Friday, November 30, 2012
Ketika Tuhan Sudah Mengizinkanku untuk Menjadi Seorang Ibu
Tulisan kali ini, aku hanya ingin berandai...
Kelak, ketika Tuhan sudah mengizinkanku untuk menjadi seorang ibu, ketika anakku datang dengan sendu yang kupunya saat ini, maka aku akan memeluknya, menenangkannya, dan mengatakannya lembut bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Seandainya ia menangis saat aku memeluknya, maka aku akan mengusap dan sesekali menepuk punggungnya dengan lembut sambil berkata, “Anak Bunda boleh menangis sepuasnya di pelukan Bunda, kapan saja, seberapa lamapun”, kemudian, memeluknya lebih erat.
Ya. Kelak, ketika Tuhan sudah mengizinkanku untuk menjadi seorang ibu, aku akan melakukan apapun untuk membuat buah cintaku merasa aman, tenang dan damai.
Aku tidak akan membiarkan ia tumbuh sebagai manusia yang lemah. Aku tidak akan membiarkan ia tumbuh sebagai penyerah. Aku tidak akan membiarkannya tumbuh menjadi manusia yang penuh keluh kesah.
Aku tidak akan melarangnya menangis, karena kemudian aku akan mengajarinya bagaimana tersenyum setelah menangis.
Aku tidak akan melarangnya bertengkar, karena kemudian aku akan mengajarinya bagaimana cara memaafkan.
Aku tidak akan memarahinya ketika ia terjatuh, karena kemudian aku akan mengajarinya bagaimana caranya bangkit.
Aku tidak akan memarahinya ketika ia berbuat kenakalan, karena kemudian aku akan mengajarinya arti tanggungjawab dari setiap tindakan.
Aku akan memperkenalkan padanya tentang siapa Tuhan. Maka aku akan bercerita panjang lebar betapa setianya Tuhan berdiam di hati manusia untuk memastikan si empunya hati akan baik-baik saja.
Betapa setianya Tuhan akan mendatangkan bala bantuan malaikat dan alam semestaNya ketika si empunya hati meminta pertolongan kepadaNya.
Betapa setianya Tuhan yang akan menyembuhkan luka hati saat manusia lain menyakitinya.
Dan betapa setianya Tuhan mencintai umatNya yang mencintaiNya. Maka aku akan membuatnya mencintai Tuhannya melebihi ia mencintaiku.
Tak apa, memang itu yang kuinginkan kelak ketika aku diizinkan untuk menjadi seorang ibu.
Ah... sesungguhnya aku hanya meniru Ibu.
Saat ini, aku rindu Ibu...
Saturday, November 17, 2012
Terlalu sering aku menulis puisi untuk menenangkan hati...
Kemudian aku sadar, kalau aku kehilangan kata, kau datang menghibur diri...
Puisi ini kutulis untuk dirimu, Sahabat...
Aku tidak terlalu yakin akan menjadi puisi atau prosa yang indah seindah kehadiranmu di hidupku
----------------------------------------------------------------------
Kau tahu, Kawan...
Kau adalah kado sederhana yang luar biasa,
datang dalam kesederhana berupa ketulusan
dan menetap di hati dalam kesetiaan
Kau tahu, Kawan...
saat kita berpisah dulu, tak sedikitpun aku takut kehilanganmu,
dan keyakinanku benar.
Walau jarak memisahkan kita dengan alasan mimpi dan masa depan,
kau selalu hadir saat aku butuh teman.
Aku sudah terbiasa dengan kata perpisahan
Aku tidak lagi terlalu menyediakan air mata saat aku harus kehilangan
Kau tahu kenapa?
karena sebuah kehilangan adalah pertanda dari sebuah pertemuan.
dan aku menemukanmu karena perpisahan yang awalnya kusedihkan.
Namun semenjak itu,
Aku belajar, terkadang kita memang harus 'melepaskan' untuk 'mendapatkan'
dan karena Tuhan, aku mendapatkanmu dan melepaskan masa lalu
Apapun itu, aku bersyukur mendapatkanmu, Kawan...
kita meniti dalam jalan mimpi yang sama walau di tanah yang berbeda.
Dimensi jarak tidak akan pernah mampu memberi ruang jarak bagi kita untuk saling merangkul.
