Saturday, July 14, 2012

CARA MENGGUNAKAN RAHASIA

THE SECRET


“Saya pikir, alam semesta akan selalu bisa menjadi sahabat terbaik untuk manusia; ketika kita percaya bahwa semesta berbicara”





Sebuah buku cukup mencuri perhatian saya. Judulnya RAHASIA. Saya bukan sedang main-main, judulnya memang RAHASIA atau THE SECRET karangan Rondha Byrne. Pasti untuk beberapa orang, buku ini sudah tidak asing lagi. Buku yang memaparkan tentang hukum ketertarikan dengan media afirmasi pikiran manusia menuju alam semesta. Hari ini saya membacanya lagi, kemudian menulis.

beberapa poin penting dan kembali mengikuti langkah-langkah menggunakan RAHASIA ini.
Di suatu pagi menjelang siang, di kampus, saya bersama salah satu sahabat saya Gita terlibat dalam sebuah perbincangan. Untuk beberapa hal, tema perbincangan saya kali ini memang paling nyaman untuk dibagi bersama Gita.
Untuk beberapa hal, saya merasa memiliki kesamaan dengan Gita terkait dengan sifat ceroboh yang sering berujung dengan “mempermalukan” diri sendiri. Karena kami dalam satu divisi salah satu organisasi kampus, Gita menjadi teman curhat yang tepat untuk kali ini.
“Kenapa Sa?” tanya Gita.
“Tadi gue kepeleset Ta, pas di depan anak-anak cowok yang lagi duduk-duduk. Hmm... apes banget deh Ta hidup gue. Martabat gue jatuh berkeping-keping” jelas saya dengan akhiran helaan nafas panjang.
Gita butuh waktu beberapa detik bahkan menit untuk tertawa di depan wajah saya yang sedang menanggung derita. Melihat wajah saya yang semakin merana, Gita mencoba untuk memberhentikan tawa dan tersenyum,
“Enggak segitunya juga kali Sa. Semua orang itu punya kelebihan dan kekurangan! Begitu juga gue dan elo.” Ujar Gita. “Kepeleset kan kecelakaan Sa! Asal jangan jadi hobi aja Sa!” kembali Gita tertawa.
Melihat Gita tertawa, pupus harapan saya mendapat petuah yang menenangkan.
“Sa, denger ya, di mata gue, elo itu selalu berhasil membuat orang-orang disekitar lo tertawa! Lo supel, gampang deket sama siapa aja, lo itu asik tau Sa!”
“Selalu berhasil membuat orang tertawa? Atau memang pantas untuk ditertawakan Gita?”
“Nisa... gue serius”
“Gue Cuma berpikir kalau setiap kejadian yang terjadi dalam hidup gue itu semuanya selalu jadi bahan lawakan Ta!, Lo inget waktu gue kecelakaan sampai kaki gue digips gara-gara jempol kaki gue yang retak, yang bener-bener iba sama gue Cuma segelintir orang Ta! Yang lainnya ngetawain gue!”
“Nisa, menjadi orang yang ditertawakan karena menyenangkan jauh lebih baik daripada menjadi orang yang membuat iba tapi membosankan!”
Saya menatap wajah Gita, saya mulai merasa tenang.
“Masih ingat hukum tarik-menarik kan Sa?”
Saya mengangguk
“ Ya tinggal lo terapin Sa! Lo yakinin diri lo kalau lo itu spesial, cantik, baik, lucu, menggemaskan!”
Oke, kali ini Gita berlebihan.
“Lo harus berpikir sepositif mungkin Sa!” Ujar Gita penuh dengan cahaya dan kobaran semangat yang membara.

Hukum tarik-menarik. Percaya atau tidak percaya, rahasia ini pernah saya terapkan. Saat itu di awal semester dua, saya menulis nilai-nilai yang ingin saya dapatkan di akhir semester dua nanti. Saya menulis:
Hukum Perdata A
Hukum Perburuhan A
Hukum (apa saja dalam matakuliah jurusan hukum semester 2) A
Hukum Pidana B (di dalam hati yang paling dalam, dapat C pun sudah lumayan)
Lalu di akhir garis saya tulis
IPK : 3.8
Awalnya saya menulis ini hanya sebatas iseng. Tapi alangkah terkejutnya saya saat di akhir semester dua, saya mendapatkan hasil yang sama persis dengan nilai-nilai yang saa karang sebelumnya.




