Ali Bin Abi Thalib pernah berkata,”never explain yourself to anyone, because the one who likes you you wouldn’t need it, and the ones who dislikes like you wouldn’t believe it.”, couldn't more agree!!
Kita tidak perlu menjelaskan kepada semua orang tentang siapa diri kita. Seseorang yang benar-benar peduli akan selalu menemukan jalan untuk mengerti, bahkan beberapa orang telah diciptakan Tuhan untuk mengerti diri kita effortless. We can understand each other, even there’s no words.
Seperti saat seorang sahabat yang tetap bertanya “apakah kamu baik-baik saja?” walau kita sedang tertawa begitu keras. Atau saat seseorang ibu yang memeluk anaknya tiba-tiba sambil berkata “semuanya akan baik-baik saja”. Atau saat seseorang menggemgam tangan kita dan bilang, “jangan takut aku di sini”.
Mereka adalah orang-orang yang mengerti kita walau kita tidak menjelaskan sepatah katapun tentang apa yang kita rasakan, apa yang kita inginkan ataupun butuhkan, dan bahkan mereka tetap mengerti kita saat kita mencoba menipu diri kita sendiri. Dan mereka ada.
Ajaib. Terkadang saya berpikir dunia ini penuh keajaiban yang lebih sering kita ingkari. Entah karena takut terdengar seperti naif atau kita yang lebih sibuk menghitung harapan yang gagal diwujudkan dan memilih untuk tidak lagi percaya dengan keajaiban? Kemudian kita lupa bahwa ada hal-hal indah yang tidak kita minta tapi tetap diberikan oleh Tuhan dan alam semesta. Maka mari kita berfokus untuk bersyukur atas mereka yang mencintai dan TETAP MEMILIH untuk mencintai kita hingga detik ini.
Dan bagaimana untuk mereka yang memilih untuk meninggalkan kita? Just let them go.
Seseorang tetap berada di sisi kita maupun seseorang yang pada akhirnya pergi meninggalkan kita, semuanya adalah pilihan mereka. Kita tidak punya kuasa untuk tetap menahan seseorang ataupun siapapun untuk tetap dalam hidup kita. Karena saya percaya, setiap orang memiliki rumahnya masing-masing untuk di tuju. Kita bisa menjadi seperti rumah bagi seseorang, bisa jadi juga tidak.
Kita tidak pernah bisa memaksa seseorang untuk tetap tinggal, karena mungkin kita bukan rumah sebagai tujuan dia datang. Karena mungkin kita bukan orang yang sedang dicari. Jadi biarkan siapapun yang ingin pergi untuk pergi.
Saya selalu senang ketika ada seorang teman yang tiba-tiba menghubungi saya saat ia tertimpa masalah. Seseorang teman yang lain berkata, “ah dia mah dateng kalau lagi ada masalah aja, coba pas lagi seneng-seneng, lupa sama kita”. Saya memiliki pandangan yang berbeda. Bagi saya, menjadi orang yang diingat seseorang saat ia bersedih jauh lebih membanggakan, mengapa? Karena itu artinya kita adalah orang yang ia andalakan untuk menolong kesedihannya. Dia menghubungi kita karena dia percaya kita bisa menolongnya atau paling tidak membuat dirinya merasa lebih baik. Dan itu sudah cukup bagi saya untuk merasa bahagia, karena ada saya sebagai tujuan dia untuk menghapus sedihnya.
Kenapa pada akhirnya saya menulis tulisan ini? Karena kemarin seorang teman menasihati saya untuk tidak terlalu mudah melepaskan dan mengiklaskan sesuatu dan seseorang. Katanya, adakalanya kita dituntut untuk berjuang mempertahankan. Kita hanya boleh ikhlas dan pasrah membiarkan seseorang itu pergi setelah kita tahu bahwa kita cukup melakukan usaha agar dia tetap bersama kita.
Ya. Apa yang dikatakannya tidak salah, tapi kemudian saya bertanya kepadanya, bagaimana saat perjuangan yang kita lakukan tidak pernah dianggap sebagai suatu perjuangan baginya? Dan dia membalas, “kalau begitu sudah benar untuk melepaskannya, karena setidaknya, kamu sudah tahu bahwa kamu sudha cukup berusaha mempertahankannya”.
Saat ada orang-orang yang sangat mengerti diri kita tanpa sepatah kata yang kita ucapkan, Tuhan juga menyiptakan orang-orang yang sangat bisa menghargai diri kita atas hal-hal kecil yang kita lakukan—itulah orang yang pantas untuk diperjuangkan (bagi saya).
Menyukai, menyayangi dan mencintai seseorang ataupun sesuatu seharusnya tidak sulit—hanya karena kita menginginkannya. Dan melakukan hal yang ingin kita lakukan seharusnya menyenangkan dan membuat kita merasa bahagia bukan? Jadi, saya bertanya kepada diri saya sendiri, saat saya berada atau bersama seseorang, saya akan bertanya kepada diri saya, “apakah saya bahagia?” jika ya, maka saya akan bersyukur dan berjanji akan terus mempertahankan agar orang-orang ini akan tetap berada di dekat saya. Jika tidak, maka akan saya lepaskan. Kehilangan tidak lebih buruk dibanding dengan memaksakan diri untuk berada di sekitar orang-orang yang tidak membuat kita nyaman.
Bukankah hidup harusnya dihargai?
Dihargai dengan merasa bahagia.
Mengutip tulisan adik angkatan saya yang juga pujangga cinta, Jay Dewar:
“Tak ada yang lebih baik selain dua orang yang bertemu karena saling menemukan. Sama-sama berhenti karena telah selesai mencari. Tak akan ada yang pergi, sebab tahu bagaimana sulitnya mencari”
Dan saya sepakat; Kebersamaan itu adalah tentang “saling” dan “sama-sama”, bukan sekedar ada karena “mengejar dan dikejar”.
Saling memperjuangkan dan sama-sama mempertahankan.
No comments:
Post a Comment