Terimakasih, Kawan...
Sudah menjadi kado sederhana yang datang memberi makna
Tulisan ini dipersembahkan untuk Sahabat terbawel dan "ternyaring" saya:
Desy Eka Khairunisa
Kemudian aku sadar, kalau aku kehilangan kata, kau datang menghibur diri...
Puisi ini kutulis untuk dirimu, Sahabat...
Aku tidak terlalu yakin akan menjadi puisi atau prosa yang indah seindah kehadiranmu di hidupku
----------------------------------------------------------------------
KADOKU
Kau tahu, Kawan...
Kau adalah kado sederhana yang luar biasa,
datang dalam kesederhana berupa ketulusan
dan menetap di hati dalam kesetiaan
Kau tahu, Kawan...
saat kita berpisah dulu, tak sedikitpun aku takut kehilanganmu,
dan keyakinanku benar.
Walau jarak memisahkan kita dengan alasan mimpi dan masa depan,
kau selalu hadir saat aku butuh teman.
Aku sudah terbiasa dengan kata perpisahan
Aku tidak lagi terlalu menyediakan air mata saat aku harus kehilangan
Kau tahu kenapa?
karena sebuah kehilangan adalah pertanda dari sebuah pertemuan.
dan aku menemukanmu karena perpisahan yang awalnya kusedihkan.
Namun semenjak itu,
Aku belajar, terkadang kita memang harus 'melepaskan' untuk 'mendapatkan'
dan karena Tuhan, aku mendapatkanmu dan melepaskan masa lalu
Apapun itu, aku bersyukur mendapatkanmu, Kawan...
kita meniti dalam jalan mimpi yang sama walau di tanah yang berbeda.
Dimensi jarak tidak akan pernah mampu memberi ruang jarak bagi kita untuk saling merangkul.
Terimakasih, Kawan...
Sudah menjadi kado sederhana yang datang memberi makna
Tulisan ini dipersembahkan untuk Sahabat terbawel dan "ternyaring" saya:
Desy Eka Khairunisa
Thursday, November 15, 2012
Surat Untuk Krisna
Untuk Krisna yang entah apakah masih di tempat seharusnya...
Hai Krisna, tidak terasa sudah hampir sepuluh tahun kita tidak bersua. Tidak berbagi tugas ataupun bergantian tempat.
Hampir sepuluh tahun kita tidak saling menyapa atau sekedar memanggil nama. Kau di mana? masihkah kau berada di tempat seharusnya?
Krisna, dimanapun kau berada, aku tahu kau akan membaca ini. Aku tahu kau akan selalu membaca semua tulisan yang kubuat dengan penuh rasa.
Aku sudah 23 tahun sekarang. Menjadi mahasiswa S2. Aku masih suka membaca dan menulis, tapi bedanya sekarang aku tak punya cita-cita seperti sepuluh tahun yang lalu.
Aku ingat dulu kau suka kepayahan saat mendengar cita-citaku yang berganti dua bulan sekali. Waktu itu aku bilang aku ingin jadi dokter hewan, biar bisa kuobati kalau-kalaui si meong sakit.
Lalu ganti lagi cita-citaku, aku bilang aku ingin jadi pelukis. Aku ganti cita-citaku saat itu karena kutemukan foto masa TK bersama ibu dengan membawa piala juara tiga lomba menggambar. Katamu, lakukanlah apa yang kau sukai. Lakukan semuanya dengan tulus dan tersenyum. Kau tahu aku selalu tersenyum saat menggambar tokoh waltdisney dari buku ensiklopedia pemberian ibu yang sesungguhnya jarang kubaca selain kulihat gambar-gambarnya.
Setelah itu, aku ganti apa lagi cita-citaku, ya Krisna? Ah! aku ingat! aku bilang aku ingin menjadi polwan! Aku bilang aku ingin menegakkan kebenaran. Teringat waktu SD aku berkelahi dengan si Amang! badanku biru-biru, tapi aku tidak menangis! karena katamu, seorang Polwan tidak boleh banyak menangis. Sampai akhirnya bibik tahu punggungku penuh lebam, habislah nasib si Amang.Saat itu kuputuskan, susah juga menjadi Polwan.