Pulang dari kampus, saya rebahkan badan dan pinggang yang masih terasa nyeri karena tragedi kepeleset tadi pagi. Mata saya kosong memandang langit-langit kamar. Kemudian beralih kepada tumpukan buku.




Sepertinya saya harus membaca buku THE SECRET lagi untuk yang kesekian kalinya. Saya kembali mebuka dan menyusuri halaman demi halaman sampai pada BAB Cara Menggunakan Rahasia:
Cara Menggunakan Rahasia
1. Langkah pertama adalah meminta. Berilah tugas kepada alam semesta. Biarkan semesta mengetahui apa yang anda inginkan. Semesta selalu merespon pikiran anda.
Apa yang sungguh-sungguh anda inginkan? Duduk dan tulislah pada secarik kertas. Anda dapat memulainya dengan menulis, “saya begitu bahagia dan bersyukur bahwa …” dan jelaskan apa yang anda inginkan

2. Langkah kedua adalah percaya. Percaya bahwa apa yang anda minta telah anda miliki. Percaya pada apa yang tidak kasat mata.
“Jika anda melakukan sebuah penelitian kecil, akan menjadi nyata bahwa setiap orang yang pernah mencapai sesuatu tidaklah mengetahui bagaimana mereka melakukannya, yang mereka tahu bahwa mereka akan berhasil.

3.Langkah ketiga adalah menerima. Mulailah merasa senang tentangnya. Rasakan seolah-olah anda telah men dapatkan keinginan anda. Dan rasakan sekarang juga.

Ketika anda mengalihkan khayalan menjadi kenyataan, anda berada di posisi untuk membangun khayalan yang lebih besar lagi. Dan itulah proses penciptaan.

Saya menghela nafas panjang. Darimana saya harus memulai? Kemudian kembali teringat ucapan Gita, mulailah dengan berpikir sepositif mungkin. Saya mulai menutup mata, memikirkan hal-hal positif dalam hidup saya. Mencoba menyukuri apa yang sudah saya miliki dalam hidup ini. Berpikir bahwa apapun yang telah terjadi dalam hidup saya adalah cara Tuhan membentuk diri saya menjadi sosok yang lebih baik.
Mengagumi seseorang seharusnya bukan alasan bagi saya untuk merendahkan diri saya. Saya coba meyakini bahwa hidup bukan sekedar tentang penampilan yang cantik, modis, pintar, tajir, eksis, dan hal-hal yang bisa ditunjukan dan dilihat oleh manusia lain.
kehidupan itu akan terasa bahagia ketika kita memahami hakikat dari bagaimana menyukuri apa yang telah kita miliki.
Kemudian, seharusnya kita yakin bahwa Tuhan sudah memikirkan bentuk yang terbaik untuk kehidupan kita. Semua manusia adalah unik dan istimewa. Dan berbahagialah karena itu semua.



Monday, July 9, 2012

Dongeng Sederhana

Dalam perjalanan pulang, sore ini, sebuah dongeng sederhana saya dengarkan dari sebuah stasioun radio lokal. Sebuah dongeng yang cukup sederhana, dengan pesan yang sederhana, namun sangat mengena. Judulnya Padang Rumput yang Manis. Dalam tulisan ini saya mencoba untuk merangkai kembali dongeng tadi dengan bahasa saya tanpa bermaksud untuk merubah isi atau hasil karya tulisan aslinya.
Dongeng ini tentang dua peri yang ingin menghadiahkan sesuatu yang berharga untuk sebuah desa makmur yang masyarakatnya saling membantu sesamanya.





Di sebuah desa yang sebut saja Desa Makmur Jaya di mana penduduknya makmur karena dilimpahi padang rumput yang hijau dan hewan ternak yang sehat. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian dengan berternak dan bertani. Penduduk desa tersebut sangatlah makmur, hasil alam yang tersedia sudahlah mencukupi kebutuhan mereka. Selain dikenal dengan kemakmuran dan hasil alam yang melimpah, Desa Makmur Jaya juga dikenal sebagai desa yang memiliki penduduk yang ramah dan suka menolong. Berita ini pun terdengar sampai ke Negeri Peri. Sampai akhirnya seorang peri bersayap kupu-kupu tertarik untuk berkunjung ke desa tersebut.
Suatu hari, terbanglah peri bersayap kupu-kupu menuju Desa Makmur Jaya. Saat ia mulai mendekati desa tersebut dan melihat beberapa penduduk sedang membawa hewan ternaknya merumput, cepat-cepat peri bersayap kupu-kupu merubah wujudnya menjadi seorang pengemis tua yang lusuh dan kelaparan. Ia berjalan perlahan mendekati dua penduduk yang sedang duduk di bawah pohon menunggu sapi-sapinya selesai merumput. Ia ingin membuktikan kebenaran tentang penduduk Desa Makmur Jaya yang ramah dan suka menolong tersebut.



