi pendidikan yang memiliki gengsi cukup tinggi, dari sebuah fakultas yang yang paling sering menggugat sebuah keidealan dari sebuah realita yang bersebrangan, di mana banyak hal yang selalu membuat saya tersenyum sinis dan tertawa geli dengan pola perilaku beberapa manusia di dalamnya yang mengoreksi suatu kesalahan yang (padahal) mereka lakukan sendiri –mengenai apa, silahkan interpretasikan sendiri—tempat itu Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Di sanalah saya menghabiskan tiga tahun tujuh bulan saya.


Berbagai macam manusia saya temui di tempat ini. Berbagai macam cerita saya dengarkan di sini. Berbagai macam problematika saya pelajari di tempat ini. Berbagai macam hal. Berbagai macam dialektika yang bermetamorfosa dalam sebuah kenangan. Dalam sebuah pelajaran. Saya salah satu manusia yang beruntung rupanya, beragam manusia yang saya temui membuat saya belajar banyak hal tentang hidup. Semakin banyak saya menemukan dan mendengarkan manusia-manusia itu, semakin dalam saya memahami tentang bagaimana seharusnya saya menjadi seorang manusia. Ini menyenangkan!! Bagaimana saya diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengamati bagaimana seseorang membentuk mimpi dan harapannya dalam jalan dan proses yang berbeda-beda. Bagaimana saya diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mendengarkan cerita mereka; jujur, itu sangat menguatkan jiwa saya. Menjadi pendengar jauh lebih menyenangkan bagi saya.
Ada hal yang sangat saya yakini tentang kehidupan ini; bahwa setiap manusia yang diciptakan untuk misinya masing-masing.







Tuhan menciptakan manusia dalam sebuah keunikan untuk menjadikan “dia” hanya sebagai “dia”, hanya saja antara manusia satu dan yang lainnya memiliki harapan dan mimpi yang berbeda dalam menjalankan misi kehidupannya; kelompok yang hanya menyanggupi untuk menyelesaikan misi untuk kehidupan dirinya sendiri dan kelompok yang menyanggupi misi untuk kehidupan dirinya maupun manusia yang lain; kelompok untuk menjadi “saya” dalam kehidupan “saya”-nya, atau kelompok untuk menjadi “saya” bagi kehidupan saya dan mereka.
Tiga tahun tujuh bulan ini menyenangkan kawan. Ada mereka yang berbicara angkuh tentang hal yang sangat biasa. Namun tetap ada mereka yang tetap menunduk walau memiliki pencapaian yang sangat luar biasa. Ada mereka yang selalu berkutat dengan segala kemungkinan buruk. Namun tetap ada mereka yang selalu menenangkan hatinya dengan segala prasangka baik kepada Tuhan. Itu semua seperti disediakan Tuhan untuk saya pilih, tentang apa yang saya anggap paling benar untuk saya ikuti. Ya, yang saya anggap paling benar, karena saya tidak pernah tahu tentang apa yang sesunggunya memang paling benar. Hanya Tuhan yang tahu
Bagaimanapun juga, lagi, saya menyelesaikan fase dalam kehidupan saya. Ada mimpi-mimpi lain yang harus saya gambarkan dalam imajinasi yang kemudian sebagai sebuah kewajiban untuk mengeksekusinya dalam proses realisasi. Ini tentang misi. Misi hidup saya yang saya harapkan bukan sekedar tentang saya, tapi saya bagi mereka dan dunia. Misi yang pernah saya impikan ketika kecil untuk menjadi salah satu power ranger atau sailor moon dalam menjaga kedamaian dunia. Kenyataan dan logika menghapus harapan saya untuk menjadi super hero tersebut. Tapi selalu ada super hero yang bisa saya ciptakan sendiri dalam dunia saya yang tetap berkawan dengan realita dan logika. Sebuah tulisan yang berbunyi “semakin besar mimpi yang kau rancang, semakin besar kau harus libatkan Tuhan di dalamnya”, maka ketika saya memberanikan diri untuk bermimpi, saya harus meyakinkan diri bahwa Tuhan sudah ada di dalam hati.

Maka izinkan saya menutup tulisan ini dengan sebuah harapan dan doa untuk membuka mimpi saya yang baru:

Atas waktu yang tersisa yang tidak pernah hamba ketahui, jadikan hamba sebagai sesuatu yang berharga dan berguna. Atas segala mimpi yang masih perlu Kau seleksi kebaikannya, jadikan hamba pejuang yang bersahabat dengan keyakinan dan prasangka baik bahwa hamba cukup kuat untuk mewujudkan apa yang hamba harapkan; cukup kuat untuk meraih apa yang hamba inginkan. Atas segala ketidakpastian dan kebimbangan, penuhi hati hamba dengan keikhlasan atas jalan-Mu yang mungkin menyakitkanku namun pada akhirnya menguatkan ku.
Tuhan…
Atas segala ketidakpastian perubahan yang selalu menjadi kepastian, maka berikan jalan yang terbaik untuk hamba dan mereka yang terkasihi. Dalam sunyi dan rahasia-Mu, hamba percaya segala kemurahan hati yang Kau miliki.

Amin.



P.S : Akhirnya, saya diwisuda juga. ;)

1 comment:

  1. gratuliere, Nis....
    semangat nyari jalan mana yang jadi kehendak-Nya...

    ReplyDelete