Kuganti lagi cita-citaku jadi penyanyi. Sering kau tertawa melihatku bergaya di depan kaca sambil bernyanyi dan meniru gaya artis ibu kota. Kau bilang suaraku lumayan. Tidak jelek, tapi tidak bisa dikatakan bagus juga. Kau selalu jujur menilaiku walau kau tau itu akan membuatku nelangsa.
Lalu aku pindah ke Jakarta. Aku tidak bisa bertemu dengan mu lagi. Tak ada lagi kawan yang bisa kuajak bercerita tentang cita-cita. Tak ada lagi kawan yang menepuk pundakku sambil berkata "jadilah apapun yang kau cinta, karena aku selalu yakin kau bisa untuk menjadi apapun, Nisa!" Aku rindu saat itu, Krisna.
Sayangnya, kata-katamu terlalu dalam membekas di benak dan pikiranku. Aku menjadi bebal, selalu menginginkan menjadi manusia yang serba bisa. Aku belajar menulis, belajar menggambar, belajar menyanyi, belajar fotografi aku ingin menjadi apapun yang aku cinta, sampai aku sadar aku kehilangan cita-cita.
Suatu saat aku ada di tahap hampir gila, Krisna. Entah apa rencana Tuhan, tapi setiap pagi ada suara yang membisikanku bahwa aku akan mati hari ini. Aku gelisah dan tak kepalang gundah. Sampai akhirnya seorang sahabat memelukku dan berkata,
"subhanallah Nisa, tidak semua manusia diingatkan akan kematian oleh Allah dengan cara langsung yang demikian. Jangan berpikir macam-macam. Ini cara Tuhan mengingatkan kita semua akan kematian. Ini kesempatan untuk kamu menjadi manusia yang lebih baik. Ingat lagi, Nisa... adakah janji kamu kepada Allah yang belum ditunaikan? tunaikan sekarang, selaesaikan utang, peringatan ini harus dijadikan alarm untuk menyelesaikan semua kewajiban"
Tuhan Maha Besar, Krisna. Aku diberikan sahabat yang tulus dan selalu mengingatkan dalam kebaikan. Aku ingat kalau aku berjanji kepada Tuhan untuk berhijab, dan alhamdulillah sekarang aku berhijab. Kalau kau bertemu dan melihatku saat ini, tidak ada lagi perempuan dengan kaos oblong dan celana pendek yang selalu kau temui sepuluh tahun yang lalu. Aku berubah, Krisna. InsyaAllah menjadi lebih baik.
Sejak saat itu, aku selalu melakukan apa yang aku cintai--seperti yang selalu kau bilang sepuluh tahun silam.
Soal bisikan itu, bagaimana kalau aku (sungguh) mati besok? aku tidak mau menjadi manusia yang hidup hanya untuk masa depan yang belum tentu menjadi kenyataan. Sekarang, aku menjadi manusia yang hidup untuk saat ini, yang belajar dari hari kemarin. Tak ada porsi lebih untuk memikirkan masa depan. Jalani saja. Sampailah akhirnya, aku kehilangan cita-cita dan tak tau aku ingin menjadi apa.
Takut aku saat teman-temanku berkata ingin menjadi Hakim, Karyawan BANK, Karyawan Perusahaan Migas, menjadi Pengacara, Notaris dan lain-lain. Sungguh bahagianya mereka yang memiliki cita-cita, Krisna.
Kalau ditanya aku ingin menjadi apa, aku selalu berbisik aku ingin menjadi seorang Penulis. Aku ingin banyak cerita yang bisa kubagi dan menginspirasi banyak orang. Aku ingin menjadi apapun yang bisa membahagiakan banyak orang, yang bermanfaat untuk banyak orang, entah apa namanya, Krisna...
Krisna,,, Bisakah kau menjengukku di sini? bercerita sebentar tentang bagaimana seharusnya aku berperilaku agar aku bisa menjadi cita-citaku. Aku sudah bukan lagi perempuan kecil yang cengeng. Aku sudah bukan lagi perempuan kecil yang takut pergi sendirian. Aku bukan lagi perempuan kecil yang tempramental dan main pukul kanan-kiri bila ada yang melawan.
Tengoklah aku sebentar, Krisna... Beri tahu aku harus menjadi apa, seperti dulu.
