Atas semua kata, bahkan kebisuan yang menyimpan berjuta makna,
terimakasih.
2007.
Saat semua berawal dari sebuah rencana Tuhan. Takdir saya menyebutnya.
Saya bukan pribadi yang terlalu merencanakan kehidupan. Saya tidak terlalu suka memilih, saya hanya ingin menjalani. Nilai raport saya yang memungkinkan saya diterima di FH UII tanpa test, ternyata tidak lebih mutlak dari kehendak Tuhan yang meluluskan saya untuk mengecap rasa kehidupan mahasiswa di FH UGM.
Itu tiga tahun yang lalu.
Saya tidak memilih UGM sebagai sekolah saya. Tuhan yang menakdirkan itu untuk saya.
Terimakasih Tuhan.
Catatan ini pada akhirnya saya tulis seteleh mendapatkan petuah dari seorang kakak kelas beda zaman: PUTU WIJAYA.
Kali pertama saya bertemu dengan beliau, dan saya jatuh cinta dengan pribadi ini.
Dalam ceritanya yang tenang, saya menemukan diri saya dalam hidupnya. Apa yang beliau ceritakan tentang hidupnya, seperti sedang menceritakan kehidupan saya saat ini.
"Entahlah, selama saya menjadi mahasiswa Hukum, saya merasa saya tidak begitu memahami dan memaknai tentang hukum itu sendiri. Saya seperti tidak belajar apa-apa. Mungkin karena beberapa teori hukum tidak sejalan dengan pemaknaan hukum dalam diri saya".
Oh Crap!! Putu Wijaya seolah menyampaikan apa yang ada di dalam fikiran saya selama ini. Dan saya terdiam mendengarkan tuturan demi tuturan beliau selanjutnya. Semakin membuat jantung saya berdebar. Raga saya melemas. Dan harap saya berkobar.
Saya sedang mendengar curahan hati saya yang selama ini berusaha saya anggap "tidak pernah ada".
"Feeling guilty itu ada. Seperti menggugat saya untuk mempertanggungjawabkan ilmu yang saya dapat. Logika dan hati saya berperang saat itu. Saya jatuh cinta dengan dunia kreatif.Dunia dimana manusia menemukan 1000 cara untuk menciptakan sesuatu. Dunia dimana kehidupan berjalan atas sebuah keinginan yang bebas, tidak terikat dengan teori dan aturan pelaksanaannya. Sampai akhirnya seorang teman datang menenangkan saya sambil berucap, 'Keadilan tidak melulu hadir dari sebuah meja pengadilan. Ada banyak cara untuk menciptakan keadilan. Kamu suka menulis, suka seni, seni pun bisa menciptakan keadilan'. Dan saya merasa tenang sata itu. sirna sudah rasa bersalah itu. Dan saya sadar, itulah hebatnya dari dunia kreatif."
Hukum melahirkan peraturan, semakin banyak peraturan akan semakin banyak hak-hak kita yang diatur, dan kita akan semakin sulit bergerak. Itu pemikiran salah! Hukum dalam sebuah ilmu adalah pembebas. Dengan mengetahui hukum kita menjadi tahu apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan. Sebaliknya, ketidaktahuan lah yang mempenjarai kita dalam sebuah kebodohan; atas ketidaktahuan kita takut untuk melakukan apapun karena kita takut melakukan sesuatu yang salah.
Saya diam. semakin tenggelam dengan permainan kata-kata dan pemikiran beliau.
Beri saya seribu hal yang tidak boleh saya lakukan! Saya akan tetap bisa melakukan hal-hal yang ingin saya lakukan. Karena saya tahu hukumnya. Dan saya tahu bagaimana membuat hal-hal yang dilarang itu menjadi tidak dilarang. Karena saya sarjana Hukum!!dan sebuah tawa keluar renyah dari mulutnya.
saya tersenyum.
Saya bertanya kepada beliau tentang mimpi dan harapan apa yang ingin tersampaikan untuk almamater kami. dan beliau menjawab,
"Bisakah perguruan tinggi tidak hanya mengedepankan teori? saya tahu teori itu penting sebagai dasar pijakan. Tapi saya ragu kalau teori bisa mengajarkan mengenai moral, apakah teori bisa mengajarkan kita untuk merasakan bahagia diatas kebahagiaan orang lain?! Bukankah hakikat hidup manusia adalah bisa membahagiakan orang lain?" ada jeda, dan beliau melanjutkan
"seperti saya yang selalu merasa bahagia ketika melihat istri dan anak-anak saya tersenyum"
Dan senyum saya semakin lebar mendengarnya.