Benar saja, saat dua pemuda tadi melihat sosok peri sayap kupu-kupu yang sedang menyamar menjadi seorang nenek tua, mereka langsung menghampiri. Dua pemuda itu menawarkan makanan siang mereka untuk si nenek. Dua pemuda tersebut menawarkan agar si nenek bermalam di desa mereka. Sesampai di desa, peri bersayap kupu-kupu yang sedang menyamar menjadi nenek tua tersebut disambut dengan hangat. Ada yang memberi makanan, selimut bahkan tumpangan untuk tempat tinggal sementara. Betapa tersentuhnya hati peri bersayap kupu-kupu dengan penduduk desa ini. Keesokan harinya, ia kembali menuju Negeri Peri. Membawa kisah tentang penduduk desa yang sangat baik.
Sasampai di Negeri Peri, ia bertemu dengan sahabatnya, Peri bersayap lebah. Lkemudian ia menceritakan semua yang ia lalui di Desa Makmur Jaya kepada peri bersayap lebah.
“Benarkah mereka penduduk yang baik wahai sahabatku peri bersayap kupu-kupu?”, tanya peri bersayap lebah.
“Iya, mereka sangat baik kepadaku. Bahkan saat wujudku sebagai pengemis tua yang lapar dan bau! Mereka semua dengan senang hati menolongku”, jawab peri bersayap kupu-kupu.
“Syukurlah, betapa senangnya aku mendengarkannya masih ada manusia yang hidup bersama dengan damai dan tentram serta saling membantu sesamanya”, kemudian peri bersayap lebah melanjutkan, “lantas apa rencanamu?”
“Aku ingin memberikan penduduk itu hadiah wahai sahabatku” ujar peri bersayap kupu-kupu
“hadiah apa wahai peri bersayap kupu-kupu?”, tanya peri bersayap lebah penasaran.
“Aku ingin membuat rumput-rumput di desa tersebut terasa manis sahabatku. Bayangkanlah ketika para ternak memakan rumput yang ranum dan manis, pasti daging-daging merekapun akan terasa manis” jelas peri bersayap kupu-kupu.
“Jangan sahabatku, janganlah kau memberikan sesuatu melebih apa yang telah Tuhan berikan kepada mereka. Mereka telah hidup makmur dengan rumput yang sudah ada” ujar Peri bersayap lebah.
“Tapi mereka pantas mendapatkannya sahabatku. Mereka sangat baik terhadapku, mereka pasti akan hidup lebih makmur ketika rumput-rumput yang tumbuh di padang rumput terasa kebih manis. Ternak mereka akan gemuk dan sehat. Begitupun mereka yang akan mengonsumsinya”
Mendengar sahabatnya yang sangat kokoh pendiriannya, peri bersayap lebah hanya diam. Kemudian di suatu pagi, peri bersayap kupu-kupu kembali ke desa tersebut dengan membawa tongkat perinya. Ia jadikan rerumputan yang ada terasa manis. Ternakpun makan lebih lahap. Alangkah senangnya peri melihatnya. Ia yakin dengan begitu ternak-ternak akan menjadi gemuk dan kehidupan desa makmur jaya akan semakin makmur. Kemudian ia kembali ke Negeri Peri dan akan kembali satu tahun kemudian melihat perubahan desayang baru saja ia sulap rerumputnya menjadi lebih manis.
Sesampai di Negeri Peri, ia kembali menceritakan apa yang telah ia lakuka kepada sahabatnya, Peri Bersayap lebah. Peri bersayap lebah pun hanya menghela nafas dan berkata, “semoga apa yang telah kau lakukan itu benar-benar akan memberi manfaat untuk penduduk di desa itu wahai sahabatku.”