Sebentar saja.
Friday, November 9, 2012
ANDIEN - GEMILANG (Official Video)
Menjadi apapun saya, kau dan kita kelak, menjadi manusia yang bisa diceritakan karena kemanfaatannya untuk orang lain adalah HEBAT.
Kita yang memutuskan untuk menjadi apa dan seperti apa.
Kita yang memutuskan untuk menjadi siapa dan bagaimana.
Kita yang memutuskan untuk hidup bagaimana dan untuk siapa.
Kita yang memutuskan untuk ada atau tidak ada...
"Sangat suka dengan lagu dan vidioklip di atas. Setiap mendengarnya sambil menutup mata, rasanya seperti berjabat tangan dengan masa depan. Bergandengtangan dengan senyuman. Dan berbisik dengan harapan. Tuhan... kelak, saya ingin menjadi pengukir senyuman untuk semua orang. Amin"
Terimakasih :)
9 November 2012.
Sepucuk surat dengan sebuah perasaan di dalamnya, beralamat namaku.
Engkau bilang ini balasan atas puisiku yang sesungguhnya entah kualamatkan kemana...
Hai Tuan yang menulis pesan,
terimakasih telah kau kabarkan bunga yang telah tumbuh di hatimu atas namaku,
terimakasih telah kau satukan rasa ragu dan rindumu dalam sepucuk puisi yang kau alamatkan untukku,
terimakasih telah menuliskan itu semua untukku...
Terimakasih.
Tapi seperti yang kau bilang, bahwa kau paham segala rasionalitasku yang terkadang irasional; ternyata butuh kesabaran seratus kali lipat untuk menemukan apa mauku.
Aku adalah wanita yang percaya dengan misteri waktu.
Aku bukan wanita yang suka menebak-nebak.
Membiarkannya menjadi misteri lebih bijak daripada sekedar menebak.
Bukan wanita yang terlalu suka menari-nari dengan angan masa depan.
Masa depan tidak menjadi lebih penting dari saat ini, karena mungkin saja besok aku mati.
Aku hidup dengan ragu, dan terkadang aku gagu untuk mengungkapkannya.
Tapi itu aku, dengan segala kerumitan yang terkadang aku pun tak tahu bagaimana mengurainya.
Maaf bila kerumitanku menangguhkan egoku.
Mungkin saat ini aku ingin merangkul dan berbaikan dulu dengan waktu serta masa lalu,
Aku hanya tak ingin menyakiti siapa-siapa (lagi), selain aku.
Sepucuk surat dengan sebuah perasaan di dalamnya, beralamat namaku.
Engkau bilang ini balasan atas puisiku yang sesungguhnya entah kualamatkan kemana...
Hai Tuan yang menulis pesan,
terimakasih telah kau kabarkan bunga yang telah tumbuh di hatimu atas namaku,
terimakasih telah kau satukan rasa ragu dan rindumu dalam sepucuk puisi yang kau alamatkan untukku,
terimakasih telah menuliskan itu semua untukku...
Terimakasih.
Tapi seperti yang kau bilang, bahwa kau paham segala rasionalitasku yang terkadang irasional; ternyata butuh kesabaran seratus kali lipat untuk menemukan apa mauku.
Aku adalah wanita yang percaya dengan misteri waktu.
Aku bukan wanita yang suka menebak-nebak.
Membiarkannya menjadi misteri lebih bijak daripada sekedar menebak.
Bukan wanita yang terlalu suka menari-nari dengan angan masa depan.
Masa depan tidak menjadi lebih penting dari saat ini, karena mungkin saja besok aku mati.
Aku hidup dengan ragu, dan terkadang aku gagu untuk mengungkapkannya.
Tapi itu aku, dengan segala kerumitan yang terkadang aku pun tak tahu bagaimana mengurainya.
Maaf bila kerumitanku menangguhkan egoku.
Mungkin saat ini aku ingin merangkul dan berbaikan dulu dengan waktu serta masa lalu,
Aku hanya tak ingin menyakiti siapa-siapa (lagi), selain aku.
Thursday, November 8, 2012
Kau, bukan siapa?
Perkenalkan, aku bukan Bunga.
Aku tidak memiliki kelopak yang indah,
Tidak mempunyai putik yang anggun,
Tidak mempunyai nektar yang manis untuk kau hisap.
Perkenalkan, aku bukan Bulan.
Aku tidak memiliki cahaya yang sendu,
Tidak memiliki kemanpuan menyampaikan rindu,
Tidak memiliki keahlian untuk merajuk rayu dirimu yang gagu.
Perkenalkan, aku bukan Lautan.
Aku tidak mudah menguap bila terkena sinar
Tidak menjadi muara dari banyak sungai
Tidak menjadi tempat yang mudah untuk kapalmu berlayar.
LALU,
Kalau aku boleh tahu, Kau BUKAN siapa?
Tuesday, November 6, 2012
Puisi Untuk Tuan yang Entah Di Mana
Aku hanya ingin kau tau bahwa aku menunggu mu...
Dengan sendiri yang setia menemani,
dengan sepi yang sering menjenguk atau bahkan menghampiri.
Aku hanya ingin kau tau aku menunggu mu...
Seperti menghitung tetes air di musim penghujan,
seperti menemukan jalan dalam belantara hutan.
Aku hanya ingin kau tau aku menunggu mu...
Sambil bercerita cinta kepada diri sendiri,
sambil bernyanyi bersama rindu yang sunyi.
Aku hanya ingin kau tau aku menunggu mu...
Dengan tetap menyalakan radar di hati,
dengan tetap mengukir senyum walau sulit setengah mati.
Seperti apa dirimu, aku tak tahu.
Tapi mungkin benar, aku telah jatuh cinta kepada mu bahkan sebelum kau menemukan aku.
Bagaimana kau bisa membuatku menunggumu? bagaimana kau bisa membuatku mengabaikan mawar-mawar yang datang silih berganti untuk ku?
Bagaimana kau bisa membuatku terus terpaku menunggu semu dan bayangmu ada di depan ku?
Apakah aku harus bertahan, wahai tuan yang entah dimana?
Apakah radar hatiku rusak hingga aku belum mampu menemukan mu hingga detik ini?
Apakah kau memang ada untukku?
Bisakah kau tahu puisi ini untuk mu?
Jika iya. Balaslah. Dan mungkin aku akan membacanya dan tahu bahwa sesungguhnya kau telah menemukanku.
MUNGKIN
Mungkin;
mungkin aku akan terjatuh, atau mungkin aku akan belajar bagaimana caranya bangkit;
mungkin aku akan terluka, atau mungkin aku akan belajar untuk menjadi lebih kuat;
mungkin aku akan menangis, atau mungkin aku akan belajar untuk mengalah kepada ego ketika aku merasa kalah;
mungkin aku akan miskin, atau mungkin aku akan belajar tentang bersyukur dengan seberapapun yang ku punya.
Mungkin,
Mungkin aku salah mengambil keputusan ini, tapi setidaknya aku memutuskan suatu hal untuk hidupku. Ketika itu salah, yasudah. Bukankah kesalahan membantu kita untuk mendefinisikan sebuah kebenaran?
Mungkin mereka akan menertawakanku dari belakang karena mengambil jalan yang tidak seperti mereka pilih. Ketika aku tersesat, yasudah. Setidaknya aku akan belajar bagaimana mencari jalan pulang. Hal yang perlu kalian ingat, ketersesatanku akan memberikan kesempatan untuk melihat pemandangan yang tidak akan pernah kalian lihat.
Jadi... apa yang harus ditakuti dari sebuah "kemungkinan"?
Kalau kau tidak cukup berani membicarakan kemungkinan terburuk, maka kemungkinan terbaik masih akan selalu menjadi milikmu...
Mungkin kau akan menjadi manusia yang paling bersinar di antara manusia lainnya.
Mungkin kau akan menjadi manusia yang paling bahagia karena bisa melakukan apa yang kau sukai.
Mungkin kau akan menjadi manusia yang paling kaya karena cinta dan keikhlasan yang kau punya.
Mungkin...
Kemungkinan apapun itu akan selalu menjadi milik kita kawan!
Percayalah dengan semua kemungkinan baik yang kita miliki.
Tuhan tidak butuh apa-apa untuk mewujudkan mimpi baik kita.
Tuhan hanya ingin kita percaya.
itu saja.
Subscribe to:
Posts (Atom)