--



Waktupun berlalu. Desa Makmur Jaya semakin makmur. Para penduduk memiliki ternak yang sehat dan gemuk-gemuk. Produksi daging melonjak tajam. Sehingga makanan sehari-hari mereka didominasi dengan hasil peternakan; daging hewan ternak, susu, keju, hal ini lama kelamaan membuat penduduk desa pun ikut menggemuk. Mereka malas bertani ataupun beternak.
Suatu ketika wabah semut menyerang desa mereka. Rasa rumput yang manis mengundang sekawanan semut menyerbu padang rumput. Dalam waktu singkat padang rumput mereka tandas. Semakin hari, semakin habis rumput, semakin banyak ternak yang dimakan oleh semut-semut karena daging mereka yang manis. Sementara penduduknya dengan bentuk tubuh yang gemuk-gemukpun sulit untuk berpikir dan bertindak. Desa Makmur Jaya perlahan demi perlahan hancur dan semakin kacau.



---
Hari ini tepat satu tahun saat peri bersayap kupu-kupu menyihir padang rumput Desa Makmur Jaya menjadi manis. Ia pun mengunjungi desa tersebut untuk melihat perubahannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat desa yang gersang. Dikelilingi oleh tulang-belulang ternak yang dikerumuni semut. Betapa sedihnya ia. Ia berpikir seandainya ternak-ternak telah habis maka sangat mungkin manusia yang mejadi korban semut-semut berikutnya karena daging mereka yang mengonsumsi tumbuhan yang manis pasti akan terasa manis juga.
Segera ia mengayunkan tongkatnya. Ia musnahkan semut-semut degan sekejap. Ia kembalikan rerumputan dan tumbuhan kembali ke kondisi semula. Dengan perasaan bersalah, ia kembali ke Negeri Peri sambil menangis.




Bertemulah ia dengan Peri bersayap lebah.
“Wahai sahabatku peri bersayap kupu-kupu, ada apa gerangan hingga membuat kau menangis tersedu?” tanya peri bersayap lebah.
Akhirnya, Peri bersayap kupu-kupu menceritakan semuanya kepada peri bersayap lebah. Betapa ia sedih dan merasa bersalah kepada desa Makmur Jaya. Kemudian peri bersayap lebah berucap, “Wahai sahabatku, yang berlalu biarlah berlalu. Ini pelajaran untuk kita semua. Janganlah mengubah apa yang telah Tuhan berikan kepada umatNya. Walau itu lebih baik sekalipun, belum tentu itu menjadi yang terbaik” . Sambil memeluk sahabatnya yang masih menangis tersedu, peri bersayap lebah berucap,”Tuhan tahu yang terbaik untuk umatNya. Apa yang Ia berikan melebihi perhitungan siapapun. Sesuatu yang terlihat kurang baik tidak selamanya kurang baik, bahkan mungkin, itu menjadi hal yang terbaik untuk suatu kaum”.
(Dongeng didengar dari Stasiun Radio Rojobuntung dengan judul cerita “Padang Rumput yang Manis” , tapi sumber tidak begitu jelas didengar, jadi bila ada yang tahu pengarang dan penerbit buku dongeng anak dengan cerita di atas, bisa diinformasikan kepada penulis)

Yess emang dasar perempuan ya,, saya langsung berpikir dengan banayaknya perempuan yang melakukan oprasi pelastik untuk memancungkan hidung, meniruskan muka, meng-“kriting”-kan bibir biar terlihat lebih cantik dan indah dilihat. Yaa... hak mereka sih ya... tapi... kembali lagi seperti cerita di atas, banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa Tuhan sesungguhnya sudah merancangkan semua hal dengan sangat baik untuk kehidupan umatNya. Tidak menajdi terlalu cantik, tidak terlalu kaya, tidak terlalu pintar atau tidak terlalu “eksis”, sebenarnya bukan suatu hal yang harus didebatkan dalam diri sendiri dan kemudian menjadi alasan untuk menyalahkan Tuhan. Karena menjadi terlalu cantik, terlalu kaya, terlalu pintar tidak menjamin hidup kita akan menjadi sempurna.
Tuhan menakar kelebihan dan kekurangan kita dengan kebijaksanaanNya yang luar biasa. Yang harus diingat di sini, kita tidak pernah menjadi terlalu pintar untuk selalu bisa mengerti kebijakan yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Seperti Tuhan yang hadir di dalam hidup kita karena iman dan logika. Begitupun seharusnya kita menerima kehidupan (apapun kondisinya) denga sebuah iman akan kebaikan Tuhan yang bijaksana.